Luka Lama

Vanowa Austin Erlano.

Sosok cucu sulung keluarga Erlano. Semua orang mengenalnya sebagai anak yang memiliki seribu kelebihan. Kesayangan Haris dan kebanggaan keluarga Erlano.

Vano dan Sean adalah saudara kembar yang memiliki kepribadian berbeda layaknya langit dan bumi, dan berlawanan layaknya utara dan selatan. Jika Vano anaknya teliti dan telaten maka Sean adalah kebalikannya. Ceroboh dan susah di atur adalah kepribadian Sean.

"Katanya mau bikin mobil sendiri, jadi kamu harus rajin belajar. Nanti Ayah malah makin marah sama kamu." Vano yang baru saja duduk di bangku kelas lima SD itu seringkali menegur Sean untuk belajar dan belajar, tapi laki-laki yang susah diatur itu tetap keras kepala .

"Ayah selalu marah ke aku. Enggak apa-apa kakak aja yang jadi kebanggaan Ayah. Sean juga seneng kalo kakak seneng."

Sean selalu dituntut untuk seperti kakaknya baik dalam sikap maupun kepribadian. Haris terus menyuruh anak itu belajar segala hal dalam diri Vano, meski Sean sejujurnya tak mampu. Karena kedua anak itu berbeda. Mau dipaksa bagaimana pun anak itu tetap tak sama. Vano, ya Vano dan Sean, ya Sean.

"Dapat 80 lagi?! Kamu kapan pintarnya jika seperti ini terus!" Haris melemparkan selembar kertas hasil ulangan anak keduanya itu. "Berhenti bermain-main lagi! Kamu lihat kakakmu itu! Dia ulangan tidak pernah mendapatkan nilai di bawah 90."

Haris tidak pernah menghargai hasil usaha yang telah Sean lakukan.

"Aku ... terlalu bodoh, ya Kak?" Sean beringsut memeluk Vano yang mendekapnya erat.

"Kata siapa? Kamu itu pintar. Nanti belajar lagi ya biar pintarnya gak hilang," ucap Vano seraya mengelus punggung Sean. Anak itu selalu menjadi penenang hati Sean saat kacau seperti saat itu..

"Sean pernah ngebuat Devan jatuh terluka. Dagunya sampai robek dan berdarah gara-gara Sean."

Ingatkan lagi jika Sean itu anaknya memang ceroboh, tapi dia sangat peduli kepada adik tirinya.

"Itu bukan murni salahmu. Jangan dijadikan beban pikiran, Sean."

Vano selalu ada untuknya. Vano sosok kakak yang sangat berharga kepadanya, walaupun mereka kembar, entah mengapa Vano memiliki sifat yang lebih dewasa dari Sean.

"Ayah mendapatkan surat lagi gara-gara kamu! Satu hari saja tidak membuat Ayahmu ini malu, bisa?!"

Saat itu Haris marah besar. Untuk seumuran anak SD hal tersebut menjadi asupan sehari-hari bagi Sean.

"Maaf, Ayah. Teman Sean yang pertama mengambil uang temen Sean, jadi-

"Kamu mau melemparkan kesalahanmu kepada orang lain?!" Haris membentaknya. Hebat, ayahnya selalu memperlakukan Sean seperti binatang jika tidak ada Sima dan Devan. Sedangkan Vano hanya bisa mendengar rintihan kesakitan Sean dari dalam kamarnya.

Haris selalu membedakan Sean dengan Vano dan Devan. Baik dalam sikap maupun kasih sayangnya.

"Saya tidak bisa lagi mengampunimu! Hei, saya bekerja keras mati-matian untuk menafkahi kalian semua! Kurang uang yang saya kasih untuk kamu, sampai-sampai mencuri uang temanmu?!"

"Ayah, Sean tidak mencuri uang Reno, itu-"

Tanpa mendengarkan penjelasan Sean lebih lanjut, Haris menarik lengan anak itu dengan kasar. Wajahnya pias rasanya ingin membunuh Sean saat itu juga.

"Kali ini tidak ada kata maaf untuk anak nakal seperti kamu!" Cambukan lagi. Haris mencambuk putra keduanya itu. Punggung hingga betis Sean memerah dan memar. Haris tidak pernah sadar, jika luka dari cambukan-cambukan itu akan menjadi bekas luka yang tidak akan pernah sembuh lagi. Baik dalam ingatan, batin, maupun fisik Sean.

Haris memaksa kepada putra keduanya itu untuk berubah. Namun pada dasarnya apa yang harus dirubah dari kepribadian Sean? Anak itu hanya butuh kasih sayang dari ayahnya. Semula baik-baik saja, namun yang membuat kasih sayang Haris perlahan memudar adalah saat insiden jatuhnya Devan.

Devan adik tirinya, si anak bungsu sekaligus kesayangan Haris, sama seperti halnya Vano anak pertama yang menjadi kebanggaan keluarga Erlano. Hanya Irsan, kakek Sean satu-satunya yang menyayangi anak kedua dari Haris.

Hingga tiba saatnya di mana Sean mulai kehilangan keduanya. Orang yang paling dia sayangi pergi meninggalkan dia dengan segala kepahitan hidup.

"Kak biarkan Sean aja yang nganter obat Kakek. Kak Vano masih baru belajar nyetir."

Mereka berdua baru duduk di bangku SMP. Saat itu Sean sudah lihai membawa sepeda motor, namun Vano yang baru belajar tiga hari ngotot ingin mengantarkan obat kakeknya yang tertinggal di rumah.

"Biar Kakak aja. Kamu banyak PR yang masih belum dikerjakan. Nanti Ayah marah lagi ke kamu."

"PR bisa Sean kerjakan nanti. Aku mau nganter obat ini ke Kakek dulu," ujar Sean memaksa. Sopir pribadi mereka sedang tidak ada, hanya ada mobil dan motor yang terparkir di garasi.

Vano memegang kedua pundak Sean. " Udah, percaya sama Kakak. Kamu liat, tuh PR kerajinanmu masih belum diselesaikan."

Sean melirik stik dan lem yang berserakan di lantai kamarnya. Benar yang dikatakan Vano. Dia masih tidak mengerjakan apapun, sedangkan tenggat waktu untuk pengumpulan tugasnya adalah besok.

Langit di luar sana gelap. Gelap malam tanpa bulan dan bintang. Awan hitam mulai membungkusi kota mereka, siap untuk melepaskan jutaan tetes air.

Vano merasa semua baik-baik saja sebelum hujan deras melandanya di tengah perjalanan menuju kantor Exela. Kakeknya lembur dadakan karena ada sedikit masalah, pria itu membantu Haris yang masih sibuk di ruangan meeting kantor.

"K-kenapa hujannya deras sekali?" Vano bergumam ketakutan saat sudah melanjutkan perjalanan, karena dia berhenti sebentar untuk memasang mantel hujan.

Jalanan terlihat kabur, tetesan jutaan air dari langit membuat jalanan tidak terlihat sangking derasnya. Hingga tibalah Vano di tengah perempatan jalan.

Dia tidak melihat dari arah samping sebuah truk besar sedang melintas menuju arahnya. Tubuh anak berusia tiga belas tahun itu membeku ketika mendapati truk besar dari arah sampingnya.

Brakk

Tubuh Vano terpental beberapa meter dari posisi. Kepala anak itu menghantam aspal yang keras. Sedangkan kakinya tertindih sepeda motor.

Matanya sayu menatap jalanan yang sepi, hanya hujan yang menemani dia. Telinganya berdengung hebat, rasa sakit kemudian menjalar di seluruh tubuhnya.

"Sean ...." lirih Vano sebelum matanya terpejam untuk selama-lamanya.

...****************...

Sean menatap nanar ponselnya. Tubuhnya langsung membeku. Kepalanya menggeleng tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Saudara Vano dilarikan ke rumah sakit dan saya mohon maaf ... dia meninggal saat sudah di turunkan dari ambulan."

Sean tidak bisa menahan tangisnya. "Ini semua salahku! Salahku!"

Anak itu mengambil ponselnya yang sempat terjatuh kemudian menelpon kakeknya yang berada di kantor. Dia- tidak berani menelpon Haris dan mengatakannya secara langsung.

"Kek, Kak Vano ... dia t-tertabrak."

Hening sesaat sebelum kakeknya mengucapkan sesuatu. "Kamu jangan bercanda, Sean." kekeh Irsan, dia tidak menyangka cucunya akan menelpon dia dan membuat lelucon seperti itu.

"Tidak, Kek. Kak Vano- dia ... pergi meninggalkan kita." Sean tidak bisa lagi melanjutkan kalimatnya.

Sambungan diputus sepihak. "Halo? Kek?!" Sean menatap layar ponselnya. Perasaannya merasa tidak enak. Dia takut kakeknya kenapa -napa, karena Irsan masih tidak meminum obatnya.

Sial. Kenapa Sean melupakan itu.

Anak itu berlari keluar rumah. Dia tidak mendapati Devan maupun Sima di rumah. Tubuh kecilnya menerobos air hujan yang sedang menghunjami bumi dengan jutaan tetesannya.

Anak kecil itu berlarian di tengah jalan, berharap ada taksi atau tumpangan yang dapat dia temukan.

...----------------...

Ditampar oleh kenyataan dan ditampar oleh orang yang disayang. Tubuh Sean yang masih basah itu sudah bersimpuh di lantai rumah sakit. Pipinya terasa panas ketika sang ayah menamparnya berulang kali hingga anak itu tak kuat lagi menahan tubuhnya.

"Pembunuh!!" teriak Haris. "Saya ternyata selama ini membesarkan seorang pembunuh!" Pria itu menarik baju Sean dan memukulnya sekali lagi.

"MAS!" Dari arah belakang Sima berlarian dengan menuntun Devan yang masih berumur delapan tahun. "Dia itu anak kamu!" Wanita yang berstatus sebagai ibu tiri itu berusaha menarik Sean ke dalam pelukannya. Berusaha melindungi tubuh ringkih anak malang Itu.

"Jangan bela dia, Sima! Anak itu harusnya dipenjara! Gara-hara dia anak saya ... dan Ayah saya harus-" Haris tidak bisa melanjutkan kalimatnya lagi.

"Kakek kenapa?" Sean yang tadinya berlindung ketakutan di lengan Sima kini menampakkan wajahnya menghadap Haris.

"Kamu tidak lihat ruangan di depan sana! Kakekmu sedang berjuang antara hidup dan mati. Dan ini semua kamu penyebabnya!"

Haris geram. Dia tidak bisa menahan lagi. Tangan kekarnya menarik lengan Sean secara paksa.

"Sakit, Ayah."

"Sakit? Harusnya kamu yang mati! Bukan Vano, dengan begitu kamu tidak akan pernah merasakan rasa sakit ini lagi."

Sean berduka tak tertahan, lalu pukulan dari ayahnya membuat anak itu terjungkal. Haris berhasil menyempurnakan rasa sakitnya tanpa cela. Mencabik seluruh perasaanya hingga membuat lukanya kian menganga.

Ruangan di depan mereka terbuka menampilkan sosok dokter dengan stetoskop yang mengalung di lehernya.

Raut wajah dokter itu menunjukkan rasa berduka cita. Tanpa mengatakan apapun Haris mengerti. Irsan, ayahnya telah menghembuskan napas terakhir karena gagal jantung.

Setelah dokter berlalu dan menyampaikan rasa duka yang mendalam Haris tidak bisa lagi menahan air matanya. Kehilangan ayah dan anaknya membuat rasa tidak suka menjadi kebencian yang mendalam kepada anak keduanya, Sean.

Dari awal, Sean memang tidak bisa diandalkan. Anak itu selalu membawa musibah bagi orang-orang di sekitarnya. Sean Austin Erlano itu ... pembawa sial bagi ayahnya.

.

Terpopuler

Comments

raazhr_

raazhr_

ada loh Van, kmu aja yg blum rasain😔

2023-08-08

0

Richie

Richie

banyak yang pakai nama "Devan" dan "Kenan" atau "Kinan"

2023-08-01

0

Silvi Aulia

Silvi Aulia

waw ,,,,Jagan bilang Maureen nya mau di unboxin*g 🤭

2023-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!