4.

Mute yang ditinggal begitu saja oleh si Tuan Muda sempat mencibir. Pada akhirnya orang kaya ya orang kaya. Sedikit disindir dia langsung merasa dihina.

Tapi lama-lama Mute merasa bersalah. Bukan karena ia merasa berbuat salah sudah bicara fakta, tapi setidaknya karena ia memang bersikap kurang ajar.

Mute cuma jengkel karena dia bertanya soal ayahnya yang badjingan itu.

"Erekleus." Mute pergi memungut jasnya si Tuan Muda, menemukan bordiran nama pada bagian dalam jasnya.

Namanya sangat aneh tapi juga berkelas. Kain jasnya juga kain terlembut yang pernah Mute sentuh seumur hidupnya. Ini pasti sangat mahal. Memang tidak normal dia datang ke desa dengan alasan mau memajukan desa.

"Udahlah." Mute menyampirkan jas itu ke kursi luar. "Paling kalo bosen pulang sendiri ke istana dia."

Sementara itu, Erekleus yang meninggalkan kediaman Mute pergi menuju balai desa. Di sana ada banyak dekorasi aneh yang katanya normal dilakukan setiap kali ada tamu penting.

"Terima kasih atas usaha kalian," kata Erekleus, "tapi lepaskan itu segera. Dan berikan pengeras suara padaku."

Semua warga yang berkumpul diberi tempat duduk. Berbeda dari pengaturan pihak desa, sekretaris dan pengawal Erekleus mengatur agar semua pegawai desa tidak duduk dan memberi ruang bagi warna sipil saja. Mereka justru berdiri di sisi lain panggung yang tadinya berisi banyak alat-alat musik sambutan namun kini kosong, atas perintah Erekleus.

"Aku ucapkan salam pada kalian yang menyambut kedatanganku ke sini." Erekleus menebarkan senyum manisnya. "Namaku Erekleus Narendra, bukan orang penting sama sekali namun diberi tugas mengembangkan desa ini. Hal pertama yang ingin kusampaikan adalah aku secara resmi mengambil alih komando desa ini untuk beberapa bulan kedepan. Surat perintah resmi ada di kantor kepala daerah. Dan hal kedua yang ingin kusampaikan adalah aku menolak, sangat amat menolak, segala jenis sambutan tidak perlu yang menyusahkan warga sekitaran."

"Aku tahu itu bentuk keramahan kalian tapi aku tidak mau disebut sebagai wujud kesulitan dari kalian sendiri. Dan ketiga, aku tidak akan tinggal di rumah yang kalian buatkan, karena aku akan menentukan tempatku sendiri. Bisa dimengerti?"

Suara penuh percaya diri anak muda itu tidak bisa dibantah siapa pun.

Erekleus tersenyum lagi hingga matanya tertutup dan itu membuat para gadis desa melayang.

"Jika sudah mengerti, maka aku akan memberikan perintah pertamaku. Anggaran desa berada di tanganku sekarang jadi hal pertama yang harus dibangun adalah jalanan dan rumah-rumah warga. Lowongan kerja terbuka untuk kalian semua, semua dari kalian termasuk anak-anak di atas usia dua belas tahun, boleh bergabung dalam pekerjaan dan diberi gaji harian. Tempat ini akan menyediakan makanan gratis sekali sehari dan sisanya kalian bisa membeli dengan harga terjangkau. Hanya itu saja untuk sekarang."

Erekleus mau meletakkan mic di atas podium, tapi teringat sesuatu dan kembali berbicara.

"Jika ada sesuatu yang mau kalian katakan, termasuk kritikan tentang aku, datang langsung padaku. Ini bukan ancaman atau candaan. Terima kasih."

Erekleus turun dari podium dan orang-orang yang dipimpin oleh pengawalnya langsung datang membongkar panggung.

Di bawah, tentu saja ia disambut penuh keringat oleh staf desa.

"Tuan Muda."

"Aku punya pesan untuk kalian juga." Erekleus menepuk-nepuk bahu Kepala Daerah. "Jika ada satu dari kalian yang korupsi, akan kubunuh secara diam-diam. Diam-diam, mengerti?"

Erekleus berlalu dari mereka, hendak pergi menuju warga yang berkumpul untuk membaur. Daripada bertanya pada staf yang cari muka, lebih baik ia bertanya pada warga yang merasakan langsung kehidupan mereka di bawah kepemimpinan daerah.

Tapi belum sempat Erekleus sampai, segerombolan gadis datang mendekatinya.

"Hai, Kak!"

"Halo, Kak! Nama Kakak keren banget!"

"Kak, boleh foto enggak?"

"Kakak udah punya pacar?"

Erekleus menggaruk pelipisnya canggung. Lalu terkejut saat mendengar ada banyak suara kamera mengambil gambarnya.

Semua foto itu akan dihapus otomatis oleh pelindung Erekleus. Ia lupa tadi mengumumkan kalau dirinya tidak boleh difoto sebab itu peraturan mutlak keluarga.

Aku juga tidak mengumumkannya karena kupikir tidak ada urusan dengan tugasku, pikir Erekleus. Tapi mungkin harusnya kuumumkan saja bahwa ... aku sudah menikah.

*

Sebelum kembali ke kediaman Mute, Erekleus pergi ke rumah yang disiapkan untuknya. Ternyata itu rumah dari 'orang paling kaya' di desa yang besarnya dua tingkat.

Erekleus ke sana bukan untuk menyapa ataupun untuk makan, tapi untuk meminjam ruangan agar bisa menghubungi keluarganya.

Duduk di tepi ranjang besar berselimut baru, Erekleus menunggu hingga transmisi terhubung.

"Halo, Ibunda." Erekleus langsung tersenyum pada wanita yang duduk di sofa megah sisi sana. "Aku sudah melakukan pekerjaanku di sini."

"Benarkah? Kamu baik-baik saja di sana? Tidak merepotkan siapa pun?" balas Roxanne, ibundanya.

"Ya, Ibunda. Sesuai perkataan Ayah, mereka menyambutku seperti seorang Tuan Muda manja. Tapi aku menanganinya sesuai caraku."

"Baguslah." Roxanne tersenyum hangat. "Itu tempat tinggalmu, Nak?"

"Tadinya. Tapi aku memutuskan tinggal dengan orang lain. Rumahnya sangat buruk, Ibunda." Erekleus mengeluh. "Aku merasa sangat bingung bagaimana rumah menjadi seburuk itu. Maksudku, bagaimana bisa mereka membiarkan ada seseorang tinggal di sana? Jadi aku meminta pembangunan rumah baru untuk mereka dan mengajak warga bekerja bersama-sama."

"Kamu tidak menghina seseorang, kan?"

"Tidak, Ibunda." Erekleus tersenyum bak anak kecil. "Aku anak Ibunda yang pintar jadi tentu saja tidak."

Memang Erekleus adalah anak bunda garis keras. Bahkan orang yang paling sering Erekleus ajak bertengkar di Kastel Narendra adalah ayahnya sendiri, Eris, karena ia masih ingin tidur di pelukan Roxanne padahal sudah menikah dan sudah dewasa.

Mereka bicara panjang lebar tentang apa yang Erekleus jalani, juga rencananya, lalu kemudian transmisi berganti memperlihatkan sosok istrinya.

"Rasanya sudah lama tidak bertemu, Istriku." Erekleus tersenyum lembut. "Kamu baik-baik saja?"

"Tentu saja, Tuan Muda. Anda juga baik-baik saja di sana?"

"Ya, banyak gadis yang mengira aku belum menikah. Aku sangat populer di sini."

"Maka saya senang. Memuja Anda adalah keharusan." Istrinya terkekeh. "Anda sudah makan? Ini sudah jam makan siang Anda."

"Kurasa tidak. Aku akan makan nanti malam saja. Ohya, Istriku, bisakah aku minta tolong? Kirimkan buah-buahan dari perkebunan kita setiap minggu. Tidak terlihat banyak buah di tempat ini."

"Baik. Akan saya pastikan terkirim besok pagi."

"Terima kasih. Jaga dirimu baik-baik."

"Anda juga, Tuan Muda."

Semua sambungan terputus dan Erekleus beranjak keluar dari kamar itu. Di bawah ternyata keluarga dari pemilik rumah menunggunya.

"Tuan Muda, ayo bergabung ke meja makan. Makanan untuk warga desa sudah dibagikan sesuai perintah, jadi Tuan Muda juga bisa makan bersama."

Erekleus hanya tersenyum.

"Tuan Muda, ayo bergabung." Seorang gadis cantik berpakaian lebih bersih dari Mute datang mendekatinya.

Dia beraroma harum. Nampaknya memakai parfum sangat banyak untuk memastikan dia nyaman diajak duduk bersama.

Erekleus sudah terbiasa digoda bahkan saat ia bertugas di luar negeri, jadi ia tahu ini taktik apa.

Kenapa sebenarnya orang-orang berpikir bahwa Erekleus belum menikah? Ia menikah di usia tujuh belas tahun sesuai hukum Narendra yang sudah berdiri lebih dari dua ratus tahun. Apa mereka tidak percaya seorang pria menikah semuda itu?

"Ayo, Tuan Muda. Kemari dan duduk bersama." Gadis itu berani memegang lengannya, menarik Erekleus duduk.

Karena dia gadis, Erekleus tidak menepis kasar. Ibunda menyuruhnya bersikap lembut pada seorang wanita.

Mereka menyajikan makanan di piringnya. Tentu saja, yang melakukan adalah gadis itu.

"Siapa namamu, Nona Cantik?" tanya Erekleus lembut.

Dia tersipu dengan sebutan nona cantik. "Na-nama aku—nama saya Dinda, Tuan Muda."

"Nama yang indah. Kamu sudah menikah?"

"B-belum."

"Kenapa? Gadis dan pemuda harus cepat menikah untuk kebaikan masing-masing."

Orang tua gadis itu semringah mendengar perkataan yang seakan menanyakan kesiapan anak mereka menikah. Siapa yang tidak mau menikahkan anak mereka dengan seorang pria tampan, disebut Tuan Muda, dan bahkan bisa seenaknya mengontrol desa?

"Tuan Muda, anak kami baru lulus SMA jadi memang belum menikah. Tapi kami juga berusaha mencari pasangan terbaik."

"Oh, benarkah?" Erekleus tersenyum lagi. "Itu bagus sebab ISTRIku berada di umur yang sama dengan Dinda."

Penekana Erekleus pada kata istri membuat wajah mereka kosong.

*

Bantu author ngembangin karya dengan dukungan kalian, yah ☺

Dan buka juga karya-karya Candradimuka lainnya, terima kasih 🙏🙏

Terpopuler

Comments

srimulyani02

srimulyani02

suka ceritanya 😊

2023-07-09

0

Widhi Labonee

Widhi Labonee

lho heeee... babang ere dah menikah? ah aq lupa kl d narendra pasti d jodohkan ya dr jecil,, hmmm...

2023-07-09

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!