Ludwig terus melangkah gagah menyusuri koridor, hingga dirinya keluar dari bangunan utama yang merupakan kediaman Gunther Lienhart. Tatap mata pria tiga puluh dua tahun tersebut lurus tertuju ke depan. Terkesan dingin dan tanpa ekspresi. Ludwig terus berjalan, hingga dia tiba di lumbung yang biasa menjadi tempat peristirahatannya. Si pemilik mata cokelat madu itu kemudian masuk.
Saat sudah berada di dalam, Ludwig langsung menempelkan tubuh ke dinding dekat pintu. Ekor mata pria tampan tersebut bergerak penuh waspada, saat menyadari bahwa ada seseorang yang mengikuti langkahnya.
Ludwig membuka sedikit pintu untuk mengintip. Tatapannya awas menyapu sekitar yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan. Namun, sayang sekali karena kondisi di sana cukup gelap. Ludwig tak bisa memastikan siapa yang telah menguntitnya.
Pria berambut cokelat tembaga itu berjalan ke dekat tumpukan jerami, yang biasa dijadikan sebagai alas tidur. Bercak darah masih terlihat pada kain pelapis, meski sudah mengering dan sedikit menghitam.
Akan tetapi, Ludwig ke sana bukan untuk memeriksa noda darah yang menandakan hilangnya keperawanan Lilia. Dia masuk ke lumbung karena harus mengambil ransel berisi pakaiannya. Ludwig mengenakan T-Shirt hitam terlebih dulu, sebelum memutuskan keluar dari lumbung dengan sembunyi-sembunyi lewat pintu samping.
Dari dalam ransel, pria itu mengeluarkan arloji kesayangan yang jarang sekali dia kenakan selama dalam masa pelariannya. Arloji tadi ternyata bukan hanya sebagai penunjuk waktu, tapi juga merupakan pengirim sinyal yang digunakan Ludwig untuk tetap berkomunikasi dengan anak buahnya. Dia menekan tombol khusus pada bagian belakang arloji tersebut, lalu menunggu hingga beberapa saat.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Ludwig kembali memeriksa layar arloji yang telah berubah total. Di layar kecil itu tak lagi memunculkan angka yang menunjukkan jam, melainkan berganti menjadi tanggal. Ludwig terdiam sejenak.
“15 Juni? Itu artinya satu bulan dari sekarang,” gumam Ludwig. Dia bermaksud kembali ke kediaman Gunther. Akan tetapi, gerakan Ludwig terhenti, saat dirinya melihat bayangan dua orang yang dirasa mencurigakan.
Ludwig membetulkan tali ransel di pundak sebelah kiri. Dia melangkah penuh waspada, mendekat ke arah bayangan itu muncul. Ludwig hanya ingin memastikan, apakah pemilik kedua bayangan tadi merupakan pekerja peternakan atau bukan.
Pria asal Jerman tersebut berdiri sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Namun, dia tak menemukan siapa pun di sana, hingga tiba-tiba tubuhnya hampir tersungkur karena pukulan keras dari arah belakang.
“Sialan!” umpat Ludwig. Dia langsung berbalik, saat sebilah pisau tertuju ke arahnya dan hampir melukai leher belakang. Ludwig menggunakan ransel yang dilepas dari pundak sebagai tameng. Dia membiarkan bagian depan tas berisi pakaiannya tergores hingga robek.
“Siapa kalian?” geram Ludwig penuh penekanan.
Namun, kedua orang asing tadi tidak menjawab. Mereka terus menyerang Ludwig tanpa jeda, seakan tak ingin memberi kesempatan kepada pria tampan tersebut untuk mengambil ancang-ancang.
Untungnya, Ludwig tak merasa kesulitan meski harus menghadapi dua orang sekaligus. Termasuk, ketika salah seorang dari penyusup tadi berhasil memegangi kedua lengannya.
Ludwig mengangkat tubuh dengan kedua kaki lurus ke depan. Dia langsung menerjang keras pria di hadapannya. Setelah pria tadi jatuh terjungkal, barulah Ludwig membungkuk. Dia mengangkat pria di belakangnya, hingga mereka jatuh dengan posisi lawan telentang di tanah.
Ludwig yang juga ikut terjatuh, segera menggunakan sikunya. Dia menghantam dada lawan sekeras mungkin, hingga terdengar pekikan cukup nyaring.
Suara gaduh yang ditimbulkan dari perkelahian tadi, telah membuat para pekerja yang bertugas jaga pada malam itu langsung datang menghampiri. Mereka mengarahkan lampu senter kepada Ludwig yang baru berdiri. “Hey! Siapa kalian?” seru salah seorang dari dua pria, yang bertugas jaga dan keliling di peternakan.
