Tatapan mata

Hari ini adalah hari ketiga aku bersekolah di SMA ku ini. Aku baru saja memasuki ruanganku kembali duduk di tempat dudukku dan mengobrol dengan Ian yang memang sudah datang lebih dulu dari pada aku. Tak lama Windi tiba-tiba datang ke kelasku.

“Den dipanggil Bintang tuh, di toilet dia teriak manggil elu.”

“Apaan si tuh bocah.”

Aku pun berjalan menuju toilet sekolah yang tak terlalu jauh dari kelasku, sesampai di depan toilet aku mendengar suara Bintang yang memanggil namaku.

“Den....” Teriak Bintang.

“Apa, apa, apa? Pagi-pagi lu udah ribut di kamar mandi.” Ucapku sambil berteriak juga.

“Den cara cebok di wc duduk gimana oi?”

“Ini kalau lu lagi ngejokes kagak lucu?”

“Kagak ******.”

“Yah lu goblok dah, cari ****** napa?”

“Udah nggak kuat tadi, udah gc?”

“Angkat pantat item lu dikit, tuh air dalaman kloset, lu cebok pake tuh air.”

“Masih ada taik gua?”

Aku tertawa mendengar kata-kata Bintang sambil mencoba meninggalkan Bintang.

“Gimana nih Den?”

“Gua mau ke kantin ah gak jelas lu anjing.”

“GUA JADI TAU LU YAH DEN.” Ucap Bintang dengan nada ngegas.

Aku langsung kembali ngegas balik perkataan Bintang. “TUH SEBELAH KIRI LU ADA SELANG, UDAH CEBOK PAKE ITU LU.”

“Oh terus gimana?” Sambil kembali bertanya.

“SEMPROT KE MUKA.”

“Lucu lu begitu loh?”

“Goblok emang lu.”

Tak lama Bintang pun keluar dari toilet dengan muka yang sangat ceria dan tenang karena beban yang tadi dia tanggung udah keluar, kulihat dengan muka jijik wajah Bintang yang tersenyum kepadaku.

“Gak Jelas bet lu orang.”

“Yakan di rumah gua wc jongkok semua, mana tau gua cebok di wc duduk.”

“Mata tuh pake buat cari video tutorial cebok di wc duduk, jangan buat nonton film bokep aja.”

“Si anjing.”

Aku berjalan meninggalkan Bintang yang masih di depan toilet.

“Lu mau kemana?”

“Kekantin gua laper, belum sarapan gua dari pagi, lu mau ikut?”

“Kagak ikut gua, masih pagi udah ngajak kekantin aja lu.”

“Harusnya lu ikut ege, lu barusan habis boker kosong tuh perut.”

“Kagak kagak, lu sendiri aja ke kantinnya, gua balik ke kelas aja.” Kata Bintang sambil meninggalkanku sendiri dan menuju kelasnya.

Aku pun pergi seorang diri ke kantin karena Bintang tidak mau menerima ajakanku dan sesampai di kantin aku langsung menghampiri ibu kantin yang sedang menyiapkan makanan untuk siswa lain.

“Pagi bu.” Ucapku sambil tersenyum dan langsung menyantap gorengan yang ada di hadapanku.

Ibu kantin yang melihatku langsung tersenyum kepadaku. “Oh kamu lagi.”

“Ya emang saya atuh bu.” Ucapku sambil mengunyah gorengan yang tadi aku ambil. “Bu Deni pesen mie ayam ya satu.”

“Eh itu hutang yang kemarin mau dibayar kapan?” Ibu kantin menyinggung tentang hutangku saat kemarin makan di kantin.

Aku pun langsung berbisik kepada Ibu kantin. “Eh ibu jangan kenceng-kenceng ngomongnya nanti ke denger sama yang lain.”

Ibu kantin tertawa. “Hahaha iya deh, kirain orang doang yang punya malu?”

“Lah kalau bukan orang apa bu?”

“Jin.” kata ibu kantin sambil tertawa.

“Berarti kalau Deni Jin nggak usah bayar ya bu, kan tembus pandang.”

“Eh kalau itu di luar skenario, jadi harus bayar.” Ucap Ibu kantin sambil menyiapkan makanan yang aku pesanan. “Ini makanannya, sana pergi sana ibu lagi sibuk.” kata ibu kantin sambil memberi makanan yang aku pesan dan mengusirku dari tempatnya.

