05. Hari Pertama Di Kota Baru

Zaen menoleh, terlihat Aulya sudah berdiri di belakang Zaen. membuat Zaen terkejut, karena takut ketahuan jika dirinya sedang berbicara dengan wanita lain.

"Kenapa kamu kesini?"

"Saya takut mas kenapa-napa. Karena perginya lama sekali."

"Saya bukan anak kecil, pergilah, saya masih mau sendiri." Jawabnya ketus.

Aulya merasa malu, akhirnya dia ke kamarnya, dan tidur terlebih dahulu. Saat Azan subuh berkumandang. Aulya yang sudah terbiasa, langsung bangun dengan sendirinya. Saat tidak melihat Zaen di sampingnya, Aulya sangat terkejut dan langsung mencari-cari, karena takut dari semalam tidak masuk kamar. Ternyata, setelah lampu di hidupkan Zaen sudah tertidur pulas di sofa.

"Kenapa Mas Zaen tidur di sofa? bukan kah kita sudah menikah?"Aulya merasa heran.

Aulya mendekat. Dan, membangunkan Zaen dengan pelan sekali.

"Mas Zaen, bangun, sudah waktunya sholat." Panggil Aulya pelan.

Aulya mulai membuka matanya. Dia, tidak menyadari jika sudah menikah lagi. Bahkan Zaen langsung duduk seperti orang bangun dari mimpi buruk, seketika dia mulai sadar jika wanita yang membangunkan dirinya adalah istri sahnya, Aulya.

"Astagfirullah. Ya Allah." Guman Zaen pelan. Lalu pergi menuju kamar mandi.

Aulya menunggu dengan sabar, setelah Zaen keluar dari kamar mandi, dia langsung sholat berjamaah dengan Aulya. Selesai sholat, Aulya langsung mengulurkan tangannya untuk menyalami. Tapi, lagi-lagi Zaen terlihat cuek dan langsung berdiri.

"Ada apa dengan Mas Zaen, Padahal aku hanya ingin menyalami kamu. Seakan-akan kamu menghindar dariku Mas." Batin Aulya.

Aulya langsung membuka mukenahnya. Tetap, dengan hijabnya. meski sudah menjadi suami istri, Aulya masih menjaga auratnya, karena masih merasa malu dan canggu sekali.

"Cepat berkemas, kita akan kembali kerumah. Karena nanti sore, kita sudah berangkat ke Bali."

"Baik mas."

Aulya tidak banyak bicara, diapun berkemas, dan siap-siap untuk pulang. Aulya sedih dengan sikap Zaen. Tapi, Aulya menutupi dengan pura-pura tersenyum ramah dan pura-pura bahagia.

Disisi lain, di kediaman Ibu Irma, sudah menyiapkan makan bersama untuk menyambut pasangan pengantin baru, yang dikira sedang baik-baik saja. Tanpa mereka sadari jika yang mereka tunggu-tunggu sebenarnya tak sebahagia bayangan mereka.

"Assalamualaikum." Ucap Zaen, dan Aulya.

"Waalaikumsalam. Kalian sudah datang?" sambutan hangat dari dua keluarga.

"Iya Ma, Pa" Sambil bersalaman kepada kedua orangtua Zaen dan Ayah Aulya.

"Sekarang kita makan dulu, karena kita semua menunggu kalian untuk makan bersama."

Akhirnya mereka makan bersama. Karena Aulya dan Zaen akan tinggal di Bali. Selesai makan, mereka langsung duduk di ruang keluarga. Zaen tidak menampakkan rasa sedihnya karena sudah menikah dengan Aulya. Mereka terlihat bahagia. Begitu juga Aulya, sedikit pun dia tidak terlihat sedih, dia menunjukan sikap biasa-biasa saja. Meskipun hatinya sedih dan kecewa dengan sikap suaminya.

"Zaen, titip Aulya, ya. Jangan kamu sakiti dia, jika kamu tidak bahagia menikahi Aulya karena di jodohkan. Kamu boleh kembalikan Aulya, kepada Paman. Karena Paman masih mampu membesarkan Aulya sendirian." Pesan Bapak Ahmad yang membuat hati Zaen tiba-tiba iba, dan merasa sangat bersalah, karena tanpa di sadari oleh meraka, Zaen sudah menyakiti hati Aulya dan keluarganya.

"Insyaallah Paman, Saya, akan menjaga amanah ini.’’ jawab Zaen gugup. Aulya diam saja. Tapi mampu membuat Air mata Aulya mengalir deras di pipinya.

"Dan ini tiket kalian sudah ada., Mama tidak mau mendengar kata cerai di dalam keluarga kalian. kamu sebagai kepala rumah tangga, harus benar-benar bertanggung jawab kepada istrimu. Bukan hanya lahir yang kamu penuhi. Tapi, batin Aulya juga, Jika kamu menyakiti istrimu. Itu artinya kamu menyakiti Mama. Nak, Aulya, titip, Zaen ya. ingatkan dia untuk sholat kadang dia masih suka bangun siang. Ketika, dia kerja, dia suka lalai untuk sholat. Kamu pantau terus agar dia tidak lupa sholat dan makan." Pesan Ibu Irma juga. Yang membuat Zaen merasa sangat bersalah.

"Mama jangan hawatir, insyaallah Aulya akan selalu menjaga Mas Zaen."

"Terimakasih ya nak." Jawab Ibu Irma memeluk Aulya.

Karena sudah agak sore, mereka bersiap-siap. Di antar ke bandara oleh Bapak Fakhri dan Ibu Irma, juga Bapak Ahmad.

Kini Aulya sudah jauh dari Ayahnya. Dia harus siap mengarungi bahtera rumah tangganya bersama laki-laki pilihan kedu orang tuanya. Sekalipun badai akan datang di kehidupannya. Mereka sudah harus siap dengan jalan yang akan mereka hadapi.

Sesampainya di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Zaen, dan Aulya sudah di jemput oleh sopir pribadi keluarga Zaen sendiri. Yang sudah di kirim oleh Bapak Fakhri.

"Selamat datang Mas Zaen dan Mbak Aulya. Saya Ode, yang akan menjadi sopir yang Mas Zaen Dan Mbak Aulya. Jadi jangan sungkan-sungkan menyuruh saya."

"Terimakasih Pak Ode. sudah menjemput kami."

"Sama-sama Mas Zaen, monggo saya antar ke Villa."

Ode langsung mengantar Zaen dan Aulya kesebuah Villa, miliknya. Tak jauh dari bandara ngurah rai, mereka sudah sampai. Lalu merek turun.

"Pak Ode, pamit Mas, ini kunci villa dan mobil. Setiap hari saya akan datang, karena sekalian membantu membersihkan rumah ini bersama istrk saya Mbak. Dan ini nomor saya Mbak."

"Terimakasih ya Pak Ode."

"Sama sama Mas."

Ketika sudah berada di dalam rumah, Zaen duduk di kursi. Aulya melihat kearah Zaen yang tampak murung seperti ada beban berat yang dia pikul sendiri.

"Mas, maafkan saya. Karena sudah menjadi beban untuk Mas Zaen. dari kemaren saya lihat, Mas banyak diam. bahkan tidak bicara sama sekali. Jika, saya salah, mohon maafkan saya." Tak terasa Aulya meneteskan air mata. karena dari Surabaya sampai di Bali, Zaen tidak berbicara sama sekali.

"Saya minta maaf. Sungguh, ini bukan kemauan saya. Yang pasti saya belum siap untuk satu kamar dan berhubungan denganmu." Ujar Zaen, pelan. Sambil menunduk, ada rasa bersalah kepada Aulya.

Ingin sekali Zaen jujur. Tapi, dia takut Aulya bersedih. Sebenarnya Zaen sosok laki-laki yang punya sifat perhatian, dan tidak bisa melihat wanita menangis.

"Jika itu alasannya, kenapa Mas tidak terus terang kepada saya, kita tidak saling kenal, jadi itu hal yang biasa Mas." Ujar Aulya tersenyum. Mencoba memahami keadaan.

"Sekali lagi maafkan saya, semoga saya bisa menjalani dan bisa menerima kamu,"

"Saya tidak marah mas, justru saya yang minta maaf, sudah menjadi beban untuk Mas Zaen."

"Sudahlah, aku tidak pernah menganggapmu beban. Ini kartu ATM untuk kamu. Semua, keperluan kamu, dan kebutuhan rumah ini, ambil saja di Atm ini, apapun yang ingin kamu beli, itu hak kamu." Ujar Zaen menyerah kartu ATM nya.

"Tapi maaf, mas. saya ada uang sendiri. Jika saya perlu sesuatu, saya bisa mintak uang tunai kepada Mas Zaen saja."

"Ini hak kamu sebagai istriku. Tolong jangan menolaknya. Mungkin saya bukan laki-laki yang baik, tapi saya punya kewajiban untuk mencukupimu. Untuk sementara, kamar kita akan pisah dulu, karena saya masih belum siap, untuk memulai sebuah hubungan serius. Sekali lagi maafkan saya." Ujar Zaen, merasa bersalah telah menyinggung perasaan Aulya.

"Saya paham Mas. Insyaallah, saya akan bersabar dengan semua ini, karena saya yakin, mungkin ini yang terbaik untuk hubungan ini."

"Kamar kamu, sebelah kanan, istirahatlah, kamu pasti capek."

"Iya, Mas. Saya permisi."

Aulya pergi dan langsung masuk kamar, ternyata kamar yang di siapkan untuk Aulya sudah terlihat rapi .

"Tapi, ini tidak bisa membuatku bahagia. Meski kamar ini besar, karena aku tinggal sendiri seperti tidak punya suami." guman Aulya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!