Episode 3: Masa SMA

Aku dengan hasil NEM tertinggi di sekolah tapi test masuk SMAN di kotaku tidak diterima. Aku akhirnya sekolah di Swasta Katolik dan saat itu termasuk sekolah elite di kotaku dan satu-satunya.

Pagi hari, ibuku sudah menyiapkan sarapan untuk anak - anaknya yang mau sekolah. Ibu menyiapkan nasi di nampan supaya cepat dingin ditambah telur dadar atau lauk yang lain. Kami langsung pakai sendok dan kadang hanya beberapa suap karena takut terlambat.Kadang ibu marah kalau kami hanya sedikit makannya.

Pagi buta kami menembus kabut , berjalan menuju pinggir jalan untuk naik angkot ke kota. Aku satu SMA dengan mbak Vero, aku kelas 1 , mbak Vero kelas 3. Adik bungsuku masih sekolah di SMP Katolik yang jaraknya 3 desa dari rumah, adikku pergi mengayuh sepeda ke sekolah.

Ketika kelas 1 SMA, 88aku kena musibah di sekolah tersebut. Aku terjatuh saat lari, sepatuku tergelincir kerikil , waktu itu sedang loncat jangkit. Hari itu juga aku diantar pulang oleh guruku. Guruku mengatakan hanya keseleo saja, maka ibuku panggil tukang urut ke rumah. Saat diurut terasa sakit sekali, setelahnya kaki menjadi bengkak.,

Ayahku pulang dari kantor, beliau terkaget melihat aku yang tertidur di kamar. Beliau melihat kakiku dan ternyata bengkak. Saat itu juga aku dibawa periksa ke rumah sakit. Aku dibawa ke bagian Rontgen, saat itu juga aku dilakukan tindakan.

Kita menunggu hasil Rontgen, dan ternyata bagian dengkul mengalami retak sekitar 1, 5 cm. Dan tanpa menunggu waktu, kakiku langsung di gips. Dokter yang menangani ku berpesan,

" Riri, tetap sekolah ya, dulu dokter pernah patah tangannya tetap sekolah ".

Sore itu aku pulang dalam keadaan kaki sudah di gips. dan hari - hari aku tetap berangkat

ke sekolah seperti pesan dokter, aku diantar oleh ayahku. Teman teman di sekolah sungguh baik. Saat aku datang membawa kruk, mereka langsung mengambil tas untuk dibawakan. Saat istirahat, teman teman menawari mau titip jajan apa ke mereka.

Saat berangkat dan pergi aku diantar ayah, kadang ayahku menjemput kelamaan, aku jadi gak sabaran, aku jalan pakai kruk ke jalan raya, lalu turun pinggir jalan yang ada delman , dan diantar sampai rumah. Berani juga aku ya... padahal rumahku jauh dari sekolah. Saat itu belum ada HP sehingga tidak ada yang memberitahu kenapa terlambat menjemput. Di sekolah semua temanku sudah pulang , aku beranikan saja pulang .

Saat itu aku masih kelas 1, kaki di gips sebulan tetap sekolah. Bahkan aku masih juara 1 di kelas. Setelah sebulan kaki di gips, saat di buka diharuskan memakai kruk sebulan lagi. Ibu lalu memanggil dukun patah tulang ke rumah. Kakiku di pencet di pergelangan kaki. Pagi harinya, aku bisa jalan tanpa memakai kruk. Dukun patah tulang mengatakan,

" Mbak, pagi kakinya diusap - usap dengan embun pagi yang ada di rumput ya".

Senangnya hatiku, bisa berjalan lagi tanpa menggunakan kruk.

Saat kelas satu , aku merengek - rengek ke ibu minta di kawat giginya. Ada 2 gigi gingsul, dan terlihat berantakan. Ibu menuruti keinginan aku padahal mungkin lebih banyak kebutuhan yang lebih penting. Di bawalah aku ke rumah sakit dekat rumah. Dokter Gigi mencabut Gigi gingsul satu dan di kawat supaya rapi.

Setiap bulan aku kontrol ke dokter gigi, diantar oleh kakak sulungku yang tetap tinggal di kotaku dan serumah dengan kami. Setahun sudah aku menjalani perawatan gigi, dan seperti yang aku ceritakan orang tuaku selalu menuruti keinginan aku.Tapi sebagai anak, aku tidak minta yang berlebihan dan masih dibatas kewajaran.

Di saat kelas 2, aku masuk ke jurusan biologi. Dan aku tetap bersama sahabat aku bernama Nia. Dan lucunya, dudukku selalu bersama Nia sejak kelas 1. Aku sering tidak keluar kelas saat istirahat, dan sering titip teman kalau jajan. Aku masih ingat jajan kesukaan aku,

" Bakpia Coklat".

Aku mungkin dikatakan gadis kuper, jarang bergaul, dan kalau sudah pulang sekolah ya tidak pernah keluar rumah.

Aku kelas 2 tidak juara kelas lagi, sebab juara - juara tiap kelas di kumpulkan menjadi satu kelas. Jadi persaingan sudah berat, tapi aku punya teman cowok yang perhatian denganku. Sebut saja temanku ini bernama Galih.

Galih sangat pintar, dan saat mengerjakan soal yang diberikan guru, kadang dia sudah selesai duluan dan diberikan padaku untuk maju kerjakan di papan tulis. Dia ingin menampilkan aku supaya pintar.

Galih seiman denganku, dan pelajaran agama di sekolah ku hanya agama Katolik. Saat ada tebak tepat Alkitab antar siswa siswa SMA di kotaku, yang di ajukan Galih dan dua temannya. Galih tidak mau kalau bukan aku yang diikutsertakan lomba. Dari kejadian itu sebenarnya sudah kelihatan perhatian Galih kepadaku.

Akhirnya guru agama menunjuk Galih, aku dan salah satu teman untuk mengikuti tebak tepat tersebut. Semangat aku mengikuti lomba tersebut, belajar ya pasti sudah. Dalam pertarungan kami, dalam babak penyisihan itu kami kalah, kami merasa grogi saat lomba. Dan sebenarnya aku grogi juga duduk berdekatan dengan Galih.

Di sekolah, tempat duduk kami bebas,Galih duduk di belakangku. Galih sering menggangguku, dengan meledek - ledek aku. Saat itu aku bercita- cita ingin menjadi suster biara. Saat aku menggunakan anting - anting Galih mengatakan, " Riri, kamu kalau jadi suster nanti tidak boleh memakai anting anting". Selain ledekan itu, Galih mempunyai bahan ledekan yang tak pernah habis tiap harinya.

Saat SMA aku tidak ada rasa tertarik dengan lawan jenis, semua terasa biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Galih selalu mendekatiku, aku biasa saja tanpa ada rasa sedikitpun. Hari - hariku hanya sekolah, membantu pekerjaan ibu dan belajar saja.

Aku tumbuh menjadi gadis berambut panjang yang kalem, cantik dan manis. Setiap hari aku naik angkot, sering ketemu pemuda yang ganteng dan kulihat kalem juga bisa dilihat dari gerak gerik dan ucapannya.

Dari pertemuan yang hampir setiap hari itu, pemuda itu naksir aku. Pemuda itu mengatakan padaku,

" Rumahnya dimana, aku ingin main ke rumah ".

Takutnya aku kepada ibu , Ibu membuat peraturan kepada kami anak anaknya,

" Kalau ingin sekolah, tidak boleh ada yang pacaran dulu" ,

Saat itu kami anak anaknya sangat patuh, tidak ada yang berani berpacaran saat masih sekolah .

Ingat perkataan ibu, aku tidak berani memberikan alamat yang sebenarnya, bisa di marahi ibu.

Aku menjawab dengan alamat palsu dengan pemuda itu, yang bernama Marjoko.

Aku bertemu kembali dengan Marjoko, atau memang dia selalu menunggu aku. Marjoko mengatakan, " Aku kemarin mencari alamat yang kamu berikan, tapi tidak ketemu, aku kehujanan dan sampai sakit. Dalam hati aku ingin tertawa, sampai kapanpun, tidak akan ketemu karena alamatnya palsu.

Saat itu Marjoko berkata lagi,

" Riri, kalau begitu aku jemput kamu di sekolah ya, lalu kita pulang bersama "

Ya ampun aku tambah takut lagi. Marjoko bertanya lagi,

" Kamu mau kuliah atau tidak? ". Dan aku menjawab,

" Aku mau kuliah".

Setiap istirahat, aku melihat luar gerbang, takut Marjoko datang ke, sekolah. Aku takut ibuku marah dan aku tidak boleh kuliah kalau ketahuan pacaran.

bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!