05. Pertengkaran Orang Tua Azriel

Setelah di ajak makan malam itu, Azriel bingung apakah dia akan pulang atau tidak. Karena dia sangat malas untuk pulang ke rumah, dan sudah pasti akan mendengar pertengkatan kedua orang tuanya lagi. Setiap malam dia bahkan sering melihat perdebatan kedua orang tuanya.

Dia duduk merenung di bangku teras rumah Qilla, motornya juga masih di sembunyikan di belakang gerobak cilok milik Qilla yang rusak itu.

"Apa gue harus pulang ke rumah juga malam ini ya?" gumam Azriel.

Dalam gelapnya malam di luar itu, Azriel masih bimbang. Muncul dari dalam rumah Qilla, dia berdiri di depan pintu. Menatap Azriel yang sedang termenung di bangku teras rumahnya.

"Kenapa diam aja di sini? Katanya mau pulang?" tanya Qilla ketus.

"Iya, gue pulang. Tapi nanti dulu, agak malam. Takutnya nanti polisi masih berkeliaran cari gue." kata Azriel.

"Oh ya, jangan lupa kamu bayar uang gantu rugi gerobakku yang rusak itu." kata Qilla lagi mengingatkan.

"Ck, takut banget gue ngga bayar."

"Kan kamu sendiri yang janji mau ganti rugi gerobakku yang rusak. Kenapa sewot sih." ucap Qilla lagi.

"Iya iya gue bayar sekarang." kata Azriel.

Dia mengambil dompetnya di saku celana belakangnya, tapi sialnya dompetnya itu mungkin jatuh tadi saat kejar-kejaran dengan polisi atau di jalan waktu menabrak gerobak Qilla.

"Waah, dompet gue hilang. Mampus gue kalau dompet gue di temukan sama polisi itu." ucap Azriel panik dan bingung.

Kemana dia harus cari dompet itu, mengingat-ingat di mana dia tadi sore menabrak Qilla. Dan pun mendongak pada Qilla, gadis itu mengerutkan dahinya.

"Kenapa?"

"Dompet gue kayaknya jatuh deh waktu nabrak gerobak lo di jalan gang itu." jawab Azriel.

"Jangan bohong deh." kata Qilla tidak percaya ucapan Azriel.

"Sumpah, dompet gue hilang. Mungkin di gang itu atau di tempat pertama gue sembunyi." kata Azriel meyakinkan Qilla.

"Lha terus, kamu harus ganti rugi gerobak aku!"

"Iya, gue ganti. Ck, bawel!"

Qilla menatap tajam pada Azriel, dia mendengus kesal dengan Azriel yang dia kira berbohong.

"Pokoknya kamu harus ganti rugi!"

"Iya, ngga percaya amat sih."

Azriel bangkit dari duduknya, dia melangkah menuju tempat di mana motornya masih di sembunyikan. Membongkar kayu-kayu yang menutupi motornya, Qilla memperhatikan apa yang di lakukan Azriel.

"Kamu mau kabur lagi?" tanya Qilla.

"Gue mau ambil uang buat ganti rugi gerobak lo. Lo mau ikut?" tanya Azriel.

"Boleh. Siapa takut."

"Eh? Kagak jadi, gue pulang sendiri aja ambil duit dan nanti gue kesini lagi." kata Azriel meralat ucapannya itu.

"Ngga! Aku ikut!"

"Dih, maksa."

Qilla diam saja, dia segera masuk ke dalan rumahnya. Sedangkan Azriel sudah bisa mengeluarkan motornya dari tempat persembunyiannya itu.

_

Azriel melajukan motornya pelan, udara dingin malam hari mulai menyentuh pori-pori gadis yang sepertinya kedinginan. Azriel melirik di kaca spion, dia melihat Qilla sepertinya kedinginan.

Motorpun menepi, Azriel menghentikan kawasaki versys 250nya di pinggir jalan. Dia melepas jaketnya, membuat Qilla heran dengan apa yang di lakukan oleh Azriel.

"Nih, pakai jaket gue. Gue lihat lo kedinginan, padahal masih jam delapan malam tapi lo kelihatannya jarang kena angin malam ya." kata Azriel menyerahkan jaket pada Qilla.

"Eh, ngga usah. Aku biasa aja sih kena angin malam begini. Udah cepat jalan aja, nanti tambah malam lagi." kata Qilla menolak tawaran Azriel menyerahkan jaketnya.

"Ya udah kalau ngga mau. Gue ngga maksa." ucap Azriel ketus.

Biasanya jika teman Azriel di beri perhatian seperti itu olehnya malah senang. Tapi Qilla tidak, dia bahkan menolaknya. Membuat Azriel merasa aneh dengan gadis yang baru dia kenal tiga hari lalu itu.

Motor melaju dengan pelan, Azriel ingat kembali jika malam hari seperti ini mamanya pasti sudah pulang. Selang satu jam papanya pulang. Atau bahkan tidak pulang sama sekali, menginap di rumah sakit. Karena papanya juga seorang dokter bedah di rumah sakit di mana dia bekerja.

Berharap papanya tidak pulang malam ini, hanya mamanya saja. Sehingga dia tidak melihat keduanya ada di rumah dan tidak bertengkar di depan Qilla.

"Qilla, besok aja ya ke rumah guenya. Gue antar lo pulang deh, gue janji bawa uang ke rumah lo." kata Azriel mencoba merayu Qilla.

"Sebentar lagi kan sampai rumah kamu, udah cepat jalan. Besok aku mau ke tukang kayu beresin gerobak cilokku, makanya malam aku harus dapat uang dari kamu." kata Qilla masih kekeh ingin cepat ke rumah Azriel dan meminta uangnya.

"Ck, nih cewek keras kepala banget sih. Lo ngga percaya sama gue?"

"Iya."

"Ya ampun, gue bukan cowok yang suka ingkar janji. Gue pasti bayar ganti rugi gerobak lo!" ucap Azriel.

Dia menghentikan motornya di tepi jalan, di mana di depannya ada sebuah kantor polisi. Azriel menyuruh Qilla turun dari motornya, dan gadis itupun turun. Dia kesal sekali dengan sikap Azriel seperti itu.

"Kenapa kamu berhenti lagi?" tanya Qilla kesal.

"Lo itu cewek keras kepala, kenapa juga gue harus bawa lo pulang ke rumah gue. Cuih! Cewek matre, emangnya ngga ada uang lagi apa buat bikin lagi tuh gerobak?!" kata Azriel yang mulai kesal sekali dengan gadis di hadapannya.

Qilla melotot, dia menarik napas kasar. Tatapannya beralih pada kantor polisi, tanpa berkata apa-apa Qilla pun melangkah pergi menyeberang jalan. Dia hendak menuju kantor polisi dan berniat akan melaporkan Azriel.

"Eh lo mau kemana?" teriak Azriel.

"Aku mau ke kantor polisi, mau melaporkan kalau laki-laki yang ada di hadapanku ini adalah kelompok geng motor yang suka meresahkan warga sekitar karena membuat orang terganggu, dan juga mau lari dari tanggung jawab tidak mau ganti rugi gerobakku!" teriak Qilla mengancam Azriel.

Dia berjalan lagi meninggalkan Azriel, sedangkan laki-laki itu terkejut. Dia berjalan cepat menarik tangan Qilla dan membawanya ke motornya lagi. Menyuruh Qilla naik motor.

"Naik, gue antar ke rumah gue. Gue bayar langsung ganti ruginya sama lo sekarang juga." ucap Azriel setelah mendengar ancaman Qilla.

Qilla mendengus kasar, dia lalu menaiki motor Azriel. Motor melaju cepat meninggalkan tempat di mana kantor polisi di depannya. Azriel tidak mau jika polisi tahu dirinya termasuk geng motor yang suka sekali balapan liar. Bisa-bisa dia akan di cincang oleh geng motornya karena tertangkap polisi.

Dia mengenakan jaketnya lagi, lalu menyalakan mesinnya dan melajukan motor dengan cepat. Kondisi jalanan sudah mulai terurai, dia melaju dengan kencang.

_

Sesampainya di depan rumahnya, Azriel berhenti. Dia tidak langsung masuk, memastikan mobil papanya tidak ada di depan halaman. Dan memang dia tidak melihat mobil papanya di sana, Azriel merasa lega. Setidaknya Qilla tidak melihat kedua orang tuanya bertengkar lagi.

Motor memasuki halaman rumah besar itu, Qilla tampak takjub melihat rumah besar milik Azriel. Dia pun turun dari motor laki-laki itu, menatap setiap sudut rumah dan tampak halaman rumah yang luas. Di depannya taman bunga yang tertata rapi.

"Waah, rumah kamu besar dan bagus juga ya." kata Qilla.

"Ini rumah nyokap bokap gue. Bukan punya gue." kata Azriel.

"Tetap saja kamu tinggal di rumah ini, apa bedanya?" kata Qilla.

"Bedalah, gue cuma numpang di rumah ini." kata Azriel ketus.

Tatapan tajam dia dapatkan dari gadis di sampingnya, bibir Qilla mencebik lalu dia berjalan di depan Azriel. Berhenti di depan pintu, menunggu sang empunya rumah mempersilakan dia masuk. Senyum seringai tipis dibibir Azriel, menebak kalau Qilla akan di ajak masuk ke dalam rumahnya.

"Lo tunggu di sini, gue aja yang masuk dan ambil ATM di kamar gue." kata Azriel.

"Cih, ada tamu suruh nunggu di luar. Tuan rumah tidak ramah." ucap Qilla.

Azriel membuka pintu rumahnya, tak mengindahkan gerutuan Qilla. Dia masuk ke dalam rumah, melihat sekeliling tidak ada orang. Para pembantu juga sepertinya sudah tidur, dia melangkah menuju kamarnya.

Baru juga tangannya memegangi handel, teriakan dari mamanya menggema di belakangnya.

"Dari mana kamu? Kenapa baru pulang sekarang?!" tanya mamanya di belakangnya.

"Ck, dari rumah teman ma. Aku nginap di sana." jawab Azriel.

"Harusnya kamu bilang sama mama, kenapa menginap tidak bilang-bilang. Mama jadi khawatir." kata Sintya.

"Sebaiknya urus saja urusan mama itu, aku udah besar ma." kata Azriel.

"Azriel, kamu itu. Di bilangin sama mama malah melunjak, ini akibat pergaulan teman-teman geng motormu itu." kata Sintya lagi.

Azriel mendengus kasar, dia tidak mau meladeni mamanya.

"Biarkan saja ma, Azriel itu sudah besar. Kenapa di larang-larang." kata papa Azriel tiba-tiba datang.

Azriel menoleh ke belakang, dia melihat papanya datang. Alisnya mengerut, dia tidak melihat papanya heran atau bertanya di depan ada Qilla.

"Ini juga semua gara-gara papa. Papa kasih dia motor itu, jadinya sering keluar malam, bahkan tidak pulang!" ucap Sintya kini menyalahkan suaminya.

"Lho, kok papa sih? Mama juga salah, seharusnya mama mengingatkan dia agar menjaga diri dan jangan pergi. Kenapa papa yang di salahkan." kata Ryuzi.

"Kalau papa memperhatikan Azriel, dia pasti akan jadi lebih baik pa."

"Tugas ibu itu menjaga anak, suami yang cari nafkah. Seharusnya mama tuh yang harus menjaga Azriel agar jangan pergi-pergi terus!"

"Cukup! Kalian selalu saja bertengkar. Kalau begini, bagaimana aku betah di rumah?! Setiap malam kalian selalu saja bertengkar di depanku." kata Azriel dengan kesal sekali.

Suaranya menggema hingg terdengar sayup-sayup dari luar. Qilla yang tadi diam saja, kini heran mendengar suara teriakan Azriel dan kedua orang tuanya.

"Apa mereka bertengkar? Masa bertengkar sih?" ucap Qilla masih mendengarkan Azriel berteriak.

"Azriel, bukan begitu sayang. Mama hanya tidak suka papa kamu dekat dengan asistennya." kata Sintya.

"Apa lagi papa, papa benci mama dekat dengan berondong itu. Laki-laki matre yang selalu saja maka beri hadiah-hadiah." ucap Ryuzi.

"Heh, apa papa juga tidak begitu? Sama saja pa. Papa juga lebih banyak memberikan hadiah sama asisten papa itu." ucap Sintya lagi.

Azriel masuk ke dalam kamarnya, dia malas sekali medengar dan melihat kedua orang tuanya saling menuduh dan menyalahkan. Niatnya ingin tenang dan tidur nyenyak di kamarnya. Tapi harus melihat lagi kedua orang tuanya bertengkar.

Azriel mengemasi bajunya beberapa helai, dia akan pergi dari rumahnya sementara waktu. Membiarkan kedua orang tuanya sadar akan kesalahannya tanpa harus memberitahu kenapa dia berubah akhir-akhir ini.

"Kamu mau kemana Azriel?" tanya Sintya melihat anaknya berkemas baju-bajunya.

"Aku muak melihat mama dan papa bertengkar terus!" jawab Azriel.

Azriel langsung keluar dari kamarnya, tak lupa juga dia membawa dompet serta ponselnya yang tertinggal di kamarnya akibat terburu-buru. Dia keluar rumah, melihat Qilla diam keheranan melihatnya sudah membawa tas ransel.

"Gue antar lo pulang ke rumah." kata Azriel menarik tangan Qilla cepat.

"Azriel, tunggu!"

_

_

**********

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!