“Eh si ibu baik banget sampai ngebantuin jalan.” Ucapku sambil berjalan meninggalkan kantin.

Aku pun berjalan menuju meja makan yang berada di bawah pohon. Tiba-tiba, pandanganku terpaku pada Dila yang membawa makanannya yang akan duduk sendirian di meja makan. Tanpa ragu, aku langsung memanggil namanya.

“Dila...”

Dila memalingkan wajahnya dan melihat aku duduk seorang diri. Ia mendekatiku dengan ekspresi bingung. “Kamu sendirian?”

Aku mencoba tersenyum padanya. “Nggak kok, kita berdua di sini.”

Dila semakin bingung. “Berdua? Emangnya sama siapa?”

Aku menunjuk ke arah Dila dan diriku sendiri sambil menjelaskan, “Berdua, maksudku aku dan kamu.”

Dila tersenyum kecil dan akhirnya duduk di meja yang sama dengan aku.

“Kamu tumben pagi-pagi udah ke kantin aja, mana sendirian lagi, nggak takut ada yang culik apa?” Ucapku sambil memperhatikan Dila yang baru saja duduk.

Dila tertawa kecil. “Hehehe. Nggak akan adalah yang mau culik aku lagian kan aku kuat.” Ia mengangkat tangan sebagai tanda kekuatannya. “Ya tadi pagi tuh aku nggak sempet sarapan takut telat, kamu sendiri tumben sendirian nggak sama geng GGS?”

“Geng GGS?” Aku bertanya kepada Dila sambil mengernyitkan dahi.

Dila tertawa kecil.”Ehehehe. Iya kata si Windi sama si Desi kalian bertiga itu GGS, ganteng ganteng somplak.”

Aku tertawa kecil mendengar perkataan Dila. “Wah memang sialan tuh si Desi sama si Windi bikin nama geng tapi belum izin.”

“Hey sekarang jawab, kenapa kamu sekarang nggak bareng sama temen kamu?”

Aku tersenyum. “Mungkin ini adalah skenario yang sudah direncanakan, bahwa kita akan bertemu di kantin dan makan bersama.”

“Kamu ya ngeselin.” Ucap Dila dengan muka cemberut.

Aku yang melihat Dila yang sedang cemberut langsung terpana karena mau seperti apa ekspresi yang ditampilkan oleh Dila, dia selalu tetap sama dan tak berubah. Iya, dia begitu cantik sampai-sampai aku tak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata yang bisa aku ukir di dalam kepalaku.

Dila yang tadi sedang cemberut setelah melihat diriku menatapnya sambil tersenyum akhirnya dia juga tersenyum ke arahku. “Jangan liat aku kayak gitu.” Ucapnya dengan nada malu.

Aku tertawa kecil sambil menjawab pertanyaan Dila. “Hehehe. Aku juga sama kayak kamu, aku belum sarapan dirumah, yaudah daripada nggak sarapan sama sekali aku kekantin aja buat sarapan yang tertunda.”

Dila mendengarkan ku sambil kembali memakan makanannya yang berada di hadapanku, sambil mengobrol dengannya tak terasa waktu sudah jam setengah delapan aja dan aku pun mengajak Dila untuk pergi kekelas bersama karena memang kelas kami searah.

“Mau kekelas bareng nggak udah jam setengah delapan nih takut kakak pembinanya udah datang duluan?” Ucapku mengajak Dila sambil melihat jam tanganku yang aku kenakan di tangan kiri.

“Boleh.” Dila berdiri dari tempat duduknya dan berjalan di sampingku untuk pergi kekelas.

“Dila.” Panggilanku memecah keheningan sambil berjalan di sebelah kirinya.

Dila menengok ke arahku. “Iya, kenapa?”

“Kenapa Jarjit kalau pantun selalu diawali dua tiga dua tiga?”

Dila bergumam sambil berpikir. “Karena pantunnya cuma dua atau tiga baris mungkin, tapi aku juga nggak tau si. Hehehe.”

Aku menimpali perkataan Dila.”Salah.”

“Terus yang bener apa dong?”

