04. Interogasi ( Revisi )

Azriel keluar dari persembunyiannya, dia tatapnya Qilla dan ibunya yang sedang menatapnya dingin. Terutama ibu Qilla, wajahnya tegang dan sedikit takut jika benar apa yang di katakan Qilla. Laki-laki di depannya adalah buronan polisi.

"Keluar kamu!" kata ibu Qilla memerintah Azriel di belakang tumpukan kayu.

"Iya bu, maaf." jawab Azriel.

Laki-laki itu keluar dari persembunyiannya, melihat ke depan apakah polisi tadi masih ada di depan. Tapi Qilla tahu Azriel takut polisinya masih ada.

"Udah pergi, cepat keluar!" kata Qilla.

"Cih, galak bener jadi cewek." kata Azriel.

"Kamu yang salah, kenapa tadi ngga sekalian aja aku kasih tahu kamu sembunyi di sini." ucap Qilla ketus.

"Udah Qilla, suruh masuk dia." jawab ibunya merasa kasihan pada Azriel.

"Kok di suruh masuk sih bu?" tanya Qilla.

"Ibu mau tanya-tanya sama dia, ibu ngga mau ya di tuduh sembunyikan buronan. Makanya ibu mau interogasi dia." kata ibunya lagi.

Qilla mendengus kesal, tapi akhirnya dia mengajak Azriel masuk ke dalam rumahnya. Laki-laki itu pun mengikuti kemana langkah Qilla menuji, dan tentu saja mereka memasuki rumah sederhana. Qilla membawa Azriel duduk di ruang tamu, di sana ibunya sudah menunggunya untuk menanyakan kenapa Azriel bisa jadi buronan polisi.

"Jadi, anak ini siapa?" tanya ibu Qilla bernama Nima.

"Saya Azriel bu." jawab Azriel.

"Dia tadi yang nabrak gerobak cilok aku bu." kata Qilla menyambungi.

"Iya, ibu tahu. Kan tadi sudah cerita, ibu cuma mau tanya kenapa nak Azriel bisa di kejar polisi?" tanya ibu Nima.

"Di kira saya buronan pengedar narkoba yang lari bu. Makanya saya lari dan sembunyi di belakang sana." jawab Azriel.

"Ya kenapa lari? Mending menyerahkan diri, bisa ringan kok hukumannya dari pada lari jadi buronan." kata ibu Nima lagi.

"Lha, saya bukan buronan bu. Sudah saya bilang, saya hanya terduga. Awalnya saya emang ikut-ikutan kumpul sama anak geng motor, nah polisi itu curiga kalau geng motor kelompok saya itu ada pengedar narkobanya juga. Makanya saya dan teman-teman saya di kejar polisi, lha saya ngga merasa jadi pengedar narkoba kok. Masa saya harus menyerahkan diri." kata Azriel.

"Tapi tadi polisi bilang pengedar narkoba. Ibu ngga mau ya menyembunyikan buronan pengedar narkoba." kata ibu Nima.

"Sumpah bu, saya bukan pengedar narkoba. Polisinya aja itu salah sasaran, kenapa gue yang di kejar-kejar." ucap Azriel jadi kesal.

"Karena kamu kabur, harusnya tadi jelaskan sama polisi. Bukan saya pengedar narkobanya, malah naik motor ugal-ugalan jadinya nabrak gerobak cilokku." kata Qilla sinis menatap Azriel penuh kekesalan.

"Yaelah, kan aku udah bilang. Kalau gue mau di tangkap, pastinya gue harus menginap di penjara. Ogah banget tidur di sana." kata Azriel lagi.

"Ya sudah, sebaiknya nak Azriel pulang saja. Mending sembunyi di rumah, lebih aman." kata ibu Nima.

"Rumahku pasti di curigai bu, emm apa boleh saya menginap barang sehari? Heheh." tanya Azriel.

"Heh, jangan ngelunjak kamu ya! Udah bagus tadi di tolong dan ngga aku kasih tahu sama polisi." kata Qilla tiba-tiba marah sama Azriel.

"Sudah-sudah. Ini juga sudah mulai gelap, tidak baik juga kalau pergi di waktu petang. Sebaiknya biar saja nak Azriel di rumah, kalau sudah malam silakan pulang. Mungkin polisinya sudah pulang ke kantornya." kata ibu Nima.

Perempuan paruh baya itu bangkit dari duduknya, dia melangkah menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Sedangkan Azriel masih duduk diam di tempatnya, melirik ke arah Qilla yang berdiri saja.

"Emm, apa ada makanan?" tanya Azriel dengan malu-malu.

