•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖|•
Ellan bekerja sebagai direktur utama the lan's group. Sedangkan Kaila bekerja sebagai jaksa agung. Keduanya sama-sama memiliki kesibukan tersendiri. Sudah dua tahun Kaila dan Ellan bersama. Namun mereka sibuk dengan urusan masing-masing.
Hari libur yang membosankan. Ellan memilih untuk duduk santai sambil menatap laptopnya. Sedangkan Kaila memilih untuk fokus pada berkas-berkasnya.
Selembar kertas terletak di atas meja Ellan. Pria itu langsung berhenti menyeruput kopinya.
Ellan mendongakkan kepalanya "Apa ini?"
Kaila tetap diam dengan menunjukkan ekspresi yang sama. Namun mengetahui sifat istrinya yang tidak banyak bicara, Ellan tidak terlalu peduli.
Ia mengambil selembar kertas itu kemudian membacanya. "Kau ingin kita bercerai?" Kaila menganggukkan kepalanya. "Hubungan seperti ini tidak perlu dipertahankan," jawabnya.
"Baiklah," jawab Ellan singkat.
Dingin sekali.
Keduanya menjalani kembali aktivitas masing-masing. Tapi tidak dengan aktivitas yang sama. Mereka berdua sama-sama menghubungi temannya untuk meminta saran.
|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
"What, kalian mau cerai?!" terdengar suara Sana yang melengking.
Kaila mengangguk sebagai jawaban 'iya'. Sana menggelengkan kepalanya masih tak percaya. "Ya ampun La! Kamu yang ajukan perceraian pada Ellan?"
Kaila mengangguk lagi membuat Sana semakin jengkel dengan sahabatnya ini. "Kau bisa menggunakan mulutmu untuk menjawab," cerca Sana.
"Aku rasa hubungan kami nggak bisa dipertahankan, San. Ellan nggak pernah menyukaiku," Kaila akhirnya mengeluarkan suara emasnya.
"Kalau Ellan gak suka sama kamu, nggak mungkin kan dia nikah sama kamu? Kalau menurut aku sih... Ellan itu takut ungkapin perasaannya."
Kaila menghela nafasnya. "Dia dingin kali sih."
Seketika suasana menjadi senyap. Kaila menatap wajah Sana yang terlihat kesal. "Kamu lebih dingin bodoh! Bisa-bisanya ada jaksa yang begini," tukas Sana.
"Jadi aku harus gimana?"
Sana memperhatikan wajah Kaila lamat-lamat. "Kau masih cinta Ellan bukan?" Kaila mengangguk. "Kalau begitu jadilah wanita agresif."
"Apa? Itu gak sesuai kepribadianku, San."
"Kalau begitu kau harus lebih perhatian... Seperti siapkan makanan untuknya, lepaskan dasinya selesai pulang kerja."
Kaila mulai mengimbangi perkataan temannya Sana. Jika ia sudah berupaya namun tetap tidak ada perkembangan juga pada hubungan mereka, maka berpisah adalah jalan terbaik.
Kaila pulang lebih awal dari Ellan untuk memasak seperti yang dikatakan Sana. Ia menghidangkan semua masakannya di meja.
"Ini percobaan pertama kali aku memasak. Apa Ellan mau memakannya?" batin Kaila.
Tidak berapa lama kemudian Ellan datang dan langsung menaiki tangga lantai dua. Kaila melihatnya dengan jelas Ellan lewat di depannya, namun gadis itu tidak berani untuk berbicara.
"A-anuu Ellan..., Di meja," Kaila terlalu gugup untuk berbicara. Kenapa rasanya tatapan Ellan terlalu mengintimidasinya.
"Kau membelinya?" Ellan menuruni tangga. "Eng- iya aku membelinya," terpaksa Kaila berbohong, karena gadis itu takut Ellan tidak mau makan masakannya.
Layaknya master chef, Kaila merasa deg-degan saat Ellan ingin mencoba masakannya.
Ellan mengerutkan keningnya. "Gak enak. Ini beli di mana?"
Kaila menunduk lemas sudah ia duga Ellan pasti bereaksi seperti ini. Apalagi jika Ellan tahu ini masakan Kaila, ia semakin menyesal menikah dengan gadis itu.
"Aku pesan makanan yang lain. Kamu mau apa?" tanya Ellan sedikit memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Kaila yang menunduk.
Kaila tersenyum kecut. "Aku udah makan kok."
Setelah menjawab singkat, Kaila naik ke lantai dua tanpa menoleh sedikitpun. Tapi Ellan tidak heran, karena Kaila selalu bersikap seperti ini padanya.
Ellan menghela nafasnya ia membuang semua makanan yang ada di piring. Namun pandangannya teralihkan saat melihat banyak wajan penggorengan yang kotor.
Selain itu, di tudung juga terdapat sedikit sisa makanan yang dihidangkan Kaila tadi.
"Ellan kau kejam sekali. Ini pertama kalinya Kaila memasak untukmu dan kau mengecewakannya?!" batin Ellan.
"Apa aku harus minta maaf? nggak-nggak. Pasti Kaila tambah malu kalau aku tahu itu masakannya. Pura-pura nggak tahu adalah jalan terbaik sekarang."
Kaila menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Hari yang melelahkan dan membosankan. Ia membayangkan kehidupannya sama seperti pasangan lainnya. Pasti mengasyikkan.
Kaila melihat kalender di ponselnya. Dua hari lagi adalah hari ulangtahun ayah mertuanya. Pasti akan ada acara besar makan malam.
"Apa Ellan tahu ini..."
tok tok tok
"Kaila, ini aku. Apa kita bisa bicara?"
Kaila segera membuka pintu kamar untuk Ellan. Gadis itu memasang wajah datarnya seperti biasa.
"Bicara apa?"
"Papa ulangtahun dua hari lagi. Aku harap kau mengosongkan jadwalmu untuk besok," ujar Ellan.
"Baiklah."
Kaila hendak menutup pintu kamar namun Ellan dengan cepat mencegatnya. "Makasih ya."
"Atas dasar?"
"Makasih sudah mau menemaniku."
Kaila mengangguk dan menutup pintunya kembali. Gadis itu langsung melompat-lompat di ranjang setelahnya.
"Makasih ya."
Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalanya. Ini untuk pertama kalinya Ellan berterimakasih walaupun alasannya tak masuk akal.
Sementara Ellan masih berdiri di depan kamar Kaila. Wajahnya bersemu merah, melihat Kaila tersenyum padanya.
"Wajahnya tidak sedatar itu saat tersenyum."
Ellan segera mengirimi pesan pada temannya.
Makasih bro. Ini sangat membantu.
|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
Waktu sore yang indah, dengan hari yang cukup baik. Kaila melangkah keluar setelah siap bersolek dengan dandanan sederhana.
Tapi tetap saja, mau bagaimanapun Kaila selalu terlihat cantik bahkan saat natural. Ellan pun ikut turun dari lantai dua. Ia memperhatikan Kaila yang sudah siap sedia untuk berangkat.
Seperti yang disarankan Sean temannya, ia harus mulai berbicara secara terbuka dengan Kaila. Ellan mulai angkat bicara mengenai hadiah ulangtahun yang akan diberikannya pada ayahnya.
"Aku beli mobil model terbaru untuk hadiah ulangtahun. Apa menurutmu ayah menyukainya?"
Kaila menoleh, "Dia sedang berbicara denganku bukan?" pikir Kaila. Melihat tatapan Ellan mengarah pada Kaila, tentu ia berbicara padanya.
"Ayah akan menyukai apapun yang kau berikan," jawab Kaila setelah memastikan.
"Makasih Kaila," Ellan tersenyum setelahnya. "Ya," jawab Kaila singkat.
Interaksi singkat ini saja membuat Ellan dan Kaila bahagia. Walaupun keduanya sama-sama menunjukkan wajah arogannya.
Di dalam mobil Ellan dan Kaila tidak mengeluarkan suara sama sekali. Hanya ada musik yang mengiringi perjalanan mereka.
Walaupun begitu, keduanya menunjukkan sikap yang hangat kepada keluarga mereka.
"Tante Kailaa!" teriak Arka memeluk gadis cantik nan dingin ini. Arka merupakan anak dari kakak kandung Ellan yang berumur 7 tahun.
Kaila tersenyum dan merubah posisinya setengah jongkok. "Wah Arka udah tinggi ya?" Arka mengangguk dan tersenyum menunjukkan deretan giginya yang rapi.
Semua tertawa melihat tingkah Arka yang berubah drastis saat bertemu Kaila. Bisa dibilang, Arka anak yang pendiam tapi ia akan ceria saat bertemu Kaila.
Padahal keduanya sama-sama pendiam, tapi kenapa bisa dekat satu sama lain? Ini semua masih dipertanyakan Ellan dalam pikirannya. Jangankan Ellan, bahkan orangtua Arka saja juga bingung.
|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
Kehadiran mereka berdua disambut dengan bahagia oleh keluarga Ellan. Tapi tidak terlepas dari pertanyaan biasa.
Kapan punya anak?
Dimana pun mereka berada, pasti pertanyaan itu ada. Tapi kali ini Kaila tertegun saat Ellan menjawab pertanyaan yang dilontarkan kakaknya.
"Pasangan yang sudah menikah itu bukan sesuatu yang harus punya anak. Tapi saling mencintai, melengkapi, membangun suatu hubungan yang baik. Kalau sudah saatnya, pasti kami juga nanti punya anak."
Arin terbungkam. Adiknya sudah dewasa ternyata. Salahnya jika bertanya yang aneh-aneh pada Ellan. Ellan menyudahi acara makannya, dan hendak pergi meninggalkan perkumpulan keluarga.
"Mau kemana?" tanya Kaila mencegat tangan Ellan. "Aku sudah kenyang. Kamu makan aja," jawab Ellan setelah melepas tangan Kaila dari pergelangan tangannya.
Kaila tersenyum malu melihat sikap Ellan pada keluarganya sendiri. "Maaf Ma, Pa. Kaila bujuk Ellan dulu..."
Ayah dan ibu Ellan mengangguk. "Iya," jawab keduanya. Setelah Kaila pergi meninggalkan acara makan malam itu, Claudia menatap kesal kearah Arin.
"Maaf mah, keceplosan," Arin tertawa cengengesan.
Lupakan acara maaf dari Arin, sekarang kembali ke Kaila yang mengejar Ellan dari belakang. Gadis itu mengetuk pintu dan masuk ke kamar setelahnya.
"Kenapa kemari? Kamu nggak makan?" tanya Ellan merubah posisinya menjadi duduk bersila.
"Kamu mau kita punya anak?"
TBC
|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
"Kenapa kemari? Kamu nggak makan?" tanya Ellan merubah posisinya menjadi duduk bersila.
"Kamu mau kita punya anak?"
Ellan terlonjak dari ranjangnya. "A-anak?!" wajahnya seketika memerah mendengar kata itu. Namun Kaila tetap santai dengan pertanyaan yang ia lontarkan.
Ellan menggaruk tengkuknya sembari melihat kesembarang arah. "Akuuu...,"
"Tante Kailaa buka pintunyaa!" terdengar suara Arka mengetuk pintu berkali-kali.
"Sebentar, itu kayaknya Arka," Kaila membukakan pintu untuk pria kecil yang terus berteriak memanggil namanya.
Dalam hati Ellan, ia terus mencerutuki pria kecil yang notabenenya keponakannya.
Dasar bocil sialan.
Sekarang perhatian Kaila teralihkan pada bocah kecil di hadapannya ini. Mereka bermain dan tertawa berdua. Sedangkan Ellan? Ia tak diacuhkan layaknya nyamuk.
"Hmm Arka, kamu gak tidur? Ini udah malam banget," ujar Ellan sambil mengelus rambut Arka yang lembut.
"Arka tidur disini, paman."
Ellan mengepalkan tangannya emosi. Walaupun begitu ia tetap tersenyum agar Kaila tidak menyadari rasa kesalnya.
"Tapi Ar--"
"Ya ampun ternyata disini. Arka ayo tidur!" panggil Arin di depan pintu. Gadis itu merasa kewalahan karena berkeliling mencari anaknya.
Bagus, ayo bawa bocil ini.
"Tapi Arka masih mau main, Ma."
"Tante Kaila udah ngantuk tuh. Besok lagi aja ya mainnya."
Arka menatap Kaila dengan wajah memelas. Berharap gadis itu mau membantunya. Kaila ternyata mengerti kalau Arka tetap ingin bersamanya ia mengelus lembut rambut Arka. "Gapapa kak, Arka tidur sama kami aja," ucap Kaila.
"Nanti kalian nggak bisa tidur. Arka tidur badannya gak bisa diam."
"Arka janji gak bakal gitu."
Arin menghela nafasnya. Melihat wajah Arka ia menjadi tak sampai hati untuk memarahi anaknya.
"Yaudah, sekarang tidur ya. Jangan ribut lagi, nanti paman Ellan marah tuh," Arka mengangguk dengan cepat.
Memang udah emosi
|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
Ellan mengusap wajahnya kasar. Ia tidur membelakangi Kaila dan Arka. Melihat Arka memeluk Kaila saja membuatnya benar-benar tidak bisa tidur.
Padahal sudah dua jam berlalu sejak Arka meminta untuk tidur bersama Kaila, bahkan keduanya sudah tidur.
Ellan sangat menyesal bertele-tele hanya sekadar untuk menjawab 'mau'. Dan ini mungkin akan menjadi penyesalan seumur hidup baginya.
Ini gak bisa dibiarkan. Enak banget nih bocil tidur berduaan sama Kaila. Aku aja gak pernah.
Ellan memindahkan Arka ke ujung ranjang dengan pelan dan hati-hati agar mereka berdua tidak terbangun.
Akhirnya Ellan berhasil memindahkan Arka tanpa ada yang terbangun. Dengan perlahan, Ellan membaringkan tubuhnya di tengah-tengah mereka.
Ini baru adil.
Ellan menatap lekat wajah Kaila yang cantik. Alis yang tertata rapi, bulu mata lentik, hidung mancung, serta bibir yang indah.
Mana mungkin aku bisa lepasin kamu. Memangnya masih ada wanita secantik kamu?
Setelah melihati wajah Kaila, Ellan mulai memejamkan matanya. Ia bisa tertidur nyenyak sekarang, namun Kaila terusik karena hembusan nafas Ellan ditelinganya.
Kaila membuka matanya perlahan sekilas merasa kaget. Bukannya tadi Arka di tengah? Kenapa Ellan yang di sampingnya sekarang?
"Apa mungkin karena Arka yang berpindah?" pikir Kaila.
Kaila hendak turun dari ranjang tapi tertahan karena Ellan memeluknya dengan erat.
Sekarang Kaila benar-benar tidak bisa bergerak. Tatkala Ellan memeluknya dengan sangat erat layaknya guling. Kepala Kaila tepat berada di dekapan Ellan. Tangan Ellan memeluk erat pinggang ramping Kaila.
Hampir tidak bisa bernafas, Kaila merasa detak jantungnya berdetak lebih kencang. Wajahnya mungkin sudah merah seperti tomat.
Alhasil setelah cukup lama Ellan dengan posisi itu, ia kemudian berbalik menghadap Arka. Disitulah Kaila merasa sangat lega karena bisa tertidur dengan tenang sekarang.
|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
Ellan terusik dari tidurnya tatkala Kaila membuka jendela kamar. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, dan yang pertama kali ia lihat adalah Kaila Istrinya.
"Udah jam segini. Belum mau bangun?" ucap Kaila seraya duduk di pinggiran ranjang.
"Dia ngomong sama aku? Ah gak mungkinlah palingan ngomong sama Arka," batin Ellan.
Ellan tetap dalam posisi rebahan, hanya saja tangannya meraba-raba ke samping untuk mencari Arka di sana.
Gak ada?! Dimana bocil itu.
"Kamu cari Arka? Dia udah bangun daritadi."
Ellan langsung merubah posisinya menjadi duduk. Ia melihat kearah jam dinding kemudian beralih menatap Kaila.
"Kamu Kaila?" tanya Ellan ragu. Ia hanya ingin memastikan ini mimpi atau tidak.
Kaila mengerutkan keningnya. "Iya, Kaila."
"Bukan mimpi? Ya ampun ini bukan mimpi! Ini pertama kalinya Kaila membangunkanku," batin Ellan berteriak.
"Ekhem! Yaudah aku mandi dulu ya. Biar pergi kerja," Ellan mulai salah tingkah. Sampai ia lupa kalau dirinya sedang cuti sekarang.
"Bukannya kamu cuti hari ini?"
"Ah kau benar. Kalau begitu aku mandi dulu."
Memalukan sekali. Ellan melakukan kesalahan dua kali hari ini. Entah kemana ia harus menaruh mukanya.
Sambil menggaruk tengkuknya, Ellan berjalan dengan langkah besar ke kamar mandi. Dia harus bagaimana sekarang? Malu atau senang?
Kaila tertawa kecil setelahnya. Apa benar Ellan punya sifat seperti ini? Kaila bahkan tidak pernah melihat wajah ekspresi Ellan tersenyum.
|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
Satu hari setelahnya. Ellan dan Kaila kembali ke rumah mereka. Hari-hari kembali berjalan seperti biasa sibuk dengan urusan masing-masing.Walaupun begitu, Ellan masih memikirkan keadaan istrinya sekarang.
Setiap Kaila bekerja, gadis itu kerap kali lupa untuk makan. Bahkan ia lupa untuk merawat dirinya sendiri. Yang ia pikirkan hanya pekerjaan dan pekerjaan. Ellan memegang ponselnya dan siap untuk mengirimi pesan.
Kaila
Kamu udah makan?
Namun begitu Ellan mengirim pesannya, ia menghapus pesan itu kembali. Ellan takut ia akan mengganggu Kaila.
Notifikasinya langsung terlihat di ponsel Kaila. Melihat nama Ellan yang tertera di ponselnya, gadis itu segera membuka pesan yang dikirim.
Senior Ellan
Pesan ini telah dihapus
Kaila menghembuskan nafasnya panjang. Ia terlalu berharap lebih Ellan menanyakan bagaimana kabarnya hari ini.
Namun tidak lama kemudian seorang membawa makanan di hadapan Kaila. Kaila mendongakkan kepala melihat seorang pria yang tiba-tiba masuk ke ruangannya.
"Anda bekerja terlalu keras. Bukannya lebih baik makan dahulu?"
"Pengacara Zi, apa yang anda lakukan di sini?"
"Hanya memberi sedikit makanan. Bukan berarti ini untuk uang suap ya haha."
Kaila tersenyum kecil. Karena kebetulan ia memang lapar, akhirnya ia menerima makanan yang dibungkus itu.
"Anda tidak makan?" tawar Kaila.
"Sudah. Tapi bagaimana anda percaya dengan mudahnya bersama saya. Padahal kita baru bertemu satu kali saat di pengadilan."
Kaila tertawa kecil. "Lalu anda menaruh racun disini?"
"Ya tidak sih. Karena sepertinya jaksa berpihak pada orang saya."
Lagi-lagi Kaila tersenyum sebagai balasan. Wajahnya yang sangat cantik membuat pengacara Zyan semakin tertarik untuk mendekati gadis yang berstatus jaksa itu.
"Jangan tersenyum seperti itu. Nanti saya benar-benar jatuh cinta dengan anda..."
TBC
|•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
Lagi-lagi Kaila tersenyum sebagai balasan. Wajahnya yang sangat cantik membuat pengacara Zyan semakin tertarik untuk mendekati gadis yang berstatus jaksa itu.
"Jangan tersenyum seperti itu. Nanti saya benar-benar jatuh cinta dengan anda..."
"Sayang sekali, tapi dia sudah punya suami," ucap seorang pria melangkah masuk ke dalam ruangan Kaila.
Pengacara Zyan maupun Kaila sama-sama terkejut akan kehadiran pria ini secara tiba-tiba di depan mereka.
"Apa itu suami anda?" Zyan melirik Kaila untuk memastikan. Namun dengan cepat pria itu menengahi percakapan.
"Lebih tepatnya saya bos..., Eh terbalik. Bos saya adalah suaminya Kaila," jawab Sean.
Kaila menyetujui ucapan Sean dengan menatap serius wajah Zyan. Kemudian matanya beralih menatap Sean. "Ellan menyuruh kamu kemari?"
Sean mengangguk mantap. "Bisa kita keluar sebentar?" ucapnya sembari melirik Zyan seakan berkata ada orang lain yang akan mendengarnya.
"Tidak usah. Biar saya saja yang keluar," ujar Zyan. Pria itu membungkukkan sedikit tubuhnya untuk berpamitan pada Kaila.
"Pengacara Zi!" panggil Kaila. Yang dipanggil pun menoleh. "Terimakasih," sambungnya.
Zyan tersenyum kemudian melambaikan tangannya sebagai ucapan selamat tinggal. Setelah hanya tersisa mereka berdua di ruangan tersebut, Sean mulai menyodorkan beberapa makanan yang ia bawa.
"Apa ini?"
"Ellan yang memberikannya. Dia bilang kamu pasti belum makan saat sedang bekerja."
"Ellan mengatakan itu?" tanya Kaila berusaha memastikan. Sean menganggukkan kepalanya. "Dia selalu memperhatikanmu."
Ellan selalu memperhatikanku. Tapi kapan, bukannya dia selalu sibuk dengan pekerjaannya?
"Ellan juga bilang, kalau dia akan mengajakmu makan malam hari ini."
"Baiklah akan kuusahakan."
"Dia mau kau memakai ini," Sean menyodorkan sebuah tas berisikan baju serta perhiasan.
Ekspresi Kaila yang tadinya tersenyum kini berubah menjadi orang yang kebingungan. Pasalnya Ellan tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Apa mungkin ini hanyalah akal-akalan Sean?
"Tunggu dulu..., Ini idemu bukan?" Kaila menatap lekat bola mata Sean. Pria itu tampak gugup seketika melihat Kaila dari dekat dengan tatapan yang dalam.
Sean mengusap wajahnya. "Ya ampun apa yang kupikirkan!" ucapnya dalam hati.
"Kau harus tahu kalau Ellan sangat menyukaimu. Kalau begitu aku pergi dulu... Bye!"
Kaila ingin berterimakasih tadinya, tapi Sean sudah berlari kencang dan menutup pintu. Pria bergigi kelinci itu sangat panik hingga tak sadar kalau dirinya menabrak seseorang dari belakang.
"Sialaaan, hei bodoh. Pakai matamu!" sentak Sana tak terima. Sean belum bisa bicara ia harus menetralkan nafasnya terlebih dahulu.
Setelah lebih tenang, Sean membuka suaranya. "Maaf saya terburu-buru."
Bahu lebar, tubuh yang berisi tidak kurus tidak gemuk, gagah, dan jangan lupakan wajahnya yang tampan.
"Tidak apa-apa. Mungkin lain kali anda bisa lebih hati-hati," jawab Sana.
"Terimakasih."
Sean kembali berlari ke dalam mobilnya. "Apa tidak apa jika ia berbohong tentang ini? Tapikan Ellan pria dingin yang tidak bisa romantis," pikirnya.
•||𝕋𝕤𝕦𝕟𝕕𝕖𝕣𝕖||•|
"Kau lakuin itu, serius?!"
Ellan berdiri dari kursi dan mengacak-acak rambutnya. "Sean, kamu kebangetan! Kamu tahukan kalau aku harus lembur hari ini?"
Sean menepuk bahu teman sekaligus bosnya itu. "Bro, kalau kau masih mau sama Kaila. Kau harus ngelakuin itu."
Kemudian Sean mendekatkan mulutnya ke telinga Ellan. "Kaila digoda dengan pengacara tadi. Hati-hati, mungkin aja dia akan diambil orang darimu.
Ellan mendorong Sean lumayan kuat. "Gila!" ia melangkah meninggalkan ruangannya dan menutup pintu kuat.
"Semangat berjuang!" teriak Sean melambaikan tangannya.
Ellan menghela nafasnya. Ia harus memperbaiki hubunganya dengan Kaila sebelum hubungan mereka berakhir.
Tapi, jika mereka makan bersama yang terjadi hanyalah berdiam diri saja. Tidak ada satupun dari mereka yang mampu mencari topik percakapan.
Sekarang dengan pekerjaan yang menumpuk, Ellan harus berpikir untuk mencari topik pembahasan hari ini. Karena tidak mungkin Kaila yang memulainya.
Sean sangat mengesalkan.
Setelah terus memaki Sean, tidak lama kemudian pria itu mengirimi pesan untuknya.
Sean
Aku akan menggantikanmu hari ini jadi pikirkan saja kencanmu. Oh iya satu lagi, aku membelikanmu baju untuk berpergian nanti. Itu aku beli dengan gajiku. Jadi jangan lupa untuk menggantinya dua kali lipat ya. Semoga berhasil!
"Huft, dia selalu brengsek dan baik disaat bersamaan. Jadi ragu untuk memecatnya."
Enam jam telah berlalu. Kaila telah menyisihkan waktunya untuk makan malam bersama Ellan. Ia juga memakai baju yang diberikan Sean untuknya. Meskipun Kaila berpikir kalau baju itu dari Ellan.
Sana menutup mulutnya tak percaya. "Kaila, kau kau cantik sekali!" terkesan melihat Kaila sudah biasa, tapi kali ini Kaila sangat berbeda memakai pakaian seksi yang tidak sesuai dengan kepribadiannya.
"Apa kau nggak berpikir pakaian ini terlalu terbuka?" tanya Kaila sembari menutupi bahunya yang tampak terbuka.
Sana menggeleng, "Nggak. Kau cantik seperti itu," Sana melangkahkan kakinya mendekati Kaila dan memasangkan anting-anting yang dibeli Sean untuk Kaila.
"Lagipula yang melihatmu hanya Ellan saja bukan?" sambungnya setelah memasangkan anting-anting yang panjang tersebut ke telinga Kaila.
"Baiklah, tuan putrinya sudah siap. Tinggal pangerannya yang belum muncul."
Sana membuka jendela ruangan Kaila. Ia kemudian tersenyum. "Sepertinya pangeran sudah menunggu tuan putri sedari tadi."
"Jangan ngomong gitu san, aku malu."
"Yaudah cepat turun!"
Kaila melangkah menuruni tangga terakhir dari gedung. Benar. Jika Kaila adalah putrinya maka Ellan adalah pangerannya.
Semakin melihat Ellan, semakin Kaila merasa ia tak pantas untuk bersama Ellan. Bagi Kaila, pria itu terlalu sempurna untuknya.
Namun Ellan berpikir sebaliknya tatkala melihat Kaila menuruni tangga. Bagaimana mengungkapkannya, dia lebih dari sekedar cantik bagi Ellan.
Ellan memasukkan tangannya ke saku celana. Merasa gugup karena Kaila menghampirinya. Karena Kaila merasa pakaiannya pemberian dari Ellan, ia mulai memberanikan diri untuk berbicara duluan.
"Kau sangat rapi hari ini. Hmm bagaimana dengan ba-juku?" sedikit gugup, tapi Kaila tetap melangsungkan ucapannya.
Cantik. Sangat cantik.
Ellan ragu dan malu mengucapkan itu di tengah jalan. Ia melihat pria yang lewat dari samping maupun depan mereka memperhatikan tubuh Kaila yang indah.
"Kau... Pakaianmu terlalu terbuka," ceplos Ellan.
Kaila tersenyum kecut. Ternyata benar, baju ini bukanlah dari Ellan. Harusnya Ellan tidak mungkin mengatakan seperti itu jika pakaian yang dikenakan Kaila adalah darinya.
"Kau benar. Kalau begitu aku ganti baju dulu."
"Jangan! Masuk saja ke mobil. Kita harus segera pergi..."
Sana menepuk dahinya. Ternyata ini akhir dari pangeran dan tuan putri. Mereka mempunyai kepribadian yang sama dan siapa sangka ternyata persamaan membuat mereka jauh.
"Apa tidak bisa satu hari saja kita berbicara dengan nyaman. Aku terlalu lelah dengan hubungan kita, Lan. Apa cuman aku yang mau perbaiki hubungan ini?"
"Kaila bukan begitu..., Aku cuman--"
"Huh, kita bicarakan lain kali saja."
Kaila pergi meninggalkan Ellan yang terbungkam. Bagaimana mungkin ia menghancurkan semua rencana Sean untuknya?
Sayang sekali... Cerita pangeran Ellan dan putri Kaila sad ending.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!