4 : Ratu Es

...{Bad X Crazy}...

Jovan dan Lexi sedang sarapan di ruang makan rumah Lexi. Pagi ini, Lexi menyuruh salah satu pembantunya untuk memasak sarapan. Ia hanya meminta dibuatkan sarapan hanya jika ada yang menginap di rumahnya. Kalian harus ingat kalau Lexi tidak suka makan sendirian. Menu makanan pagi ini adalah sup ikan salmon.

"Lo yakin gak mau berangkat bawa mobil aja?" tanya Lexi di sela-sela makannya.

Jovan menghela napas panjang, "ya ampun, Lex, yang luka cuma kepala gue. Gue masih bisa bawa motor kok."

"Justru itu, Jo. Kepala lo kan masih luka, emangnya gak sakit kalau lo pake helm?" tanya Lexi lagi.

Jovan hanya diam dan merenung. Benar juga kata Lexi, lukanya pasti akan nyeri kalau tergencet helm. Kemarin pas dia datang ke rumah Lexi saja tidak memakai helm.

"Iya sih, kayaknya perih kalau pake helm," gumam Jovan.

"Nah, oke fix, ntar berangkat pake mobil gue," final Lexi.

Jovan hanya mengangguk menyetujui ucapan Lexi. Kemudian, kedua sahabat itu melanjutkan acara sarapan mereka dengan tenang. Sesuai ucapan Lexi, mereka berdua pun berangkat ke kampus mengendarai mobil Lexi dengan gadis itu yang menyetir.

...----------------...

Mobil sport berwarna merah terang baru saja terparkir di tempat parkir mobil mahasiswa Universitas Garuda Emas. Penampilan mobil yang begitu mencolok mampu menyita perhatian seluruh mahasiswa yang ada di sana. Sekali lagi, mereka sudah hapal mobil siapa itu, walaupun sang pemilik jarang membawa mobil ke kampus.

Siapa lagi pemilik mobil itu kalau bukan Alexandra Marlene Atmadja, atau Lexi, atau ratu es kampus. Yaa, pokoknya si gadis sangar itu.

"Siap-siap jadi artis dadakan, Lex," celetuk Jovan sambil memperhatikan para mahasiswa yang kini sudah memandang mobil mereka.

Lexi tertawa kecil, "dadakan? Gue tiap hari udah jadi artis."

"Dih, sombong banget lo," cibir Jovan.

"Lah, bener gak? Tiap gue lewat pasti disinisin, gue gak ngapa-ngapain udah pada nyinyir," ucap Lexi.

"Iya juga sih, sabar ya...," kata Jovan sambil berlagak sedih.

"Gue mah bodo amat," balas Lexi acuh.

Setelah pembicaraan singkat itu, mereka berdua memutuskan untuk keluar dari mobil. Lexi keluar dari sisi pengemudi mobil, sedangkan Jovan keluar dari sisi penumpang. Seluruh pandangan mata terpusat kepada mereka, apalagi sebuah perban yang ada di dahi kanan Jovan. Mereka menjadi bertanya-tanya apa lagi yang terjadi kepada ketua geng motor Phoenix itu.

Grep!

Lexi menoleh saat tiba-tiba tangan Jovan bergelayut manja di lengannya. Ia menatap jijik ke arah sahabatnya yang mulai bertingkah itu.

"Dih, ngapain lo?" tanya Lexi masih dengan tatapan jijiknya.

Jovan menyengir hingga eye smile-nya muncul, "hehe... Gue kan lagi sakit, mau manja-manja dulu sama lo dong~"

"Lah, apaan sih? Gak jelas banget deh," cibir Lexi.

"Sekalian biar semua orang tambah panas," bisik Jovan.

"Tck, terserah," ucap Lexi tidak peduli.

Meskipun Lexi menyukai Jovan dan senang jika laki-laki itu suka menempel padanya, tapi ia juga merasa risih jika Jovan sudah bertingkah seperti ini. Tapi yang namanya Jovan, tingkahnya pasti aneh dan keras kepala, sehingga Lexi hanya membiarkan laki-laki itu berbuat sesukanya. Ia pun melangkahkan kakinya menyusuri lorong kampus dengan kondisi Jovan yang masih bergelayut di lengannya.

Lexi heran dengan Jovan, apa dia tidak capek berjalan seperti ini? Laki-laki itu terus berjalan sambil sedikit menundukkan badannya untuk memeluk lengan Lexi yang memiliki tinggi badan 10 cm lebih pendek dari dirinya.

Mereka berdua terus berjalan tanpa memedulikan tatapan dari para mahasiswa. Kebanyakan dari mereka adalah gadis-gadis yang iri dengan Lexi, karena gadis itu bisa sedekat itu dengan Jovan, si pangeran kampus. Ya iya lah, namanya juga ratu es, gak salah kalau ratu deketnya sama pangeran.

"Jovan!"

Suara teriakan seseorang membuat mereka menoleh. Ternyata di depan sana ada 2 anggota geng Phoenix, Roy dan Ansel, yang sedang menatap Jovan dengan cemas. Mereka berdua berlari kecil untuk menghampiri Jovan dan Lexi, sedangkan Jovan sudah melepaskan tangannya dari lengan Lexi.

"Astaga! Jidat lo kenapa, Jo?!" seru Roy dengan panik.

"Biasa, papa gue," jawab Jovan dengan santai.

"Diapain lagi lo sama tuh orang?" tanya Ansel.

"Dilempar pake pot bunga!" sahut Lexi dengan nada kesal.

"Emang bangs*t tuh pria tua bangka!" imbuh Lexi dengan kata-kata yang tidak difilter.

Jovan menggeplak pelan lengan Lexi. Kasar sekali mulut gadis ini. Jovan saja tidak pernah mengatai ayahnya dengan ucapan-ucapan seperti itu.

"Anjir! Sakit banget tuh pasti," ucap Roy terkejut.

"Ya pasti sakit lah," sahut Ansel kesal dengan tanggapan Roy, "dapet berapa jahitan, Jo?"

Jovan menggelengkan kepala, "Gak dijahit kok, lukanya gak yang robek banget. Kemarin udah diobatin sama ratu es kalian."

Ucap Jovan, lalu melihat Lexi sambil menaik-turunkan alisnya. Sedangkan Lexi hanya memutar bola matanya malas. Gadis itu berani bersumpah kalau wajah Jovan yang seperti itu benar-benar minta dipukul. Roy dan Ansel hanya tertawa melihat interaksi kedua temannya itu.

"Ya udah, gue balik ke kelas gue dulu ya," ucap Roy.

"Yoi bro~"

Setelah itu, mahasiswa bernama Roy itu pergi dari gedung fakultas teknik dan menuju ke gedung fakultasnya.

"Eh, kita juga pergi ke kelas yuk," ajak Ansel.

"Kalian duluan aja, gue mau ke toilet dulu, panggilan alam nih," kata Lexi.

Jovan dan Ansel tertawa kecil melihat tingkah gadis itu. Lalu, mereka pun berpisah. Jovan dan Ansel melanjutkan perjalanan mereka ke kelas, sedangkan Lexi berbelok menuju toilet terdekat.

Gadis itu pun langsung masuk ke salah satu bilik toilet wanita. Ngomong-ngomong, saat ini tidak ada siapapun di sana. Lexi segera menuntaskan hajatnya. Hmm... Sepertinya sup ikan salmon buatan pembantunya sangat bernutrisi dan melancarkan pencernaannya.

Beberapa menit kemudian, Lexi sudah selesai buang air besar. Ia pun segera membersihkan diri dan bersiap untuk keluar. Tiba-tiba, terdengar langkah kaki dari sekelompok orang yang memasuki toilet. Lexi tidak terlalu peduli, namanya juga toilet umum, siapa saja bisa masuk, kan?

"Eh, tuh cewek ngeselin banget gak sih?" ucap seorang gadis dari luar bilik toilet Lexi.

"Siapa?" tanya suara yang lainnya.

"Itu tuh, si Lexi."

Gerakan Lexi yang sedang membenarkan celananya pun seketika mengentikan tangannya saat telinganya mendengar namanya disebut.

"Oh, Lexi... Dari dulu emang tuh cewek ngeselin kan," balas si teman cewek yang pertama tadi.

'Anjir! Emang gue ngapain?!' kesal Lexi dalam hati.

"Dia tuh pick-me tau gak, sok-sokan temenan sama geng Phoenix."

"Iya, mana sombong banget lagi. Pasti cuma mau deketin si Jovan tuh."

"Modal kaya sama cantik doang. Masih mending kita, cantik-cantik tapi gak gatel hahaha."

"Bener banget hahaha, emang gatel tuh cewek, kayak lonT*."

BRAKK!

Kedua mahasiswi itu pun terperanjat. Mata mereka seketika membelalak saat melihat orang yang baru saja membuka pintu bilik toilet dengan kasar adalah orang yang mereka bicarakan.

"L-Lexi?"

Wajah Lexi sudah terlampau datar, tapi mereka masih bisa melihat kilat amarah di mata gadis itu. Nyali mereka menciut melihat tatapan tajam Lexi.

"Lo bilang apa tadi?" tanya Lexi dengan nada dingin.

Lexi melangkahkan kakinya mendekat secara perlahan membuat kedua perempuan itu ikut memundurkan diri mereka.

"Apa? Pick-me? Gatel? LonT?" ucap Lexi.

Kedua mahasiswi itu hanya terdiam dan menatap Lexi dengan takut. Mereka tetap mundur pelan-pelan.

"JAWAB GUE ANJ*NG!"

"Aaaa!" teriak mereka bersamaan karena takut.

"Ng-nggak Lex, k-kita... Kita gak ngomong apa-apa kok," cicit salah satu mahasiswi itu.

Lexi tersenyum miring, "gue jelas denger kalian ngomongin hal-hal busuk kayak gitu di belakang gue."

Lexi semakin mendekat, kedua mahasiswi itu sudah tidak bisa mundur lagi karena terhalang dengan wastafel di belakang mereka.

"Gue gak kenal ya sama kalian berdua, tapi kalian udah berani ngomong kayak gitu tentang gue. Beraninya ngomong di belakang doang, Pengecut!"

"Udah gak kaya, gak good-looking lagi! Pantes ngatain orang, kalian cuma iri sama gue," hina Lexi tepat di depan wajah mereka.

"Hiks...," isakan tangis kedua mahasiswi itu mulai terdengar.

Sudut bibir Lexi semakin terangkat melihat mereka menangis ketakutan, "nangis aja! Nangis terus! Ngeledek orang, giliran diledek balik, langsung mewek! Cih! Kalian berdua tuh yang lonT*."

Mereka berdua hanya bisa menunduk dan menangis. Lexi benar-benar menyeramkan, tidak hanya penampilannya yang sangar, ternyata lidahnya juga tidak kalah sangar. Gadis-gadis itu langsung kena mental.

"M-maafin kita, Lex," cicit salah satu mahasiswi.

"K-kita gak bakal ng-ngomongin lo lagi," imbuh yang lainnya.

"Awas aja kalau sampai gue denger kalian ngejelekin gue lagi, gue bakal kasih kalian pelajaran," ancam Lexi.

Kedua mahasiswi itu hanya bisa mengangguk pelan. Mereka benar-benar tidak sanggup menatap wajah gadis cantik tapi kejam di depan mereka itu.

Sekarang mereka paham, Lexi mendapatkan julukan 'Ratu Es' bukan tanpa alasan. Wajah cantik dan dingin yang seperti es, harta melimpah yang membuatnya secara tidak langsung memiliki kekuasaan di kampus. Dan satu lagi, lidahnya yang tajam dan perilakunya yang tidak segan untuk membalas orang yang mengganggunya membuat gadis itu seolah-olah tidak bisa dikalahkan.

...----------------...

1410 kata

...Jangan lupa like, komen, dan vote ya kalau kalian suka... Author akan sangat senang dengan apresiasi kalian ♥♥...

Terpopuler

Comments

calliga

calliga

Lanjut thor semangatt

2023-07-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!