"Hah! Tidak tahu malu, sudah punya salah tapi mau minta makan. Berasa ******* kami ini, sengaja menyembunyikan buronan polisi. Malah minta makan, menyesal aku tadi berbohong kalau buronan di sembunyikan." kata Qilla dengan ketus.

"Udah gue bilang, gue bukan buronan. Maksud polisi itu buronan ya bandar narkoba, kenapa lo benci banget sama gue sih? Ya udah, kalau ngga mau nolong gue. Gue pergi aja." kata Azriel kesal dengan Qilla yang jadi sinis terus padanya.

"Qillaa! Cepat bawa sini nak Azriel suruh makan. Pasti dia lapar!" teriak ibu Nima dari arah dapur.

"Ibunya aja baik, kenapa lo jadi judes gitu sih." ucap Azriel lagi.

Tanpa menunggu Qilla mengajaknya, Azriel pergi ke arah dapur dengan cepat. Dia senang malam ini ada di rumah itu meski harus berdebat sama gadis yang dia tabrak sebenarnya. Setidaknya dia bisa makan dengan tenang malam ini, tanpa harus di kejar polisi atau selalu saja mebdengar teriakan mama dan papanya di rumah.

Qilla mengikuti dari belakang, bibirnya bersungut karena kesal juga ibunya jadi baik pada laki-laki yang sedang bersembunyi di rumahnya. Dia memperhatikan Azriel duduk dengan tenang di depan meja berukuran swgi empat kecil, hanya cukup empat meja setiap sisinya satu meja.

Ibu Nima menoleh ke arah anaknya yang diam saja dengan wajah kesal pada Azriel. Perempuan berwajah adem itu menarik napas panjang dan menyuruh Qilla duduk bersama untuk makan.

"Qilla, cepat duduk. Ayo makan sama-sama, ibu tadi masak ikan tongkol dan tumis sayur pakis. Makan seadanya aja ya nak Azriel." kata ibu Nima menyuruh anaknya duduk untuk makan.

"Ibu mudah sekali percaya sama dia." kata Qilla melirik pada Azriel.

"Ya, setidaknya jika dia benar buronan polisi yang di cari. Dia harus makan dulu mengumpulkan tenaga buat lari lagi dari rumah ini untuk sembunyi kemana." kata ibu Nima menanggapi.

"Terima kasih ibu mau baik sama saya, tapi sumpah bu. Saya bukan buronan polisi itu, saya hanya salah sasaran aja." kata Azriel meyakinkan ibu Nima.

Di tatapnya Azriel penuh selidik, tidak ada kebohongan dalam matanya. Ibu Nima menarik napas panjang lalu mengangguk, Azriel pun senang akhirnya ibu Qilla itu percaya padanya.

"Sudah Qilla, ayo makan dulu. Simpan saja kesalmu, tidak baik makan terus hati kamu masih kesal sama nak Azriel. Ibu pikir memang dia jujur, mungkin lagi apes di kejar-kejar polisi sampai harus sembunyi di rumah kita." kata ibu Nima menenangkan anaknya yang masih terlihat kesal pada Azriel.

"Aku kesal bukan karena itu aja bu, gerobakku rusak. Kan harus di perbaiki buat jualan lagi, besok jadi ngga bisa jualan keliling karena gerobaknya rusak. Tadi cilokku masih banyak juga pada tumpah dan jatuh, mana bisa di jual lagi. Rugi." kata Qilla lagi menumpahkan kekesalannya.

Kali ini Azriel merasa bersalah sekali, dia diam saja menunduk. Ibu Nima melihat Azriel menyesal, lalu menenangkan lagi Qilla yang masih kesal.

"Mungkin belum rejekinya, Qilla. Jualan itu memang ada rugi dan ada untungnya, ngga harus untung terus. Ya memang hari ini lagi sial, jadi nanti ibu panggil mang Sapri buat perbaiki gerobaknya." kata ibu Nima lagi.

"Emm, nanti aku ganti rugi deh gerobaknya. Jangan marah lagi." kata Azriel.

"Harus ganti rugi! Kalau ngga, aku laporkan kamu sama polisi!" teriak Qilla melotot matanya pada Azriel.

"Dih, sadis banget!"

"Biarin!"

Perdebatan itu pada akhirnya terus berlanjut, acara makan malam itu membuat ibu Nima yang awalnya terasa kaku karena ada Azriel kini jadi lucu saja dengan perdebatan anaknya dan laki-laki yang di anggap buronan itu.

"Ada-ada saja sih."

_

_

********

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!