...⪻⪼...
Cona terdiam menatap sosok pemuda dengan jubah hitam-perak di depannya. Pemuda itu tersenyum menatap Cona dan berjalan mendekat ke arahnya sembari mengecup pelan punggung tangan kanan Cona. Gadis itu kaget dan segera menarik tangannya dengan wajah bersemu karena tindakan tiba-tiba pemuda di depannya. Mata heterochromia (mata berbeda warna) pemuda itu sedikit berkilau dengan wajah menguntai senyum, kembali mundur dan berdiri tegak menatap Cona.
“Di mana ini? Apa aku sudah mati?”
Cona bertanya menatap sekitarnya.Pemuda berjubah itu mengangguk. Cona terdiam dan kembali menatap kedua kakinya yang kini dapat di rasakannya dan tersenyum kecil.
“Hanya itu? Anda menerima bahwa Anda sudah mati?”
Suara pemuda itu terdengar tidak puas dan menatap heran Cona yang tampak tenang.
“Aku lebih takut kehilangan seseorang dari pada kematian. Karena aku sudah kehilangan keluargaku jadi kematian tidak menakutkan lagi,” jawab Cona menatap jemari kakinya yang bergerak sesuai keinginannya.
Pemuda berjubah itu tersenyum dan merentangkan jubah hitam-peraknya, segera sekitarnya berubah menjadi ladang bunga penuh warna. Cona terpesona menatap warna-warni di depan mata, kakinya melangkah dan menyentuh pelan rumput halus di bawahnya.
Beberapa kupu-kupu terbang di sekitarnya, gadis itu memetik salah satu bunga lavender dan tersenyum lebar. Sosok pemuda di belakangnya tersenyum dan mendekat ke arah Cona, menepuk pelan pundak gadis itu dan berbisik tepat di telinganya, “Apa Anda senang, Nona?”
Cona mengangguk dan sedikit menjaga jarak. Pemuda itu terkekeh dan menatap Cona dengan wajah serius. Atmosfer di sekitarnya langsung berubah dan Cona menatap pemuda di sampingnya yang kini menampilkan wajah datar.
“Saya tidak punya banyak waktu. Tapi ada tugas yang harus Anda selesaikan, Nona. Saya harap Anda bersedia melakukannya.”
Suara pemuda itu terdengar mengalun dan sampai ke telinga Cona yang menatapnya heran.
“Anda adalah jiwa yang terpilih Nona karena itu Anda harus menyelesaikan kisah yang tak ada akhir. Anda harus mencari akhir terbaik untuk kisah dan dunia ini.”
Pemuda itu berucap dan menatap Cona yang terdiam. Hembusan angin menerbangkan beberapa kelopak bunga di sekitar mereka. Cona mengernyit mendengar penuturan pemuda itu, dan mulai berpikir.
“Apa itu kisah dalam novel Jalan Takdir?” tanya Cona dan pemuda berjubah itu mengangguk perlahan, menatap Cona dan menjentikkan kedua jarinya. Buku dengan sampul coklat karya sang sahabat itu hadir di tangan sang pemuda.
“Sebenarnya saya hanya berniat meminta Anda untuk menyelesaikannya di dunia Anda. Namun, penyihir itu ... malah membunuh Anda jadi saya tidak punya pilihan selain membawa jiwa Anda masuk dan menyelesaikan semua kisahnya,” terang pemuda itu melirik Cona yang tetap diam.
“Anda sudah membacanya kan, Nona?”
Pemuda itu kembali bertanya sembari membalik halaman buku dengan sampul coklat di tangannya. Cona mengangguk pelan menatap novel yang berada di dalam tasnya saat kecelakaan itu terjadi.
“Jadi apa jawaban anda, Nona?”
Cona terdiam sejenak dan menghela nafas merasa dirinya tidak beruntung karena bukannya bertemu dengan keluarganya setelah kematian gadis itu justru harus masuk ke dunia lain. Cona mengangguk dan menatap pemuda berjubah di depannya yang kini tersenyum kemudian menutup mata heterochromia nya dan mulai merapalkan mantra yang tak Cona pahami. Cahaya perak dari lingkaran mantra hadir di bawah kaki Cona dan manik mata coklatnya menatap pemuda berjubah di depannya yang kini membuka mata.
“Saya harap anda bisa menyelesaikan semuanya, Nona. Dunia kami sudah sekarat dan hanya Anda yang bisa membantu.”
Cona kembali mengangguk. Pemuda itu kembali menguntai senyum dan berbisik pelan saat cahaya perak semakin menghambat jarak pandang keduanya.
“Ada kejutan untuk Anda dan itu hadiah dari saya. Terima kasih atas kebaikan hati anda, Nona.”
Pemuda itu membungkuk sebagai tanda hormat, Cona yang hendak bertanya maksud kalimat sang pemuda mengeluh tertahan saat cahaya perak mengaburkan pandangan dan menarik kesadarannya menuju kegelapan. Dalam rasa sunyi telinga Cona samar-samar mulai menangkap suara, suara berat seorang pemuda yang terus memanggil nama seseorang. Nama yang tak gadis itu kenali.
Cona mulai dapat merasakan jemari tangannya, indranya yang lain juga mulai datang padanya dan gadis itu mulai membuka kelopak matanya perlahan. Menyesuaikan matanya dengan langit-langit kayu di atasnya Cona tersentak dan bangkit duduk. Gadis itu mengerang saat merasakan rasa sakit di seluruh tubuhnya dan suara tertahan seseorang menyadarkannya.
Gadis itu menoleh menatap seorang pemuda dengan rambut hitam dan mata navy yang berkaca-kaca. Pemuda di depannya bergegas memeluk tubuhnya erat dan Cona merasakan bahunya sedikit basah. Gadis itu memandang sekitar dengan bingung, rumah kayu yang kecil tapi terasa hangat, ranjang kayu dengan selimut tebal dan perapian yang menyala serta pemuda yang memeluknya erat. Jemari tangan Cona bergerak dan mengelus punggung sang pemuda berusaha menenangkannya. Pemuda itu bangkit dan menatap Cona dengan wajah haru, sementara gadis itu bingung dengan situasi di depannya.
“Ada yang sakit, Dik? Apa masih pusing? Atau perbannya kurang nyaman?”
Pemuda itu bertanya sembari duduk di kursi kayu di samping tempat tidurnya dan menatap Cona khawatir. Gadis itu menggeleng perlahan dan tersenyum canggung, kepalanya terus berpikir tentang keadaan yang terjadi, gadis itu butuh informasi yang mendukungnya untuk bertahan hidup.
Pemuda di depannya mengangguk dan tersenyum, menepuk pelan kepala Cona dan keluar dari kamar sang gadis hendak memasak makan malam untuk mereka berdua. Cona mengangguk dan kembali menampilkan senyum. Kepalanya mulai berdenyut sakit karena duduk terlalu lama, gadis itu memutuskan untuk berbaring sembari menunggu pemuda tadi kembali.
“Apa yang terjadi? Di mana lagi ini? Dia siapa dan aku siapa?” tanya Cona mengangkat tangannya ke arah langit. Kulitnya pucat bahkan pergelangan tangannya tampak kecil, Cona melirik tubuhnya yang tampak kurus dan meraih rambut hitam sepunggungnya yang mengkilap dan halus.
“Halus sekali ... aku jadi iri ... Shampo apa yang digunakan pemilik tubuh ini? Bahkan rambutku di dunia sebelumnya tidak sehalus ini,” gumam Cona terus mengusap pelan rambutnya. Harum masakan mulai tercium oleh indra penciumannya membuat perutnya bergemuruh dengan rasa lapar.
Cona menghela nafas menatap langit-langit kayu di atasnya. Tubuhnya terasa lemah dan gadis itu baru menyadari ada perban yang membalut kaki kanannya yang membuatnya sulit bergerak. Cona mulai memikirkan nasib kucing hitam yang hendak ia selamatkan dan juga sosok hitam yang menyeringai saat dirinya sekarat. Termasuk pemuda dengan mata heterochromia yang menawarinya kehidupan di dunia lain, mata coklat dan perak yang menawan, dan tingkah sang pemuda yang tiba-tiba mencium punggung tangannya membuat Cona kembali memerah.
Cona berseru pelan dan memeluk bantalnya berusaha menyingkirkan bayang-bayang pemuda berjubah hitam-perak itu dari ingatannya. Gadis itu berbalik menghadap jendela kamarnya yang dihiasi dengan bunga anggrek biru dan sosok hitam kecil yang mengganggu keindahan sang anggrek.
“Syukurlah Anda sampai dengan selamat, Nona.”
...⪻⪼...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Cialshintar
berani sekalii
2023-08-25
1
FY Han
mata heterochromia itu apa kak?
2023-07-25
1
calliga
Cemangattt!!
2023-07-13
1