Bab 5 Oiran Kekaisaran

Perkataan Jonka tadi terus terngiang di pikiran Hana, gadis itu bangkit dan bersiap hendak keluar.

"Putri hendak kemana?" tanya sang dayang yang melihatnya berdiri diambang pintu kamar.

"Aku ingin pergi ke pasar, Jonka. Mau kau menemaniku?" dia balik bertanya.

"Baik akan saya minta beberapa pengawal untuk menyiapkan delman untuk Putri," dia melangkah keluar untuk pergi menuju lapangan yang telah terparkir beberapa delman serta kudanya.

"Delman biasa saja Jonka, aku sedang tidak ingin menarik perhatian," ucapnya.

"Baik," sahut Jonka singkat.

-

Ramai riuh suara para penduduk yang berbelanja masuk di telinganya. Memang tidak terlalu ramai karena waktu memang telah menjelang siang. Hana pergi ke tempat tukang kayu tak jauh dari pintu gerbang pasar itu.

"Mau apa Putri kesana?" tanya Jonka.

Hana hanya diam sambil mengeluarkan selembar perkamen dari balik pakaian yang dikenakannya.

"Permisi," ucapnya mencoba memanggil penjaga tempat ini.

Seorang lelaki tua keluar dan menghampirinya yang sedang berdiri.

"Iya Nona? Ada yang perlu kami bantu?" sahutnya menyambutnya.

"Tuan, Saya bisa minta tolong untuk dibuatkan roda-roda dari kayu seperti yang digambar ini?" tanya Hana sambil menyodorkan perkamen tadi padanya.

"Ini roda apa Nona?" dia bertanya pada tamu pelanggan dihadapannya.

"Ini roda mesin penunjuk waktu Tuan, jika bisa saya akan membayar diawal untuk ini," ucap Hana menjelaskan.

Pak tua itu menatap bingung pada tamunya.

"Mesin penunjuk waktu, sejenis itu," tangannya menunjuk pada jam pasir diatas meja.

"Iya Tuan, tapi alat yang hendak saya buat ini jauh lebih akurat," kata Hana.

"Mari kita bicarakan didalam Nona, saya bisa membuat,"

Hana tersenyum senang. Setidaknya ada yang bisa membantunya untuk membuat alat ini walau dengan bahan sederhana dulu.

Setelah pembahasan panjang masalah harga dan bentuknya yang sebenarnya jauh berbeda dibanding jam pasir akhirnya kesepakatan pun terjadi.

"Oke prosesnya membutuhkan uang lima keping perak dengan uang muka dua keping perak terlebih dahulu," ucapnya diikuti dengan anggukan menyetujui dari Gadis itu.

"Bisa saya minta antar jika memang barang yang saya pesan sudah jadi?"

"Bisa, para pekerjaku akan mengantarnya ke tempat tinggal Nona, aku minta alamatnya,"

Dia menyodorkan sebuah buku untuk mencatat data para tamu pelangganya.

Setelah selesai Hana berpamitan dan segera meninggalkan lokasi tempat tukang kayu itu.

"Apa yang Anda cari di bengkel itu, Putri?" Jonka bertanya saat majikannya telah kembali kedalam delman.

"Aku ingin membuat sesuatu berbahan kayu Dayang Jonka, kau akan melihatnya setelah mereka mengantarnya ke istana," sahutnya ringan.

Mereka meneruskan perjalanan menuju rumah makan untuk makan siang.

"Bagaimana malam pertamanya?"

Mata Jonka terbelalak sejenak mendengar pertanyaan seseorang yang terdengar sedikit vulgar itu.

"Ah, kau tahu gadis yang menjadi Putri Mahkota itu, tubuhnya begitu aduhai,"

Kini mata Hana ikut melotot mendengar jawaban dari suara yang benar-benar dihapalnya. Dia memejamkan mata sejenak.

Tidak boleh! Dia tidak boleh terbawa emosi atau atau reputasi Putri Mahkota yang sesungguhnya akan buruk di masyarakat. Batinnya.

"Ah, bukan main Pangeran Akihiro yang terkenal di kalangan rumah bordil menikah dengan Putri Mahkota Kekaisaran,"

Raut wajah Hana semakin menggelap, benar kata Jonka dia beruntung tidak menyerahkan kegadisannya pada pria brengsek itu semalam.

"Ah dia jauh lebih menawan dibanding oiran terhebat sekalipun,"

Hana menggenggam tangannya kesal. Memukul meja dengan keras dia bangkit. Jonka pun ikut bangkit dan berdiri dibelakangnya.

"Apa yang akan kita lakukan Putri Mahkota?" dia bertanya.

Majikannya itu menggeleng dan melangkah pergi meninggalkan rumah makan itu membiarkan Jonka mengurus sisanya.

"Putri harus membicarakan hal ini dengan Kaisar,"

"Aku tidak memiliki bukti Jonka,"

Gadis itu diam setelah Hana menjawab dia yang terus mengoceh di sepanjang jalan kembali menuju ke delman.

"Aku bisa bersaksi Putri,"

"Kita akan dianggap bersekongkol karena kau dayang pribadiku,"

Napas kuat terdengar jelas darinya. Saat kembali ternyata kusir kuda dan dua orang pengawal yang mendampinginya tidak terlihat. Hana menunggu dengan kesal hingga akhirnya mereka datang dari dalam rumah makan tadi.