Kami berjalan tanpa kata-kata terlalu lama, dan akhirnya sampai di depan kelas Dila. Aku tersenyum sambil memandangi matanya yang berwarna hitam kecoklatan.

“Karena yang pertama itu kamu.”

Dila yang mendengar perkataanku langsung salah tingkah dengan wajah yang mulai memerah. Dan aku hanya tertawa kecil sambil berjalan meninggalkan Dila dan pergi ke kelasku.

“Hehehe. Makasih yaudah nemenin sarapan barengnya, aku balik kekelas dulu.”

Sambil berjalan meninggalkan Dila aku selalu terbayang-bayang wajah Dila yang tak bisa lepas dari isi kepalaku.

Aku memang sedikit aneh.Bisa-bisanya takut kehilangan, kamu. Yang sudah jelas-jelas belum menjadi milikku.

.~~~.

Sekarang adalah hari terakhir orientasi banyak siswa-siswa baru yang membuat kesan pertamanya dengan berusaha mencari relasi yang banyak tetapi aku sama sekali tak tertarik untuk melakukan hal seperti itu. Mungkin karena aku udah menemukan yang bahakan lebih dari relasi dan ya, itu adalah Dila.

Aku yang baru sampai di kelas hanya duduk sambil bermalas-malasan di meja kesayanganku sambil berusaha meneruskan tidurku yang tadi pagi tertunda. Tak lama Bintang memanggilku.

“Oi Den? Antar gua yuk?” Ajak Bintang kepadaku yang sedang duduk bermalas-malasan di atas meja.

“Gua lagi sibuk, sama si Ian aja tuh.” Jawabku sambil memejamkan mataku.

“Lu sibuk apaan ege? Lu kagak ngapa-ngapain juga.”

“Ya itu, gua lagi sibuk nggak ngapa-ngapain.”

“Brengsek lu, Cepet antar gua dulu sebentar, entar istirahat gua traktir lu makan.”

“Oke deal!” Ucapku sambil bangkit dari tempat dudukku.

Sambil berjalan meninggalkan kelas bersama Bintang, aku sedikit penasaran Bintang meminta antar kepadaku untuk pergi kemana.

“Emangnya lu mau kemana, sampe harus gua antar segala?” Ucapku bertanya kepadanya sambil berjalan di sampingnya.

“Gua disuruh beli pembalut sama Windi!”

Aku tertawa mendengar perkataan Bintang. “Hahaha. Anjing lu, gua kira ada hal penting sampai harus bawa gua. Taunya karena Windi.”

“semua hal tentang Windi adalah hal yang penting bagi gua.”

“Iya, iya. Si paling bucin.” Ucapku sambil berjalan menuju minimarket.

Sesampai di minimarket aku dan Bintang langsung menghampiri mbak kasir untuk mencari pembalut yang Bintang minta.

“Hallo mas, selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” Ucap mbak kasir sambil tersenyum ramah kepada kami berdua.

“Permisi mbak saya mau beli pembalut.” Ucap Bintang sambil berbisik kepada mbak kasir.

“Ukurannya apa ya mas?” Tanya mbak kasir sambil berjalan menemani kami berdua untuk mencari pembalut yang Bintang minta.

Bintang terlihat kebingungan saat mbak kasir bertanya tentang ukuran pembalut yang Bintang minta. “Oi Den, ukuran pembalut si Windi berapa?” Tanya Bintang kepadaku sambil berbisik.

“Mana gua tau, gua cowoknya bukan. harusnya lu yang tau.”

“Ya gua nanya sama lu karena gua nggak tau ege.”

“Yaudah tanyain sama mbak kasir soalnya mirip juga kalau dari tinggi badan sama si Windi.” Ucapku sambil memberi saran kepada Bintang.

Bintang pun menuruti saranku. “Permisi mbak kalau ukuran pembalut mbak berapa ya?”

Mbak kasir yang mendengar pertanyaan Bintang, wajahnya langsung memerah. “Eh...”

“Soalnya saya nggak tau ukuran pembalut cewek saya mbak, dan juga kayaknya mbaknya seukuran sama cewek saya.” Ucap Bintang sambil tertawa kecil.

“Kalau begitu saya pilihkan ya mas.” Ucap mbak kasir sambil mengambil pembalut yang berada di raknya,  kemudian menghitung harganya. “Totalnya jadi 25 ribu.”

“Oi nge, gua pinjem duit lu goceng, duit gua kuran.” Sambil berbisik kepadaku.

“Kagak kagak, kalau duit gua lu pinjem, gua nggak bisa buat bayar utang ke ibu kantin.”

Bintang pun langsung mengambil uangku dari saku bajuku. “Entar gua yang bayarin hutang lu.”

“Nah kalau gitu gua setuju.”

“Ini mbak 25 ribu ya.”

“Makasih ya.”

Aku dan Bintang pun kembali menuju sekolah untuk mengikuti kegiatan orientasi hari terakhir. Sesampai di sekolah aku mengantar Bintang untuk bertemu dengan Windi di depan toilet.

“Ini Win pembalutnya.” Sambil memberikan pembalut yang tadi Bintang beli kepada Windi.

“Lu lama banget si? Gua nggak enak mau ganti ini.”

Bintang hanya menunduk dimarahi oleh Windi. “Ya maaf, kan gua nggak tau pembalut buat lu ukuran apa?”

“Sana lu masuk kelas, gua mau ganti dulu.” Ucap Windi sambil memasuki toilet.

Aku pun pergi ke kelasku bersama Bintang dan kembali ke tempat duduk kami berdua, tak lama bel masuk pun berbunyi. Kakak pembina memasuki kelasku dan memberikan pengumuman.

“Selamat pagi teman-teman.” Kata kak Arin membuka acaranya dengan memberikan salam.

“Pagi.”

“Sekarang kakak akan memberikan tugas untuk kalian, tugasnya yaitu mengumpulkan tanda tangan dari kakak kelas mulai dari kelas 11 sampai dengan kelas 12, jadi kalian harus mendapatkan dua puluh tanda tangan, dan kalau kalian tidak mendapatkan tanda tangan sampai dua puluh kalian akan dihukum.”

“Buat apa kak ngumpulin tanda tangan nggak jelas banget tugasnya, kayak muka si Ian aja.” Ucapku kepada kak Arin sambil memotong perkataanya.

“Lah ko gua?”

“Yakan muka lu nggak jelas.” Kataku sambil tertawa dan teman-teman sekelas pun ikutan tertawa juga.

“Sialan lu Den.” Ucap Ian kepadaku.

“Eh berisik kalian, nggak menghargai apa? ada Kakak pembina juga di depan.” Ucap Desi kepadaku dan Ian sambil berteriak.

“Iya maaf-maaf.”

“Udah, udah. Jika kalian tidak mengerjakan apa yang saya minta saya akan hukum!”

“Baik kak.”

Karena kita disuruh keluar untuk mencari tanda tangan semuanya yang ada di kelas pun keluar kecuali aku, ian, Bintang dan kak Arin.

“Kalian nggak keluar?” Ucap kak Arin sambil ia mau berjalan keluar kelas.

“Iya kak bentaran.” Jawab Ian kepada kak Arin.

“Yaudah kakak duluan ya.”

“Iya kak.”

“Eh kita mau minta tanda tangan siapa?” Kata Ian bertanya padaku.

“Mending kita keluar aja dulu kita keliling.” kata Bintang mengajak ku dan Ian keluar untuk menyelesaikan tugasnya

“Lu berdua aja sana nyari tanda tangan nanti gua nitip ya.” Kataku dengan nada memelas sambil tiduran.

“Itu mah ke enakan lu!” Kata Bintang memukul kepala-ku.

Aku hanya tersenyum dan menutup mataku sambil memeluk tas sebagai alas aku untuk tidur.

“Yaudah kita keluar.” kata Ian meninggalkanku sendirian di kelas.

Tak lama aku melihat pintu kelas yang terbuka dan tak sengaja melihat Dila dan Windi melintas di depan pintu kelasku sambil tersenyum. Nyatanya dia cukup sempurna untuk seukuran manusia yang berada di sekitarku. Kamu tau Dila, dalam sebuah cerita yang tak pernah didengar semesta, dirimu adalah peran penting dari cerita yang hanya dinikmati oleh diriku seorang.

Senja memang tak secantik pelangi. Tetapi senja berjanji kalau esok akan kembali.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!