"Kaila... Sejak awal kamu masuk kampus ini, saya tertarik dengan kamu. Kamu mau gak jadi pendamping hidup saya?" ungkap Ellan sembari mengulurkan cincin dari sakunya.
"Ha?!" teriak mereka serentak.
"Loh? Bukannya tadi kamu bilang mau jadiin gebetan?" sela Sean. Sana menatap tajam seperti yang dilakukan Sean padanya tadi.
"Kau nggak bisa diam? Kau hanya mengganggu konsentrasi Kaila sekarang," tukas Sana.
Sean memutar malas bola matanya. "Perempuan selalu benar."
Kaila menghela nafasnya. Setelah selesai melihat perdebatan antara Sana dan Sean, ia kemudian beralih menatap Ellan di depannya.
Gadis itu tersenyum dengan tulus. "Sebenarnya aku juga sangat mengagumimu, tapi aku benar-benar minta maaf senior. Karena aku harus menyelesaikan kuliahku."
"Begitu ya," Ellan memasukkan kotak yang berisikan cincin itu kembali ke sakunya.
Sedangkan Kaila menghembus nafasnya panjang. Sebenarnya ia sangat merasa bersalah menolak Ellan secara langsung. Tapi ya mau bagaimana lagi.
"Senior aku benar-benar minta maaf--"
"Gapapa..., Saya bakal lamar kamu nanti, setelah selesai kuliah."
Kaila tersenyum lebar. Kelihatan lesung pipinya yang begitu dalam. "Kalau begitu akan kutunggu," balas Kaila dengan semangat.
..
Di tempat yang berbeda, Sean dan Sana sama-sama tertawa mengingat Kaila menolak lamaran Ellan. Namun pada akhirnya Kaila tetap berjodoh dengan Ellan.
Ellan menatap tajam pria bergigi kelinci tersebut. Pasalnya Ellan sedang bersedih dia malah tertawa. "Gak ada yang lucu, yan. Gak usah ketawa!"
"Haha maaf-maaf. Kalau aku pikir-pikir kalian itu udah sama-sama dewasa, pasti kalian tahu kan yang terbaik untuk kalian."
"Kau benar. Aku udah putusin juga buat cerai..., walaupun rasanya berat."
"Kalau memang itu keputusanmu, sebaiknya kau temui dulu orangtua Kaila dan minta izin mereka."
Untung saja Sean mengingatkan. Ellan hampir lupa untuk memberitahu mertuanya. Ia juga perlu jawaban dari mertuanya.
Tepat di malam hari pukul tujuh malam, Ellan melangkahkan kakinya menaiki tangga rumah orangtua Kaila.
Ayah dari Kaila sudah meninggal 2,5 tahun yang lalu sebelum mereka menikah. Karena Kaila anak tunggal, jadi ibunya hanya tinggal sendiri di rumah.
Tok tok
Terdengar pelan suara ketukan pintu dari luar. Ibu Kaila langsung membukakan pintu dengan semangat melihat tamunya hari ini adalah menantunya.
"Ellan? Ayo masuk," sambutan hangat dari ibu Kaila langsung terdengar hangat di telinga Ellan. Wanita paruh baya itu langsung menarik pelan lengan Ellan memasuki rumahnya.
"Mama, lagi sibuk?" tanya Ellan tatkala melihat mertuanya masih memakai celemek saat membukakan pintu untuknya.
"Enggak kok. Kaila dimana?" ibu Kaila mengerutkan dahinya. Ia merasa bingung kenapa hanya Ellan yang kemari.
"Hmm, Kaila lagi kerja mah."
"Huft, padahal mama lagi masakin makanan kesukaan Kaila. Nanti kamu bisa bawakan untuk Kaila?"
Kaila mengangguk sebagai jawaban 'iya'. Saat ini ia tidak bisa mengeluarkan suaranya untuk mengatakan tujuannya kemari.
Entah mengapa Ellan merasa takut jika ibu Kaila membencinya. Terlebih lagi, wanita paruh baya itu menganggap Ellan seperti anak kandungnya. Bahkan Ellan selalu dilebihkan dibandingkan Kaila.
"Kamu belum makan kan?" tanya ibu Kaila menatap lekat wajah Ellan yang terlihat lesu.
"U-udah, Ma."
"Bohong. Ayo makan sama mama!"
Ibu Kaila menarik Ellan dan mempersilahkan menantunya itu untuk duduk di kursi. Dengan lihai, ibu Kaila menyiapkan banyak jenis makanan di meja makan. Ia juga mengambilkan nasi di piring Ellan.
"Ma, aku aja," ucap Ellan tak enak hati.
"Gak usah mama aja. Soalnya kamu kan baru pulang kerja, pasti masih capek."
Tanpa sadar, Ellan meneteskan air matanya begitu saja. Bagaimana mungkin ia bisa memutuskan hubungan dengan Kaila dan keluarganya. Padahal ibu Kaila sangat baik padanya.
"Makan yang banyak ya. Kamu juga boleh ambil bagian Kaila."
"Iya, Ma," jawab Ellan sembari menundukkan kepalanya. Agar si ibu tidak melihat kalau air matanya sedang mengalir sekarang.
Ibu Kaila tersenyum kemudian menyantap masakannya. "Mama tahu kalau kalian sedang bertengkar, makanya hanya kamu yang kemari."
Ellan mendongakkan kepalanya. "Nggak kok," sanggah Ellan cepat.
"Gak usah bohong. Mama tahu kalau kamu lagi ada masalah."
Ellan menghela nafasnya. "Mama benar. Aku minta maaf."
Ibu Kaila menggelengkan kepalanya. "Kenapa minta maaf? Mama tahu kalau Kaila pasti juga salah. Dia terlalu ambisius dengan pekerjaannya. Tapi Ellan harus tahu, kalau Kaila itu sangat-sangat sayang sama Ellan."
Ellan masih dengan posisi yang sama. Namun telinganya masih mencermati kata-kata yang dilontarkan ibu mertuanya.
"Waktu semasa kuliah, Kaila selalu cerita sama mama kalau dia itu suka banget liat kamu. Sampai-sampai dia nolak cowok yang dipilih ayahnya."
"Berati ayah nggak setuju sama hubungan kami?" tanya Ellan.
Ibu Kaila menggeleng cepat. "Walaupun dia di sana, Mama pasti tahu kalau dia sangat setuju dengan hubungan kalian. Karena dia sangat menyayangi Kaila."
"Kaila juga melawan ayahnya dan mengatakan kalau Ellan sudah melamarnya waktu kuliah. Tapi ia tolak karena ingin lanjut kuliah. Tahu nggak? Itu untuk pertama kalinya Kaila melawan perintah ayahnya."
Ellan tersenyum tipis. "Harusnya dia nggak boleh ngelakuin itu cuman karena Ellan."
"Karena dia sangat sayang sama kamu. Kamu tahu? Kaila pernah nangis semalaman di kamar, terus dia cerita ke Mama kalau kamu pacaran sama wanita lain. Padahal kalian belum ada hubungan apa-apa."
Kali ini Ellan tertawa. Ingin rasanya Ellan melihat wajah Kaila saat cemburu. Pasti sangat menyenangkan.
Ibu Kaila merasa lega. Akhirnya mood Ellan membaik sekarang. Pria itu terus bertanya-tanya tentang Kaila yang membuatnya penasaran.
Banyak hal yang diceritakan wanita paruh baya itu. Dan sekarang, Ellan melupakan tujuan utamanya kemari.
"Suami itu harus banyak mengalah. Karena itu, wanita pasti merasa bersalah dengan suaminya," ibu Kaila memberi sedikit nasihat untuk Ellan.
Ellan menganggukkan kepalanya. "Makasih Ma, aku bakal usahain buat lakuin saran Mama."
...
Seperti biasa, Kaila belum pulang ke rumah. Ellan yakin, kalau gadis itu pasti masih di kantornya dan tak mau pulang.
Namun Ellan tetap menunggu kehadiran Kaila di ruang tamu. Pria itu mengambil ponselnya dan melihat nama Kaila dikontaknya.
Tangannya tergerak untuk menekan tombol panggil pada kontak tersebut. Namun terhenti, tatkala Ellan melihat seseorang membuka pintu luar.
Kaila masuk dan menutup kembali pintu. Ia menghela nafasnya sambil berjalan menunduk dan tidak menyadari keberadaan Ellan di dekatnya.
"Kaila," panggil Ellan, yang dipanggil pun menoleh kearah sumber suara.
"Ada apa?" tanya Kaila. Walaupun berat rasanya untuk menanggapi panggilan Ellan tapi ia tetap memilih untuk bercakapan.
Ellan melangkahkan kakinya mendekati Kaila. Langkah demi langkah akhirnya ia sampai di depan Kaila.
Pria itu meneteskan air matanya. Jujur, ia sangat sedih jika hubungan mereka berakhir di sini. Mungkin ia tidak akan bisa mendapatkan lagi wanita yang lebih baik dari Kaila.
"Kamu kenapa nangis?" tanya Kaila khawatir. Kaila tidak bisa melihat seseorang yang ia sayangi menangis di depannya. Jika orang itu menangis, maka ia juga ikut meneteskan air matanya.
Tanpa ragu, Ellan memeluk Kaila erat. Mengalungkan tangannya di pinggang ramping Kaila.
"Maafkan aku... Aku nggak mau hubungan kita berakhir di sini. Aku yang salah, karena terlalu egois tanpa memikirkanmu."
Air mata Kaila semakin mengalir deras membasahi kemeja yang dikenakan Ellan. "Aku juga salah kok. Maaf aku belum jadi istri yang baik buat kamu," Kaila membalas pelukan Ellan.
Ellan melepas pelukannya kemudian menatap lekat wajah Kaila. "Kamu mau kan kita mulai dari awal hubungan ini?"
"Ya. Aku mau."
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments