LOVE FIGHTER
Seorang anak laki-laki bernama Dafa membawa sepeda dengan sebuah plastik besar terikat di belakangnya. Dia berhenti di depan sebuah ruko besar dan tampaknya sedang menunggu seseorang dari gedung tersebut. Kakaknya, Asna, yang seorang gadis cantik, tersenyum menjawab pertanyaan Dafa.
“Kak Asna sudah selesai mengajar, kan” tanya Dafa.
“Sudah, Dafa. Yuk, pulang,” jawab Asna.
Dafa dan Asna berjalan sambil Dafa mengiringi sepedanya. Namun, ketika mereka hendak memasuki sebuah gang yang agak gelap, Asna memberi peringatan kepada Dafa.
“Jangan lewat sini, nanti preman kampung bisa mengganggu kita,” kata Asna.
“Tenang aja, kak. Mereka semua gak akan berani melawan Dafa. Selama jantung Dafa masih berdetak, kakak akan selalu aman,” jawab Dafa terkekeh.
Asna tersenyum, merasa aman karena memiliki adik yang berani seperti Dafa. Mereka melanjutkan perjalanan melalui gang, tetapi tiba-tiba ada sesuatu yang menarik perhatian mereka. Dafa menunjuk ke arah sepeda motor yang hancur.
“Lihat, kak. Pemilik motor ini adalah anggota geng motor ‘The Best’. Lambang mereka norak banget, singkatannya TB,” ujar Dafa.
Asna memperhatikan motor yang rusak itu, tampaknya sudah menabrak tembok pembatas perumahan mewah yang berbatasan dengan parit.
“Dafa kok tau? Di mana pemiliknya?” tanya Asna.
“Geng motor TB terkenal banget, kak. Mereka adalah geng motor anak-anak orang kaya dan sering balapan di sekitar lapangan yang tidak jauh dari sini. Yuk, kita cari pemiliknya, pasti ada di sekitar sini,” jelas Dafa.
Bersama kakaknya, mereka berdua mencari pemilik motornya hingga Dafa masuk ke parit.
“Kak, ketemu ni orangnya. Bantuin Dafa untuk menariknya, kak,” Ucap Dafa.
Dengan sekuat tenaga, Dafa bersama kakaknya menarik tubuh pemilik motor yang masih mengenakan helm.
Setelah berhasil menarik tubuh pemilik motor ke bibir parit, lalu Asna memperhatikan sekitarnya.
“Dafa, Itu ada gerobak. kita masukkan aja orangnya ke situ. Baru kita dorong untuk membawanya ke puskesmas.” Kata Asna
Asna menarik gerobak sampai mendekati bibir parit, bersama adiknya saling bahu-membahu menaikkan tubuh pemilik motor itu ke dalam gerobak.
“Haaaaa... Berat juga y, kak. Pasti karena makanan orang ini mahal-mahal sehingga tubuhnya berat.” Ucap Dafa dengan napas terengah-engah.
“Dafa ngaur deh, mungkin karena keberatan dosa kali, karena meresahkan warga.” Kata Asna.
Demikian juga dengan Asna, napasnya yang masih terengah-engah sama seperti adiknya.
Kemudian Dafa mengangkat sepedanya ke dalam gerobak dan bersebelahan dengan tubuh pemilik motor, lalu mereka bersama-sama mendorong gerobak tersebut.
“Neng Asna, apaan tuh yang di dorong? Kayaknya berat amat.”
Tanya seorang laki-laki bersama temannya yang kebetulan berpapasan dengan Asna dan adiknya.
“Orang habis kecelakaan kang Jaja, kayaknya menabrak tembok orang kaya itu.
Tuh motor nya sudah hancur, tolong bantuin dorong kang, berat nih ...!” Pinta Asna.
Pria paruh baya itu langsung menolong Asna dan adiknya untuk mendorong gerobak tersebut, dan yang satunya lagi membawa motor besar itu mengikuti Asna.
Mereka mendorong gerobak tersebut, hingga akhirnya tiba halaman sebuah puskesmas dan langsung membawa masuk pemilik motor yang masih mengenakan helm.
“Siapa yang kalian bawa?” Tanya seorang pria yang memakai jas khas dokter.
“Orang lah mas Bagus, ngak mungkin kami bawa kucing kemari.” Jawab Dafa dengan santai.
“Mas, ngak ngomong sama mu ya Dafa. karena kita berdua masih belum berdamai,” ucap pria yang bernama Bagus.
“Udah dong, mas Bagus. tolong orang ini ya...! mudah-mudahan belum mati ya.” Kata Asna dengan nada yang memohon.
Dokter Bagus yang dibantu oleh perawat, langsung menangani pasien tersebut dan pertama kali mereka membuka helmnya dan perawat tersebut langsung mengagumi ketampanannya.
Seluruh pakaian sudah di gunting, untuk memeriksa luka-luka pada tubuh pemilik motor tersebut.
“Gimana, orang itu mas? dah mati apa belum?”
“Masih hidup orangnya, hanya betis pasien yang terluka. Mas, tidak menemukan memar atau luka di bagian tubuh lainnya.” Jawab dokter Bagus.
Lalu Asna dan Dafa langsung melihat pemilik motor yang masih belum sadarkan diri, lalu Dafa menatap sang dokter dengan tatapannya yang penuh curiga.
“Mas Bagus aneh deh, masa orang itu ditelanjangi...! mas Bagus melakukan apa pada orang itu?” Tanya Dafa dengan raut wajahnya yang curiga.
Dokter bagus menatap Dafa dengan tatapan tajam, seolah-olah mereka berdua musuh bebuyutan, Dafa bertanya demikian karena melihat kondisi pasien yang mengenakan selimut yang hanya bisa menutupi dari perut sampai paha pasien.
“Pakaiannya mas Bagus gunting, untuk memeriksa luka-luka pada tubuhnya, kalau Dafa ngak ngerti sebaiknya di tanya dan jangan bicara sembarangan.” Jawab dokter Bagus dengan cetus.
“Idihhhh...! Sensi amat, dah kyak mamak aja setiap hari Senin.”
Dafa dan dokter Bagus, masih lanjut berdebat. sementara Asna mendekati pasien dan memberikan minyak angin ke area hidung.
Hu.....hum....hu.....
Dokter Bagus dan Dafa berhenti berdebat, karena pasien sudah sadar, lalu mereka berdua langsung mendekati pasien.
“Anak geng motor TB, nama yang norak. Kau siapa namanya? Dan kenapa ngak bawa identitas?” Tanya Dafa.
“Kok, Dafa tau kalau orang ini ngak bawa identitas?”
Kakaknya bertanya dan Dafa membisikkan sesuatu di telinga kakaknya, dan seketika mereka berdua tertawa.
“Asna, berhubung pasien sudah sadar. tolong bawa ke rumah kalian ya. Mas mau tutup klinik dulu, karena mau menjemput kakak mu di kondangan pernikahan Ramli.” Kata dokter Bagus kepada Asna.
Atas permintaan dokter Bagus, akhirnya Asna dan Dafa membawa pemilik motor tersebut ke rumahnya, agar mendapatkan pakaian yang layak, karena pakaiannya sudah koyak.
Sesampainya di rumah dan Papa nya Asna langsung menyambut mereka, dan kemudian ngomel-ngomel kepada mereka berdua.
Papanya ngomel-ngomel karena Asna dan adiknya membawa seorang laki-laki yang hanya mengenakan selimut tipis yang dililitkan di pinggangnya.
Setelah mendengar penjelasan dari Asna yang didukung oleh Dafa barulah papa mereka paham dan kemudian memberikan pakaian untuk pria tersebut.
Beberapa saat kemudian pria itu sudah memakai pakaian pemberian papanya Asna dan terlihat ekspresi pria itu sangat angkuh.
“Pakaian apaan sih nih? bau pesing dan kumal. Daerah mana lagi ini? Kok bisa manusia tinggal disini?” Kata pria itu.
“Ih...ih...! Songon benar ni orang, kalau kau ngak suka, buka aja pakaiannya dan pergi sana.” Ujar Dafa
Dafa yang terlihat kesal, dan kemudian pria itu meraih kantong kresek tempat handphonenya yang sudah diberikan oleh perawat waktu di puskesmas.
“Mati lagi handphonenya...! Pinjam handphone dong, jangan bilang ngak punya.” Kata pria yang belum diketahui namanya siapa.
Asna langsung memberikan handphonenya, dan seketika itu juga pria itu menghina handphone jadul milik Asna.
Selesai menelpon seseorang lalu pria itu kembali menghina Asna dan keluarganya, kata-kata yang tidak pantas dan lebih tepatnya merendahkan keluarga Asna.
Karena kesal akhirnya Dafa, menyiram pria tengil itu dengan air yang di ambilnya bekas cucian piring mama nya dari dapur.
“Apa-apaan sih ni bocil?” Ungkap pria dengan kesal.
“Apa, mau ku pindahkan kedua ginjal mu ke pupil mata mu itu...! Sekarang kau pergi dari sini, dan jangan pernah datang lagi kemari.” Bentak Dafa.
“Bentar dulu bocil, tar juga pulang. Aku lagi nungguin jemputan.”Jawab nya dan terlihat sangat kesal.
“Makanya diam, ngak usah bacot dan menghina orang lain.” Tegas Dafa.
Akhirnya pria yang belum diketahui namanya itu terdiam dan sampai akhirnya, sebuah mobil mewah parkir di depan rumah keluarga Asna yang sederhana.
“Cabut kau sana...! Muak benar lihat muka mu.” Ujar Dafa
“Awas loh bocil.” Ungkap pria itu yang mengancam Dafa.
“Sini kalau berani, panggil tuh geng motor mu yang norak itu. Ngak tau apa kalau saya penguasa di kampung, dasar orang kaya stress.” Kata Dafa dengan kesal.
Pria itu menjulurkan lidahnya ke Dafa, dan bocah tersebut melemparkan ember itu ke arah pria, tapi di tangkis oleh dua pria yang datang menjemputnya.
Setelah pria itu pergi, akhirnya kedamaian di rumah itu kembali lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments