Suasana di ruang tamu keluarga Bramasta tampak tegang setelah Kiara menyebutkan nama keluarganya. Entah apa yang terjadi, tetapi raut wajah Dirgantara dan Amanda berubah seketika.
"Papa! Apa alasannya? Kita semua belum mengenal Kiara atau keluarganya! Berikan waktu untuk Mama dan Papa supaya dapat mengenal Kiara, jangan langsung mengambil keputusan seperti itu!" tukas Biru kesal.
Laki-laki itu juga bingung dengan perubahan sikap kedua orang tuanya. Bagaimana bisa mereka berubah secepat itu? Ada apa dengan nama Pratama?
Tak hanya Biru yang heran, Kiara pun tidak mengerti apa yang sedang terjadi kepada keluarga Bramasta. Ada apa dengan nama ayahnya? Seribu pertanyaan kini memenuhi benak Kiara.
Makan malam pun tiba. Segala jenis makanan sudah tersaji di meja makan. Biru membukakan kursi untuk kekasih pura-puranya itu untuk duduk. Dengan anggun, Kiara mengucapkan terima kasih.
Namun sayangnya, kedua orang tua Biru sudah antipati kepada gadis itu. Berdasarkan informasi dari Biru yang mengatakan kalau orang tuanya tidak suka berbicara saat makan dan dilarang menimbulkan suara, maka Kiara pun diam sambil berusaha menikmati makanan yang ada di hadapannya.
"Apa pekerjaan ayahmu, Kiara?" tanya Dirgantara dengan nada angkuh.
"Pegawai di sebuah perusahaan, Om," jawab Kiara singkat.
Walaupun halus, Kiara dapat mendengar Dirgantara berdecih meremehkan, belum lagi tatapan matanya yang seakan mencemooh keluarga Kiara.
"Perusahaan apa? Pegawai maksudmu karyawan biasa?" tanya Dirgantara lebih detail.
Kiara mengangguk dan sebuah 'hah' keras terdengar menyakitkan di telinga gadis itu. Spontan Kiara menoleh ke arah sumber suara dan ternyata suara itu datang dari Amanda Bramasta.
Kiara menundukkan kepalanya, dia sudah meletakkan sendok garpunya sedari tadi. Tenggorokannya sudah sulit untuk menelan dan hatinya juga sudah terasa nyeri. Pandangan kedua orang tua Biru membuat Kiara cukup tersinggung dan sakit hati.
Dengan susah payah, Kiara menjawab pertanyaan dari Dirgantara, "PT. Globalindo Abadi, Om. Kebetulan Papa di sana menjadi staff akuntan,"
"Hahahaha! Sungguh berani! Apa pekerjaan ibumu? Ibu rumah tangga?" tanya Dirgantara lagi.
"Ya," jawab Kiara. Dia malas menyebutkan apa pekerjaan ibunya karena dia tahu, pada akhirnya kedua orang tua Biru akan mencemoohnya.
Kini, Amanda Bramasta yang turut ikut bicara. Dia menanyakan kepada Kiara tentang bagaimana dia membayar biaya kuliah.
Kampus tempat Kiara kuliah memang terkenal mahal dan didominasi oleh mahasiswa-mahasiswa cerdas yang begitu lulus dari Bright University, mereka akan segera direkrut oleh perusahaan besar di kota itu.
"Saya mendapatkan beasiswa dan menjadi lulusan terbaik setiap tahunnya sehingga orang tua saya tidak kerepotan untuk mencari biaya kuliah," jawab Kiara secara diplomatis.
Walau dalam hatinya kesal dan geram, tetapi gadis itu berusaha untuk tetap bersikap profesional. Sebisa mungkin, gadis itu tidak memasukkan ke dalam hati semua ucapan kedua orang tua Biru.
Biru pun sudah tampak kesal dengan interogasi mendadak yang diberikan oleh orang tuanya. "Ma! Pa! Apa-apaan, sih? Mama Papa membuat orang tidak nyaman!"
"Begini, Sayang. Katakanlah kalian menikah dan Papa menerima gadis ini untuk menjadi istrimu, apa kau mau bekerja untuk menafkahi keluarganya? Kalau kau ingin menikah, kau tidak hanya menikahi gadismu saja, tapi seluruh keluarganya juga kau nikahi. Itulah sebabnya Papa dan Mama memintamu untuk menikahi Angeline. Papa juga kenal baik dengan keluarganya," kata Dirgantara, mengacuhkan perasaan Kiara yang mendengarnya.
Kiara hanya tersenyum. Beruntunglah, dia tidak benar-benar menjadi kekasih Biru. Mengingat fakta tentang itu, Kiara menarik napas lega dan gadis itu tetap dapat tersenyum dengan manis walaupun hatinya terasa sakit.
"Angeline juga tak kalah cantik, kok. Kapan-kapan Mama akan mengajak Angeline makan bersama kita, yah. Kau tetap boleh mengajak Kiara, sehingga kau bisa membandingkan sekaligus memilih mana yang terbaik untukmu," kata Amanda sambil menyuap sesendok kecil puding ke dalam mulutnya.
Tangan Biru merengkuh pundak Kiara dan mengecup pipi gadis itu. "Seorang ratu pun tidak akan dapat menggantikan Kiara, Ma. Apalagi hanya seorang Angeline,"
Wajah Kiara sontak merah merona. Dengan gugup dia memegang tangan Biru yang ada di pundaknya.
"Thank you," kata Kiara tanpa bersuara.
Amanda dan suaminya saling bertukar pandang. Mereka kemudian melanjutkan makan malamnya tanpa bersuara. Namun sesekali, mereka menatap sinis Kiara yang seakan tidak memperdulikan mereka.
Sikap Kiara yang acuh itu, membuat Amanda memberikan label pada gadis pintar tersebut sebagai Gadis Tak Tahu Malu. Padahal mereka tidak tahu apa yang dirasakan oleh Kiara.
Sementara, Kiara sendiri ingin sekali acara makan malam itu cepat berakhir. Dia bersyukur begitu pelayan di rumah Biru mulai mengangkat piring-piring bekas makan mereka. Akan tetapi, Dirgantara sepertinya masih betah duduk di meja makan itu.
Kini, dua orang pelayan mulai memenuhi meja makan dengan makanan ringan, camilan, serta beberapa potong es krim dan cokelat.
"Kiara, gaunmu hari ini tampak cantik. Apa kau tau gaun terbaru dari Ggucci? Menurut Tante, gaun itu cantik tapi Tante lebih senang memakai koleksi dari Louis Vuittong. Apa koleksi pakaianmu?" tanya Amanda menyindir.
Seolah-olah sedang melakukan wawancara, Kiara menegakkan tubuhnya dan menjawab dengan lugas dan tegas. "Saya hanya memakai pakaian yang akan membuat saya nyaman. Saya tidak terlalu memperdulikan apa merk pakaian tersebut. Toh kegunaannya juga sama. Alasan yang kedua, seperti Om dan Tante tahu, saya tidak datang dari keluarga berada, jadi saya tidak sanggup membeli pakaian mewah seperti itu. Kami mempunyai kebutuhan yang lebih penting dari sekedar pakaian bermerk,"
Dengan gaya angkuh, Amanda melipat kedua tangannya di depan dada. "Berarti kita tidak cocok, Kiara Sayang. Tante akui, kau gadis pintar dan cukup manis. Tapi kalau hobi kita tidak sama, ya, mau bagaimana lagi. Ya, 'kan, Pa?"
Dirgantara mengangguk. "Om dan Tante lebih senang pendamping Biru nanti selain cantik dan pintar, dia juga harus memiliki hobi yang sama dengan kami. Tante juga suka sekali golf. Kau tidak paham, 'kan? Atau salon mana yang menjadi langganan Tante. Maaf Kiara, tapi kau tidak masuk kriteria kami,"
"Maaf ya, Cantik. Seharusnya orang tuamu bisa bekerja lebih keras lagi. Tante yakin, Papamu bukan pria rajin dan ulet seperti Om," ucap Amanda dengan senyum mengejek.
"Mama! Dari tadi Mama sama Papa keterlaluan sekali! Aku saja tersinggung mendengar omongan Mama dan Papa, apalagi kekasihku! Dia juga punya hati, Ma! Punya rasa sakit! Mama Papa pikir Kiara gedebong pisang!" tukas Biru tanpa bisa menahan emosinya.
Saat orang tuanya dijelek-jelekkan, pertahanan Kiara pun hancur, dia berbisik kepada Biru untuk mengantarnya pulang. Setelah merasa berada di dalam neraka yang tak kunjung berakhir, akhirnya Kiara merasa diangkat ke surga saat dia berpamitan pulang.
"Jangan datang lagi, ya," ucap Amanda tanpa basa-basi.
Kiara hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Biru. Saat berada di dalam mobil, Kiara menumpahkan segalanya pada Biru.
"Orang tuamu benar-benar keterlaluan! Tidak masalah jika mereka hanya menghinaku, tapi jangan seret orang tuaku! Aku ingin mengakhiri ini dan akan kutransfer kembali uangmu!" kata Kiara sambil mengusap air mata yang sedari tadi sudah menggenang dan siap meluncur turun dari pelupuk matanya.
Tiba-tiba saja, Biru memeluk Kiara. "Jangan! Aku tidak mau kau kembalikan uangku, bertahanlah sedikit lagi, Ra. Kumohon. Aku akan berlutut meminta maaf kepadamu menggantikan orang tuaku, tapi aku ingin kau bertahan,"
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments