Tak sampai menghabiskan dua jam, aku telah bersiap. Bahkan, hanya dalam satu jam aku sudah selesai berdandan dan mengenakan seragam sekolah lama yang mungkin hanya akan aku kenakan sampai hari ini. Seusai sarapan, aku menunggu Zoe di teras depan sambil bermain ponsel. Tak ada pembicaraan yang kulakukan karena memang sedari pagi rumah sepi, hanya ada aku seorang lantaran penghuni rumah lainnya sudah pergi.
Mom-Dad dengan pekerjaannya dan adik laki-lakiku dengan sekolahnya.
Jariku berulang kali menyentuh layar ponsel. Berharap, di sana terdapat notifikasi chat berjumlah puluhan yang akan kuterima seperti biasanya pada hari-hari normalku di McReych. Marsha, Felly, dan Sophi–tiga gadis yang sudah kuanggap sebagai sahabat–tidak lagi muncul di grup chat kami. Terakhir kali topik yang kami bahas mengenai alasan kenapa mau-maunya aku ikut keluargaku tinggal di kota yang jauh dari gaya hidup metropolitan.
Padahal jika saja mereka tahu, Fairille memiliki fasilitas yang sudah cukup lengkap, minus gedung-gedung pencakar langit. Bahkan, kota ini memiliki laut dan hutan yang katanya indah.
Mereka hanya belum tahu, begitu pun sebenarnya dengan diriku.
Sebagaimana saran dari ketiga temanku itu, aku sudah mencoba untuk meminta izin pada Mom dan Dad untuk tinggal sendirian di McReych. Seperti dugaanku, aku tidak mendapatkan izin. Tentu aku merasa kecewa, teman-temanku pun sampai mengabaikan pesan-pesan dariku setelahnya. Meskipun awalnya sangat berat bagiku meninggalkan kota tempat tinggalku sebelumnya, pada akhirnya aku memaksakan diri untuk menerima.
Berbeda dariku. Ezra, adik laki-lakiku, justru merasa senang pindah ke tempat baru ini. Kata Ezra, di tempat ini dia banyak mendapat teman baru, berbeda dengan dirinya di tempat sebelumnya.
"Hai, Kim!"
Baru juga terpikirkan, adikku yang berumur 11 tahun muncul di hadapanku. Ia baru saja pulang dari sekolah diantarkan oleh bus sekolah, tidak seperti sekolah baruku yang mengharuskan anak didiknya tinggal di asrama. Kalau ada yang bertanya kenapa aku masih di rumah, tentu saja jawabannya karena aku baru sampai di kota ini tengah malam tadi, dan masih harus menyiapkan dokumen-dokumen pindahan untuk diserahkan pada sekolah baruku.
"Ez. Kau tampak…berbeda."
Ezra yang sebelumnya banyak murung sekarang kulihat jadi kelihatan lebih hidup. Lihatlah bagaimana Ezra tersenyum. Mata serupa zamrud yang diterpa sinar matahari pun kelihatan berbinar.
"Oh, benarkah?" Ezra berputar dan melihat penampilannya sendiri, terlihat tidak yakin dengan perkataanku. "Memang apa yang membuatku tampak berbeda?"
Aku terdiam sejenak, lalu kembali berkomentar. "Seragam sekolah baru dan kau kelihatan ceria, tidak seperti sebelumnya."
"Apakah itu terlihat buruk?" tanya Ezra sedikit cemberut.
"Tidak, tidak." Aku lekas menggeleng. Lalu senyumku melengkung tulus. "Tentu saja itu sangat bagus. Aku senang melihatnya."
Ezra lalu tertawa dan memelukku yang masih duduk di kursi gantung. Aku membalas pelukannya.
"Kau terbaik, Kim!"
Aku tertawa dan mengusap puncak kepala Ezra dengan gemas.
"Jika ada yang mengganggumu di sekolah, katakan padaku, ok?"
"Tidak ada yang menggangguku, Kim. Di sini teman-teman baruku sangat baik! Berbeda dengan di McReych," ucap Ezra dengan nada ceria, yang benar-benar membuatku heran, sekaligus terkejut. Sebelumnya aku tidak pernah dengar keluhan Ezra soal kehidupan di sekolahnya.
Tanpa dapat menyuarakan pikiranku, Ezra ternyata sudah masuk ke dalam rumah, meninggalkanku yang masih menatap ambang pintu yang kemudian tertutup. Pandanganku yang nanar berlabuh ke arah kejauhan, di mana letak perbatasan kota dan pepohonan hutan yang baru kuketahui detik ini. Semalam hanya ada kegelapan yang bisa kulihat di tempat itu, dengan sesekali muncul gemerlap kecil yang mungkin saja asalnya dari puncak tower.
Panggilan dari seseorang yang terdengar meleburkan lamunanku. Asalnya dari seseorang yang baru saja keluar dari bangku belakang milik mobil hitam sedan mewah yang sedang berhenti di depan rumah. Aku berdiri dan lekas menghampiri saat mengetahui seseorang itu ternyata Zoe. Namun, yang membuatku menghentikan langkah adalah penampilan Zoe yang sangat berbeda dari saat terakhir kali aku bertemu dengannya.
Saat itu Zoe yang mengunjungiku di McReych memakai hotpants dan tanktop, berbanding terbalik dengan sekarang: menggunakan gaun terusan selutut ditimpa blazer crop dengan sebuah lambang–FrHS.
Oh, jangan lupa pita lucu pengganti dasi di dada.
"Frhs?" tanyaku spontan.
"Sekolah kita, Fairille High School. Kenapa kau kelihatan begitu terkejut?"
"Tentu saja. Pakaian yang kau kenakan sungguh berbeda, Zoe." Aku sedikit menunduk, melihat penampilanku sendiri. Pakaian yang aku kenakan adalah seragam sekolahku sebelumnya: dasi dan rok merah bermotif di atas lutut, kemeja krem, juga cardigan yang terikat di pinggang. Seragamku memang tergolong tren dan modern di McReych, tapi sungguh itu merupakan hal biasa di sana, berbeda dengan pakaian Zoe yang kelihatan elegan dan berkelas. "Aku tidak yakin akan ke sekolah menggunakan pakaian ini."
Zoe tergelak.
"Ini hanya seragam, Kim. Itu juga seragammu kan? Itu sangat keren dan…," Zoe mengedipkan satu matanya, "seksi. Kau mungkin akan langsung terkenal di sekolah."
"Zoe!"
"Aku hanya bercanda, Kim. Kau lucu sekali. Aku benar-benar merindukanmu." Zoe tak bisa menahan tawanya. Ia lalu memelukku sebelum menarik tanganku supaya mengikutinya menuju mobil. "Ayolah. Fairille High School sedang menunggumu."
Sekarang aku jadi benar-benar tidak yakin dengan penampilanku. Meskipun Zoe hanya bercanda, tapi tetap saja aku merasa ragu. Namun begitu, setelah aku membalas pelukan hangat dan kata-katanya yang manis, aku menuruti ajakan Zoe untuk masuk ke dalam mobil.
...***...
Jalanan yang tak terlalu ramai terus dilalui oleh mobil yang sedang mereka tumpangi.
Dari bangku penumpang, aku termangu memandang pemandangan kota yang masih terlampau asing bagiku. Dalam hatiku yang paling dalam, masih terdapat rasa sesal atas kepindahanku ke tempat ini. Padahal sebenarnya hidupku di McReych tidak dapat juga dikatakan menyenangkan, bahkan jika dipikirkan lagi tergolong datar karena terus melakukan hal yang sama: pergi ke sekolah, mengerjakan PR, menonton film di Mcflix, bermain ponsel, lalu hang out dengan teman-teman. Itu rutinitas yang kulakukan selama ini.
Ya, segalanya berjalan teratur dan berulang, terlalu teratur malah sampai-sampai terkadang aku merasa bosan.
Atau karena hanya aku yang belum tertarik dengan cowok satu pun?
Tidak seperti Marsha, Felly, dan Sophi yang tergila-gila dengan para cowok tampan dan populer di sekolah. Di mana pun saat bersama mereka, juga saat ke mall atau makan di kafe, teman-temanku itu selalu membicarakan cowok-cowok yang mereka taksir. Mereka selalu berencana untuk mendekati cowok-cowok itu. Sedangkan aku biasanya hanya akan membantu dan, yah, berakhir 'makan popcorn' di pojokan.
Aku melirik ke arah Zoe di sampingku, lalu tersenyum tipis, merasa lega masih ada teman yang mau menemaniku hingga saat ini.
"Kimberly dear."
"U-uh, ya?"
Aku terbata, terkejut karena tiba-tiba Zoe memanggil namaku. Rasanya seperti sedang terpergok sedang mencuri pandang ke arahnya.
"Aku harap kau betah tinggal di Fairille. Sungguh berbeda dengan McReych, bukan?"
Mataku melebar sejenak. Perkataan itu membuatku terdiam. Temanku satu ini seperti tahu apa isi pikiranku.
Aku lalu kembali memandang ke luar jendela.
"Aku pun berharap demikian."
Mungkin aku harus mulai melupakan kemegahan kota McReych beserta kesibukan dan ingat-bingarnya. Apa yang tersisa kini adalah suara alam berupa desau angin dan burung-burung yang berkicau. Pemandangan yang kulihat kini telah berganti. Bangunan-bangunan yang tadinya berdiri di kanan-kiri jalan telah berubah sepenuhnya dengan pohon-pohon besar yang berjajar. Saking besar dan kokohnya, tampak akar-akarnya yang mencuat dari dalam tanah seolah akan membelah jalanan.
"Wow. Pohon-pohon ini sebentar lagi sepertinya akan menghancurkan jalanan kota."
"Tahan kekagumanmu sampai kau melihat pemandangan setelah belokan di depan."
Tepat setelah Zoe berkata seperti itu, sang sopir yang mengemudi membelokkan setir mengikuti jalan yang kemudian melengkung. Kuperhatikan pohon-pohon di luar jendelaku mulai jarang, lalu tampak kilauan biru terang yang sepertinya aku tahu apa itu.
"Laut!"
Aku membuka kaca jendela, dan memang apa yang kuucapkan benar. Itu benar-benar laut! Laut terpampang jelas di samping jendelaku ketika pohon sudah tak lagi ada menyembunyikan keindahannya. Pemandangan alam yang selama ini tidak pernah kutemukan di McReych!
"Cantik sekali!" jeritku senang karena dibuat terpukau. Rambutku yang terurai pun ikut diterpa angin dan jadi berantakan ketika kepalaku menyembul keluar jendela. Melihat pemandangan seperti ini, aku merasa sangat senang. Resah yang sempat aku rasakan seketika lenyap. "Lihat, Zoe! Laut!"
Zoe tertawa melihatku yang mendadak seperti anak kecil.
"Oh, itu laut? Kupikir itu gunung," ujar Zoe berkelakar.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Aru
akur ya
2023-09-10
0
Rizka Hs
engga terlalu buruk kok dari 1-10 nilainya 0,7.
2023-09-06
0
𝐃ⁱʸᵃʰ 𝖆⃟𝖑⃟ Aᶻˡᵃᵐ🏹
Gak boleh gtu Zoe😂
2023-09-06
0