"Putri kita bisa menggunakan mereka sebagai saksi,"

Entah kenapa dia juga memikirkan hal yang sama dengan dayangnya itu.

"Maaf menunggu Putri,"

Putri Mahkota mengangguk dan segera meminta untuk menjalankan delman.

Sepanjang jalan dua gadis berbeda derajat itu hanya diam. Entah apa yang dipikirkan gadis lavender didepannya ini, tapi pikirannya terus mencari cara bagaimana mengatakan ini pada Ayah kandung Putri Hana, bahwa suami pilihannya adalah lelaki yang begitu bejat.

Dia menyesal menunjukkan lekuk tubuhnya semalam saat mandi, namun masih sedikit bersyukur karena pria tidak memaksa melakukan hubungan seksual langsung semalam.

Sampai di istana dia langsung melangkah menuju paviliun kaisar.

"Hormat hamba pada Yang Mulia Kaisar, semoga Kaisar panjang umur beribu tahun," ucapnya sambil membungkuk saat menemui sang Kaisar.

"Ada apa Putri Mahkota mencariku di hari pertama setelah menikah?" sama seperti orang tua pada umumnya, pria bergelar ayah bagi pemiliki tubuh ini sedikit menggoda anak gadisnya.

"Boleh aku bicara Ayah, ini hanya antara kita," namun gadis itu tidak menanggapi godaannya dan tetap berbicara serius.

Raut wajah Kaisar berubah, "Ada apa Putri Hana?"

"Bisa kau membatalkan pernikahanku?" katanya langsung tanpa takut.

Mata pria tua itu membulat tak percaya mendengar ucapan sang putri. Ruang belajar ini lenggang sejenak karena belum ada respons lain dari sang Ayah.

"Apa maksudmu Hana? Kau ingin bercerai setelah satu malam menikah?" akhirnya suara itu terdengar.

"Pangeran Akihiro terang-terangan mengumbar kalimat-kalimat tak pantas di rumah makan pasar pada para anak-anak petinggi istana, dan aku memiliki saksi," ucapnya. Tenang.

Napas itu seperti berat untuk dihembuskan.

"Panggil saksi itu kemari,"

Hana mengangguk dan keluar untuk meminta Jonka memanggil dua orang pengawal dan satu kusir tadi.

Setelah ketiganya hadir dan menjelaskan dengan sedikit takut perihal semua yang mereka dengar dan lihat di rumah makan akhirnya sang kaisar pun percaya. Seorang utusan diperintah untuk mencari Pangeran Akihiro dan diminta untuk segera kembali ke istana.

Semua berjalan cepat. Proses pencabutan tahta dan lain sebagainya hingga perceraian terjadi di malam harinya. Perkiraannya tepat dua puluh empat jam pernikahanku kini berakhir.

Kini Dia duduk termenung di gazebo belakang paviliun miliknya, Kaisar datang dan ikut duduk disampingnya.

"Maafkan Ayah yang telah memaksamu menikahi pria seperti itu Hana," ucapnya setelah beberapa saat tidak ada yang memulai percakapan diantara mereka.

Gadis itu menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Jujur rasanya seperti bermain wahana mengerikan. Namun dia tetap diam tanpa menjawab ucapan pria bergelar Ayah bagi Putri Hana yang sesungguhnya.

"Ayah yang bodoh karena tidak mengerti mengapa kau melarikan diri malam itu hingga membuatmu kecelakaan dan hilang ingatan sampai saat ini. Ayah yang tidak paham bahwa kau telah memiliki firasat akan terjadi hal seperti ini," sambungnya saat anaknya tak juga menjawab ucapannya.

"Akihiro akan dihukum cambuk seratus kali besok pagi, lalu akan diasingkan ke Istana Salju Barat, Ayah harap kau masih mau melihatnya,"

"Untuk apa?" tanyanya, untuk pertama kalinya suaranya terdengar malam ini setelah proses perceraiannya dengan Akihiro berakhir.

"Setidaknya dia adalah mantan suamimu, mungkin saja yang kalian lakukan semal membuahkan hasil di rahimnya dan kau mengandung anak dari Ak-"

"Aku masih perawan Ayah, kau benar-benar tidak mengerti anakmu, tidak mungkin aku menyerahkan diriku sementara aku tau dirinya seperti apa," ucap Hana. Memotong perkataannya.

Matanya membesar. Hana tahu sang Ayah terkejut.

"Tapi Permaisuri berka-"

"Itu hanya akal-akalan Akihiro, masih ada satu hal yang belum aku ungkap namun aku belum bisa mengatakannya karena aku belum memiliki bukti maupun saksi agar bisa membongkar semua ini," putusnya mengungkapkan kekesalan hati akibat praduga dan perkataan dari seorang yang diarasa tak pantas mengucapkan kalimat seperti itu, "permisi Yang Mulia Kaisar Agung, kejadian hari ini cukup menguras tenaga dan hamba ingin beristirahat dengan segera malam ini," katanya. Dia melangkah pergi setelah Kaisar mengangguk memberi izin.

...TBC...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!