Merasa bahwa keadaan tak berpihak, kedua penyusup tadi bergegas melarikan diri. Sementara, kedua penjaga langsung mengejar mereka, tanpa memedulikan Ludwig yang untungnya tidak apa-apa.
Ludwig meraih ransel yang tergeletak di tanah. Dia berdiri beberapa saat, sambil kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ludwig merasa bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya dari suatu tempat. Namun, dia tak dapat memastikan dengan jelas.
Sambil mengusap darah di sudut bibir, Ludwig berjalan menuju kediaman Keluarga Lienhart. Dia harus segera kembali, sebelum Lilia terbangun dan tidak menemukan keberadaannya di dalam kamar.
Dengan langkah gagah, Ludwig berjalan menyusuri koridor berpencahayaan temaram. Namun, pria tampan berpostur tegap itu langsung tertegun, saat pendengarannya menangkap langkah seseorang yang semakin mendekat. Seketika, Ludwig membalikkan badan dengan posisi tangan sudah siap menyerang lawan di belakang.
“Kau belum tidur?” Suara Gunther membuat Ludwig menahan serangan, yang sudah siap dirinya lancarkan. “Dari mana?” tanya pria paruh baya itu lagi. Dia berdiri di hadapan Ludwig, menatap lekat sang menantu yang terlihat lusuh. “Apa yang terjadi, Heinz?” Gunther kembali bertanya.
“Aku baru kembali dari lumbung,” jawab Ludwig. Seperti biasa, dia berbicara tanpa ekspresi yang berlebihan.
Gunther semakin mendekat. Sang pemilik peternakan tersebut memicingkan mata, saat melihat luka robek di sudut bibir sang menantu. “Bagaimana kau bisa mendapatkan luka itu?” tanyanya penasaran.
Ludwig menyentuh sudut bibir yang masih mengeluarkan darah. Dia menggeleng samar. “Ini hanya luka kecil,” jawabnya singkat.
“Apa kau berkelahi dengan seseorang?” tanya Gunther lagi, seakan tengan menginterogasi Ludwig.
Ludwig terdiam sejenak, sebelum menjawab pertanyaan pria yang sudah menjadi ayah mertuanya tersebut. “Ada dua orang penyusup yang masuk ke peternakan Anda, Tuan,” ucap Ludwig datar.
“Penyusup?” ulang Gunther dengan raut tak percaya. Pria paruh baya tersebut langsung menggeleng kencang. “Tidak mungkin!” bantahnya.
“Peternakanku sudah dilengkapi dengan sistem keamanan yang terbilang canggih. Lagi pula, ada dua penjaga yang berkeliling peternakan, untuk sekadar memastikan keamanan. Bagaimana mungkin para penyusup bisa masuk kemari?” Gunther menyanggah ucapan Ludwig. Dia tak yakin dengan apa yang dikatakan sang menantu.
“Tanyakan saja pada kedua penjaga yang bertugas malam ini. Kulihat, mereka mengejar para penyusup itu.” Ludwig mengangguk samar, kemudian berbalik. Dia bermaksud kembali ke kamar.
“Kau menghadapi para penyusup itu sendirian?” tanya Gunther, yang berhasil membuat Ludwig menghentikan langkah. “Sulit dipercaya jika itu yang terjadi. Aku semakin penasaran. Siapa kau sebenarnya?”
Ludwig tak segera membalikkan badan. Beruntung, saat itu Lilia muncul dengan rambut panjangnya yang sedikit acak-acakan. Dia keluar dengan mengenakan piyama.
“Aku mencarimu,” ucap Lilia. Dia terkejut bukan main, saat melihat luka di sudut bibir Ludwig. “Astaga! Kau kenapa? Ayo!”
Tanpa mengatakan apapun lagi, Lilia menarik tangan Ludwig, membawa pria tampan tersebut masuk ke kamar. “Duduklah,” suruhnya sambil memaksa agar Ludwig duduk di ujung tempat tidur. Sementara, dia langsung mengambil kotak P3K. “Apa yang terjadi?” tanya Lilia sambil membersihkan luka di dekat bibir sang suami.
“Tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil,” jawab Ludwig pelan.
“Luka sekecil apapun rasanya tetap sakit,” balas Lilia. Dia membubuhkan obat di sudut bibir Ludwig, yang sudah dibersihkan dari noda darah. “Kuharap, ayah tidak ada kaitannya dengan ini,” ucap Lilia tiba-tiba.
Ludwig tak segera menanggapi. Dia memandang lekat paras cantik istrinya dari jarak teramat dekat. “Tuan Gunther? Ada apa dengannya?” tanya Ludwig penuh selidik.
Lilia menggeleng seraya tersenyum lembut, setelah menyelesaikan tugasnya mengobati Ludwig. Dia berlalu ke bagian lain kamar, diiringi tatapan penuh penasaran dari Ludwig.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments