Bab 3
Deru ratusan motor menggema di luar markas black horses. Mereka adalah anggota dari kelompok geng motor Eagle eye dan blue sky yang bersatu untuk menyerang black horses untuk membunuh Xavia Linn.
Dibanding dengan jumlah mereka, tentu saja geng black horses kalah banyak.
“Sekarang Richard telah memperlihatkan sifat aslinya, kau lihat bukan, bagaimana sikap lelaki yang selama ini kau anggap sebagai malaikat itu? Bahkan dia ingin melihat kau hancur tak tersisa,” ucap Kenard menyadarkan Xavia.
Xavia sendiri juga tidak menyangka, kalau Richard yang dicintainya hanya memanfaatkannya saja. Selama ini ternyata dia berpura-pura mencintai.
Tujuan mereka adalah melenyapkan Xavia. Anggota black horses yang masih tersisa tetap melawan mereka di depan untuk melindungi Xavia.
Begitu pula dengan Kenard melawan dari mereka yang berusaha masuk ke dalam, dengan bersenjatakan pisau di tangannya.
“Masuklah ke dalam, Xavia! Cari tempat yang aman!” perintah Kenard sambil melawan mereka yang mencoba mendekat.
Xavia masuk ke dalam rumah kayu bercat putih itu. Ia mengunci rapat berlindung di balik pintu.
Namun tak lama berselang, kobaran api menjalar ke dinding samping bangunan tersebut. Di luar rumah dikepung oleh api, asapnya membumbung masuk ke dalam rumah, membuat Xavia merasa sesak.
Kenard melihat kobaran itu berlari panik. Mencoba membuka pintu akan menyelamatkan Xavia, tapi terkunci dari dalam.
“Xavia!” teriaknya khawatir.
“Kenard, tolong aku!”
Kenard semakin panik, mendobrak pintu dengan beberapa kali hentakan tubuhnya.
Asap mendominasi di dalam rumah, hingga membuat jarak pandang terbatas. Kenard mencari Xavia, ternyata sedang terlukai lemas karena terlalu banyak menghirup asap.
“Tidak akan terjadi apa-apa padamu, Xavia. Seperti janjiku pada Tuan Axton, aku akan selalu melindungimu.” Kenard membopong tubuh Xavia keluar, melewati kepulan asap berasal dari api yang membakar sebagian rumah.
Kenard berhasil membawa Xavia keluar dari dalam rumah itu, tetapi siapa menduga, kalau keluar dari satu ancaman, justru bahaya lain mengintai.
Xavia yang berdiri di samping Kenard mejatap marah. Richard berdiri tegap ada di hadapan lengkap membawa senjata di tangan menembak para anggota geng black horses.
Tatapan pria itu begitu dingin dan mengintimidasi. Secara impulsif Xavia ingin berjalan menghampiri untuk meluapkan kekesalannya, tapi Kenard lebih dulu mencegah Xavia.
“Apa kau masih kuat berlari?”
Xavia mengangguk, walau ia sendiri tak yakin apakah bisa berlari atau tidak.
“Bagus. Lebih baik kita berlari dari sini.” Kenard memegang tangan Xavia, mengajaknya berlari, menghindari Richard.
“Melenyapkan satu nyawa, wanita sepertimu, kenapa mereka kesulitan?” ucap Richard sambil menggertakkan gigi, rahangnya mengeras mata bermanik birunya menyipit berjalan mengikuti mereka.
Mereka berdua berlari ke jalanan, tapi Richard masih saja mengimbangi di belakang mereka.
Kenard menautkan tangannya berlari di depan sebagai penunjuk arah. Sedangkan Xavia mengikuti di belakang.
Tanpa sengaja, tangan Xavia terlapas dari tangan Kenard. Lelaki itu mengira, Xavia telah berlari di belakangnya, tapi ternyata perempuan itu terjatuh di atas jalanan hitam.
Posisi Xavia dekat dengan Richard. Seperti tidak memiliki tenaga lagi untuk berlari.
Tatapan Richard dan Xavia menatap lurus satu arah.
Richard sudah siap mengacungkan senjata. Jari telunjuknya bahkan siap menekan pelatuk.
“Aku sangat menyesal telah percaya dan menempatkan kau dalam perasaanku. Ternyata kau adalah pria yang sama sekali tidak memiliki hati! Sikapmu bahkan lebih dari pada seekor buaya!” teriak Xavia.
Richard sama sekali tidak memedulikan ocehan Xavia. Ia terus saja melangkah maju, tetap ke tujuannya awal yaitu melenyapkan Xavia.
“Aku tau kalau kau sangat menyayangi ayahmu. Oleh sebab itu, aku berbaik hati, menyatukan kalian di neraka.” Richard sudah siap menembak.
“Selamat tinggal, Sayang...”
Dua kali suara tembakan menggema,
Dua butir peluru melesat bebas dari induknya. Mengarah lurus pada Xavia yang masih duduk di atas aspal.
Saat Xavia tersadar ada sesosok hangat memeluknya dari depan kini perlahan-lahan terlepas. Kenard tergeletak di hadapannya, demi melindungi dirinya dari serangan senjata api Richard.
“Kenard!” teriak Xavia khawatir. Tangan Xavia merayap ke punggung lelaki itu, merasakan cairan lengket dan hangat berwarna merah mengalir deras dari punggung Kenard.
“Kenard, bangun! Kenard, siapa yang membantuku menghadapi semua ini, kalau kau berbaring seperti ini?!” ucap Xavia panik, khawatir bercampur jadi satu.
Kenard belum sepenuhnya tidak sadarkan diri. Tangannya meraih tangan Xavia, menautkan jemarinya. “Maafkan aku, Xavia. Karena perjuanganku untuk melindungi mu hanya sampai sini,” ucapnya napas tersengal-sengal.
“Kau tidak akan apa-apa, Kenard!” Xavia benar-benar menangis kini melihat teman masa kecilnya sedang terluka parah.
“Xavia, ada hal yang ingin ku sampaikan padamu. Entah kau menerima perasaanku ini atau tidak, yang pasti biarkan aku apa yang ku pendam dalam hati selama ini.”
Xavia memandangnya dengan sangat khawatir. Tapi ia juga tau harus melakukan apa.
“Jangan banyak bicara, Kenard, kalau tidak, kau akan semakin kehilangan banyak darah,” ucap Xavia.
“Jangan cegah aku untuk kali ini, Xavia. Sudah sejak kecil aku menyimpan ini sangat rapat. Xavia aku akan pergi dengan tenang, setelah memberitahumu, kalau aku sangat mencintaimu, Xavia. Aku sangat menyayangimu bahkan lebih dari pada aku menyayangi Tuan Axton yang telah merawat ku.”
Xavia sebelumnya panik kini menjadi terdiam sejenak, setelah mendengar ungkapan perasaan Kenard. Ia terkejut sebab selama ini hubungan mereka hanya sebatas teman. Tapi siapa sangka kalau Kenard mencintainya, ia terharu sebab Kenard mengucapkan itu dengan sangat tulus.
“Tolong peluk aku untuk yang terakhir kalinya, Xavia. Biarkan aku menghirup aromamu diembusan napas terakhirku.”
Xavia melakukan apa yang Kenard minta, ia memeluk Kenard erat memegang kepalanya dari belakang. “Bertahanlah, Kenard, aku bersedia, kalau kau ingin memelukku selama yang kau inginkan.”
Tidak ada jawaban dari bibir Kennar, tubuhnya terasa dingin. Xavia tak lagi mendengar atau merasakan napas Kennard. Ternyata orang yang selama ini bersama dengannya benar-benar pergi.
Richard menyeringai melihat adegan di depannya. Tak sedikit pun rasa kasihan ada pada wajahnya.
“Kau boleh puas dengan kemenanganmu, Richard! Kau sudah membunuh orang-orang yang menyayangiku! Tapi aku akan pastikan, kalau kau tidak akan merasakan kebahagiaan, atas apa yang sudah kau dapatkan! Aku bersumpah bahwa tidak akan melepaskanmu, kau akan menerima balasan atas apa yang kau lakukan padaku, Richard!” ancam Xavia sambil mengusap sisa-sisa air matanya.
“Kau benar-benar sendirian sekarang. Jadi, apa yang ingin kau banggakan? Bahkan orang yang selalu melindungi mu sudah pergi menyusul papamu tercinta,” ucap Richard meremehkan.
Richard membiarkan Xavia lari darinya. Lagi pula, kekuatan seorang wanita lemah sepertinya tidak akan bisa melawan Richard.
Namun setelah wanita itu pergi, Richard merasakan sebagian besar hatinya kosong.
Pulang ke rumah semua terasa berbeda sebab tak ada lagi senyuman yang menyambutnya. Richard masuk ke dalam kamar, menyalakan lampu.
Ia melihat Xavia menyilangkan kedua tangannya di depan wajah, menghalau silau masuk ke dalam mata.
“Sudah kubilang, Richard, jangan nyalakan lampu, saat aku masih tidur.”
Sedetik kemudian Richard menyadari kalau itu hanya bayangan semu.
Lelaki itu benar-benar dibuat gila oleh Xavia. Kenangan-kenangan manis di kamar ini, begitu terukir indah. Tak bisa dipungkiri kalau ia merasa jatuh cinta pada Xavia Linn setelah pergi dari sisinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments