Tsundere

Tsundere

Permohonan Perceraian

•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖|•

Ellan bekerja sebagai direktur utama the lan's group. Sedangkan Kaila bekerja sebagai jaksa agung. Keduanya sama-sama memiliki kesibukan tersendiri. Sudah dua tahun Kaila dan Ellan bersama. Namun mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

Hari libur yang membosankan. Ellan memilih untuk duduk santai sambil menatap laptopnya. Sedangkan Kaila memilih untuk fokus pada berkas-berkasnya.

Selembar kertas terletak di atas meja Ellan. Pria itu langsung berhenti menyeruput kopinya.

Ellan mendongakkan kepalanya "Apa ini?"

Kaila tetap diam dengan menunjukkan ekspresi yang sama. Namun mengetahui sifat istrinya yang tidak banyak bicara, Ellan tidak terlalu peduli.

Ia mengambil selembar kertas itu kemudian membacanya. "Kau ingin kita bercerai?" Kaila menganggukkan kepalanya. "Hubungan seperti ini tidak perlu dipertahankan," jawabnya.

"Baiklah," jawab Ellan singkat.

Dingin sekali.

Keduanya menjalani kembali aktivitas masing-masing. Tapi tidak dengan aktivitas yang sama. Mereka berdua sama-sama menghubungi temannya untuk meminta saran.

|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|

"What, kalian mau cerai?!" terdengar suara Sana yang melengking.

Kaila mengangguk sebagai jawaban 'iya'. Sana menggelengkan kepalanya masih tak percaya. "Ya ampun La! Kamu yang ajukan perceraian pada Ellan?"

Kaila mengangguk lagi membuat Sana semakin jengkel dengan sahabatnya ini. "Kau bisa menggunakan mulutmu untuk menjawab," cerca Sana.

"Aku rasa hubungan kami nggak bisa dipertahankan, San. Ellan nggak pernah menyukaiku," Kaila akhirnya mengeluarkan suara emasnya.

"Kalau Ellan gak suka sama kamu, nggak mungkin kan dia nikah sama kamu? Kalau menurut aku sih... Ellan itu takut ungkapin perasaannya."

Kaila menghela nafasnya. "Dia dingin kali sih."

Seketika suasana menjadi senyap. Kaila menatap wajah Sana yang terlihat kesal. "Kamu lebih dingin bodoh! Bisa-bisanya ada jaksa yang begini," tukas Sana.

"Jadi aku harus gimana?"

Sana memperhatikan wajah Kaila lamat-lamat. "Kau masih cinta Ellan bukan?" Kaila mengangguk. "Kalau begitu jadilah wanita agresif."

"Apa? Itu gak sesuai kepribadianku, San."

"Kalau begitu kau harus lebih perhatian... Seperti siapkan makanan untuknya, lepaskan dasinya selesai pulang kerja."

Kaila mulai mengimbangi perkataan temannya Sana. Jika ia sudah berupaya namun tetap tidak ada perkembangan juga pada hubungan mereka, maka berpisah adalah jalan terbaik.

Kaila pulang lebih awal dari Ellan untuk memasak seperti yang dikatakan Sana. Ia menghidangkan semua masakannya di meja.

"Ini percobaan pertama kali aku memasak. Apa Ellan mau memakannya?" batin Kaila.

Tidak berapa lama kemudian Ellan datang dan langsung menaiki tangga lantai dua. Kaila melihatnya dengan jelas Ellan lewat di depannya, namun gadis itu tidak berani untuk berbicara.

"A-anuu Ellan..., Di meja," Kaila terlalu gugup untuk berbicara. Kenapa rasanya tatapan Ellan terlalu mengintimidasinya.

"Kau membelinya?" Ellan menuruni tangga. "Eng- iya aku membelinya," terpaksa Kaila berbohong, karena gadis itu takut Ellan tidak mau makan masakannya.

Layaknya master chef, Kaila merasa deg-degan saat Ellan ingin mencoba masakannya.

Ellan mengerutkan keningnya. "Gak enak. Ini beli di mana?"

Kaila menunduk lemas sudah ia duga Ellan pasti bereaksi seperti ini. Apalagi jika Ellan tahu ini masakan Kaila, ia semakin menyesal menikah dengan gadis itu.

"Aku pesan makanan yang lain. Kamu mau apa?" tanya Ellan sedikit memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Kaila yang menunduk.

Kaila tersenyum kecut. "Aku udah makan kok."

Setelah menjawab singkat, Kaila naik ke lantai dua tanpa menoleh sedikitpun. Tapi Ellan tidak heran, karena Kaila selalu bersikap seperti ini padanya.

Ellan menghela nafasnya ia membuang semua makanan yang ada di piring. Namun pandangannya teralihkan saat melihat banyak wajan penggorengan yang kotor.

Selain itu, di tudung juga terdapat sedikit sisa makanan yang dihidangkan Kaila tadi.

"Ellan kau kejam sekali. Ini pertama kalinya Kaila memasak untukmu dan kau mengecewakannya?!" batin Ellan.

"Apa aku harus minta maaf? nggak-nggak. Pasti Kaila tambah malu kalau aku tahu itu masakannya. Pura-pura nggak tahu adalah jalan terbaik sekarang."

Kaila menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Hari yang melelahkan dan membosankan. Ia membayangkan kehidupannya sama seperti pasangan lainnya. Pasti mengasyikkan.

Kaila melihat kalender di ponselnya. Dua hari lagi adalah hari ulangtahun ayah mertuanya. Pasti akan ada acara besar makan malam.

"Apa Ellan tahu ini..."

tok tok tok

"Kaila, ini aku. Apa kita bisa bicara?"

Kaila segera membuka pintu kamar untuk Ellan. Gadis itu memasang wajah datarnya seperti biasa.

"Bicara apa?"

"Papa ulangtahun dua hari lagi. Aku harap kau mengosongkan jadwalmu untuk besok," ujar Ellan.

"Baiklah."

Kaila hendak menutup pintu kamar namun Ellan dengan cepat mencegatnya. "Makasih ya."

"Atas dasar?"

"Makasih sudah mau menemaniku."

Kaila mengangguk dan menutup pintunya kembali. Gadis itu langsung melompat-lompat di ranjang setelahnya.

"Makasih ya."

Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalanya. Ini untuk pertama kalinya Ellan berterimakasih walaupun alasannya tak masuk akal.

Sementara Ellan masih berdiri di depan kamar Kaila. Wajahnya bersemu merah, melihat Kaila tersenyum padanya.

"Wajahnya tidak sedatar itu saat tersenyum."

Ellan segera mengirimi pesan pada temannya.

Makasih bro. Ini sangat membantu.

|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|

Waktu sore yang indah, dengan hari yang cukup baik. Kaila melangkah keluar setelah siap bersolek dengan dandanan sederhana.

Tapi tetap saja, mau bagaimanapun Kaila selalu terlihat cantik bahkan saat natural. Ellan pun ikut turun dari lantai dua. Ia memperhatikan Kaila yang sudah siap sedia untuk berangkat.

Seperti yang disarankan Sean temannya, ia harus mulai berbicara secara terbuka dengan Kaila. Ellan mulai angkat bicara mengenai hadiah ulangtahun yang akan diberikannya pada ayahnya.

"Aku beli mobil model terbaru untuk hadiah ulangtahun. Apa menurutmu ayah menyukainya?"

Kaila menoleh, "Dia sedang berbicara denganku bukan?" pikir Kaila. Melihat tatapan Ellan mengarah pada Kaila, tentu ia berbicara padanya.

"Ayah akan menyukai apapun yang kau berikan," jawab Kaila setelah memastikan.

"Makasih Kaila," Ellan tersenyum setelahnya. "Ya," jawab Kaila singkat.

Interaksi singkat ini saja membuat Ellan dan Kaila bahagia. Walaupun keduanya sama-sama menunjukkan wajah arogannya.

Di dalam mobil Ellan dan Kaila tidak mengeluarkan suara sama sekali. Hanya ada musik yang mengiringi perjalanan mereka.

Walaupun begitu, keduanya menunjukkan sikap yang hangat kepada keluarga mereka.

"Tante Kailaa!" teriak Arka memeluk gadis cantik nan dingin ini. Arka merupakan anak dari kakak kandung Ellan yang berumur 7 tahun.

Kaila tersenyum dan merubah posisinya setengah jongkok. "Wah Arka udah tinggi ya?" Arka mengangguk dan tersenyum menunjukkan deretan giginya yang rapi.

Semua tertawa melihat tingkah Arka yang berubah drastis saat bertemu Kaila. Bisa dibilang, Arka anak yang pendiam tapi ia akan ceria saat bertemu Kaila.

Padahal keduanya sama-sama pendiam, tapi kenapa bisa dekat satu sama lain? Ini semua masih dipertanyakan Ellan dalam pikirannya. Jangankan Ellan, bahkan orangtua Arka saja juga bingung.

|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|

Kehadiran mereka berdua disambut dengan bahagia oleh keluarga Ellan. Tapi tidak terlepas dari pertanyaan biasa.

Kapan punya anak?

Dimana pun mereka berada, pasti pertanyaan itu ada. Tapi kali ini Kaila tertegun saat Ellan menjawab pertanyaan yang dilontarkan kakaknya.

"Pasangan yang sudah menikah itu bukan sesuatu yang harus punya anak. Tapi saling mencintai, melengkapi, membangun suatu hubungan yang baik. Kalau sudah saatnya, pasti kami juga nanti punya anak."

Arin terbungkam. Adiknya sudah dewasa ternyata. Salahnya jika bertanya yang aneh-aneh pada Ellan. Ellan menyudahi acara makannya, dan hendak pergi meninggalkan perkumpulan keluarga.

"Mau kemana?" tanya Kaila mencegat tangan Ellan. "Aku sudah kenyang. Kamu makan aja," jawab Ellan setelah melepas tangan Kaila dari pergelangan tangannya.

Kaila tersenyum malu melihat sikap Ellan pada keluarganya sendiri. "Maaf Ma, Pa. Kaila bujuk Ellan dulu..."

Ayah dan ibu Ellan mengangguk. "Iya," jawab keduanya. Setelah Kaila pergi meninggalkan acara makan malam itu, Claudia menatap kesal kearah Arin.

"Maaf mah, keceplosan," Arin tertawa cengengesan.

Lupakan acara maaf dari Arin, sekarang kembali ke Kaila yang mengejar Ellan dari belakang. Gadis itu mengetuk pintu dan masuk ke kamar setelahnya.

"Kenapa kemari? Kamu nggak makan?" tanya Ellan merubah posisinya menjadi duduk bersila.

"Kamu mau kita punya anak?"

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!