Aqila baring dengan nyaman diatas tempat tidurnya. Hari ini terasa sangat melelahkan baik fisik maupun pikiran. Dia harus menghadapi kumpulan anak ips yang memintanya untuk mengikuti rapat hari ini. Baru saja hari pertama tetapi mereka ingin menciptakan keributan. Entah apa yang akan terjadi besok. Aqila bagun dari baringnya dan duduk.
"Tapi apa alasan mereka ingin ribut"monolok Aqila binggung. Padahal hari ini sekolah baru saja dimulai.
"Tahu ah dari pada pusing lebih baik aku mandi"seru Aqila dan segera mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu. Selain itu dia mengambil baju yang akan dia gunakan. Di rumah hanya ada satu kamar mandi yang terletak di dekat dapur. Hal itulah yang membuat Aqila langsung membawa baju gantinya.
Di dapur dia melihat bundanya yang sedang sibuk dengan urusan kerjaannya. Bundanya tidak pernah berubah selalu saja sibuk sendiri. Percuma jika fisiknya ada di rumah tetapi raganya entah dimana. Aqila memilih untuk berlalu begitu saja dari pada basa basi dulu.
"Qila sayang"seruan sangan bunda menghentikan pergerakan Aqila. Aqila membalikan tubuhnya agar tidak salah paham. Bisa saja itu bukan sang bunda. Baru kali ini Aqila bendengar kata itu terucap kembali. Dia bertanya kepada dirinya apakah telingan bermasalah. Sepertinya dia harus ke rumah sakit untuk megecek apakah ada ganguan pendengaran.
"Sayang duduklah ada yang ingin bunda bicarakan sama kamu" Aqila terdiam untuk mencerna apa yang sedang terjadi saat ini. Apakah sekarang dia berada di dunia mimpi. Tetapi, kenapa terasa nyata.
"Tungg..ggu"ujar Aqila heran. Dia melangkah lebih dekat dengan sang bunda.
Dia mengamati dengan saksama apakah wanita yang ada dihadapi adalah bundanya atau bukan. Siapa tahu dia adalah orang lain yang mempunyai wajah yang sama dengan sang bunda.
"Ada apa sayang?" Heran sang bunda heran.
"Ini benaran budanya Aqila, setahu aku budanya Aqila tidak selembut ini" seperti tertusuk pisau mendengan kata-kata itu keluar dari mulut sang putri. Senyum yang dari tadi terbit perlahan menghilang. Setelah berkata demikian Aqila segera masuk ke kamar mandi yang sempat tertunda.
Sedangan sang bunda menatap kepergian sang putri dengan sedih. Tak sadar air mata turun begitu saja.
"Apakah selama itu aku telah jahu dari putriku sendiri"monoloknya. Dia segera menyingkirkan semua berkas yang ada di atas meja.
Selang beberapa menat Aqila keluar dengan handuk yang ada dikepalanya. Dia terlihat lebih segar dari sebelumnya. Tidak lagi mendapat keberadan sang bunda Aqila segera masuk kedalam kamarnya. Dia duduk dihadapan cermin degan tatapan sedih. Kalau boleh jujur dia sagat merindukan suara lembut sang bunda yang telah lama menghilang. Tanpa bisa ditahan Aqila menangis dalam diam. Air matanya berlomba-lomba untuk keluar.
"Apa yang kamu tangisan lagi Aqila"ujarnya kepada banyangan yang ada dihadapanya.
"Semua hanya masala lalu. Untuk apa kamu menyakiti dirimu hanya untuk mengemis kasih sayang oleh orang-orang seperti mereka" seru Aqila kepada pantulan dirinya. Sungguh ini sangat menyakitkan baginya.
Tokk..tokk
Aqila menghapus air mata dipipinya dengan kasar. Dia menghadapat ke arah langit-lagit kamar agar air matanya tidak tumpah lagi. Tetapi sangat sulit untuk membuatnya berhenti.
"Aqila bunda masuk ya" kata sang bunda dibaik pintu.
"Jagan bunda Aqila lagi ganti baju"ujar Aqila dengan suara yang bergetar. Dia tidak tahan untuk mendengar suara sang bunda untuk saat ini. Jika dalam kondisi yang seperti dia akan menangis jika dengar suara sang bunda.
"Baikalh, jika sudah selesai ketemu bunda di ruang tamu. Ada yang ingin bunda katakan" setelah itu bunda meninggalkan kamar sang putri.Setelah dirasa tenang Aqila segera bertemu sang buna. Ini sangat jarang terjadi kepada sang buna.
Rumah Aqila tidaklah besar jadi tidak membutuhkan waktu yang lama sampai di ruang tamu. Besar ruang tamu 3 meter lalu ada pintu yang meuju dapur dengan dengan meja makan yang terdiri dari 4 kursi. Untuk kompor ada sebelah kanan yang bergabung dengan lemari piring. Ada kulkas disamping pintu kamar mandi.
Di ruang tamu ada sang buna yang sedang membuka gambar. Aqila duduk memperhatikan apa yang sedang dilakukan sang bunda.
Dewi putrika ibunda dari Aqila. Wanita dewasa ini bekerja sebagi seorang kariyawan disebua kantor perfiliman. Tak hayal dia harus pergi berminggu-munggu untuk kelancaran projek yang dikerjakan. Bahkan pernah berbulan-bulan dewi meninggalkan sang putri sendirian di rumah. Jika tidak demikan bagaiman dia harus menghidupi sang putri. Dia sadar tidak bisa berharap banyak dengan harta gonogini yang diberikan sang mantan suami.
Saat ini dia mulai belajar untuk membuka kafe kecil-kecil. Di tidak mungkin berekja sampai dia tua. Dia sudah lama mengabaikan keberadan sang putri. Dia sangat paham bagaiman apa yang dirasakan Aqila. Tetapi dia berharap agar sang putri bertahan sebentar lagi. Sekarang usahanya mulai maju secara perlan. Hal ini membuat mereka mendapat pemasukan tetap. Bahkan beberapa hari lagi dia akan membuka cabang baru di daerah jakarta.
Jadi dia akan membawa Aqila liburan beberapa hari sekaligus memberikan kabar gembira kepada sang putri. Dia berharap agar hubungan dengan Aqila segera membaik.
"Ada apa panggil Qila bun?"ujar aqila pelan. Perasanya mulai tidak enak saat melihat buku apa yang dibaca. Jagan sampai apa yang dia pikirkan menjadi kenyataan.
"Ah ternyata kamu sudah datang"ujar bunda dengan antusias. Bunda Dewi megeser duduknya agar lebih dekat. Dia melihatkan buku yang terdapat cincin pernikahan.
"Coba kamu lihat, bunda binggung harus pilih yang mana karena ini terlihat bagus semua"ujar bunda Dewi senang.
"Iya bagus"serus Aqila kikuk. Remaja itu memperhatikan sang bunda yang seperti sangat bahagia. "Menurut kamu yang mana yang bagus?"
"Bunda,apa yang sebenarnya terjadi?" Wajah dewi seketika berubah. Dia lupa belum mengatakan apapun kepada Aqila. Perlahan dia meletak buku di atas meja dan menatap putrinya yang sudah tumbuh remaja. Waktu berlalu begitu saja dan sekarang tak terasa Aqila sudah masuk SMA bahakan sebentar lagi masuk ke dunia kampus.
"Sebelumnya bunda minta maaf karena baru memberikan kabar ini kepada kamu"ujar sang bunda merasa tidak enak. Apalagi melihat raut muka Aqila. Sedangkan lawan bicaran menunggu inti dari kata-kata sang bunda.
"Sebenarnya bunda ingin menikah minggu depan. Semuanya sudah siap mulai dari undangan dan baju seragam. Maaf baru memberikan kabar ini kepadamu"ujar bunda Dwei pelan takut dengan reaksi sang. Dewi menatap Aqila yang tampak tenang baik air yang mengalir.
"Kamu tidak marah?"tanya dewi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments