Beberapa minggu yang lalu,
"Biru, akhir pekan nanti akan ada anak teman Papa yang datang ke sini. Temani dia, yah," pinta seorang pria dengan rambut yang sudah mulai dipenuhi oleh uban.
Pria itu tampak berwibawa dengan tatapannya yang tegas dan suaranya yang dalam. Pagi hari itu, keluarga mereka sedang duduk mengelilingi meja makan dan berbagai macam hidangan tersaji dengan baik di atas meja makan berbentuk segi empat itu.
"Akhir pekan aku sibuk, Pa," sahut Biru.
"Sibuk apa? Paling juga kamu pergi main ke sana kemari, tidak jelas! Turuti kata Papa dan temui anak teman Papa ini!" titah pria bernama Dirgantara Bramasta itu.
Biru berdecak dan mulai kehilangan selera makannya. Dia hanya membolak-balikan makanan itu sehingga semuanya tercampur aduk. "Siapa, sih? Kenapa tidak Papa saja yang temani dia?"
"Angeline Baskara. Tuan Baskara itu kolega bisnis Papa. Papa dan Tuan Baskara ini berencana untuk menyatukan bisnis kami, ya, supaya semakin besar. Kalau semakin besar, kamu juga nanti yang diuntungkan. Makanya, kamu temani Angeline. Mungkin saja nanti dia jadi suka sama kamu, 'kan? Lalu, kalian bisa menikah," ucap Dirgantara dengan senyum santainya.
Dirgantara Bramasta adalah pria yang cukup sukses dalam bisnisnya. Di usianya yang belum menyentuh kepala 5, dia sudah memiliki beberapa perusahaan dan bisnis di berbagai sektor. Saat ini, dia sedang mengincar satu perusahaan yang tidak kalah besarnya dengan miliknya. Dirgantara ingin menggabungkan perusahaan itu dengan perusahaannya. Dengan begitu, dia akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari merger tersebut.
Namun sepertinya, usaha itu akan sulit karena pemilik perusahaan yang sedang diincarnya sedang fokus mencari seorang pendamping untuk putri tunggalnya yang bernama Angeline Baskara. Sedangkan Biru sudah menolak sebelum bertemu.
Biru tertawa mencemooh. "Menikah? Aku saja belum memikirkan untuk memiliki seorang kekasih, bisa-bisanya Papa mengharapkanku untuk menikah,"
"Temui dia dulu. Siapa tau pikiranmu berubah," desak Dirgantara.
"Aku tidak tertarik!" tukas Biru bersikeras.
Pemuda itu sama sekali belum memikirkan untuk memiliki kekasih lalu menikah. Dia hanya ingin menikmati masa mudanya sampai nanti mungkin dia akan bosan dan ingin menikah. Biru tidak menyukai sesuatu yang dipaksakan, apalagi pernikahan dengan dalih bisnis seperti ini.
Dirgantara tak berhenti sampai di situ, dia terus mendesak dan meminta putranya itu untuk menemui Angeline. "Papa akan tarik semua fasilitasmu kalau kamu tidak mau bertemu dengan anak teman Papa itu!"
"Apa mungkin kamu sudah memiliki kekasih, Sayang?" tanya seorang wanita yang bergabung bersama mereka sambil meletakkan puding indah di tengah-tengah meja makan.
"Tidak mungkin! Dia sendiri yang mengatakan kepadaku kalau dia tidak tertarik untuk berkencan atau menikah! Main saja yang ada otaknya itu! Entah kapan dewasanya kamu, Biru!" tukas Dirgantara lagi.
Wanita itu mengusap pundak Biru dan berusaha membesarkan hatinya. "Papa! Tidak boleh berbicara seperti itu! Bicara sama Mama, apa kamu sudah memiliki kekasih? Angeline anak baik. Mama sudah pernah bertemu dengannya beberapa kali saat datang ke acara kantor papamu. Cantik juga, ramah, dan sopan. Ya, 'kan, Pa?"
"Dengar itu kata mamamu! Kau tidak rugi berteman dengan Angeline," balas Dirgantara lagi bersemangat. Dia senang, istrinya mendukungnya.
Namun sepertinya, Biru tetap tidak tertarik. "Aku memang tidak rugi, tapi kalau aku tidak mau bertemu dengan gadis aneh itu, Papa akan rugi. Betul, 'kan? Lagi pula, aku belum kenal sama dia. Rasanya aneh jika tiba-tiba dipertemukan dengan gadis asing yang belum kita kenal!"
Dia teringat pertemuannya dengan seorang gadis bernama Kiara yang mengajaknya ikut pesta dansa. Sepanjang malam itu menjadi mimpi buruk yang sulit dilupakan oleh Biru karena dia merasa dipermalukan di depan orang banyak dan dia tidak ingin rasa itu terulang lagi.
"Baik kalau begitu. Mulai saat ini, kau tidak boleh keluar kamar dan berikan kunci mobilmu pada Papa!" titah Dirgantara. "Tidak, Amanda, aku tidak akan menarik perkataanku. Biar dia memilih, turuti orang tuanya atau semua fasilitas akan Papa tarik!" kata Dirgantara kepada wanita bernama Amanda yang tak lain adalah istrinya.
Biru menyerahkan kunci mobil kepada ayahnya begitu pula dengan laptop, televisi di kamarnya, serta ponsel. Selama tiga hari, pria yang sudah menyelesaikan sidang skripsinya itu bertahan di kamar tanpa melakukan apa pun. Di hari keenam hukumannya, dia menyerah.
Suatu hari, Biru keluar dari kamar dan menemui orang tuanya yang sedang berada di ruang keluarga. "Aku sudah memiliki kekasih dan kami baru saja jadian sebulan yang lalu,"
Sontak saja kedua orang tua Biru memandang putra mereka dengan tatapan kaget karena mendengar berita mengejutkan itu.
"Siapa calonmu? Berapa umurnya? Tinggal di mana? Kalian bertemu di mana? Siapa yang menyatakan cinta lebih dulu?" tuntut Dirgantara pada Biru.
"Papa bertanya atau menginterogasi?" tanya Biru sedikit tersinggung.
Amanda tertawa kecil berusaha mencairkan suasana tegang yang terjadi di antara suami dan putranya itu. "Hahaha! Bukan menginterogasi, Sayang. Papamu hanya bertanya hanya saja dalam mode tidak sabar. Duduklah bersama kami di sini, Nak. Ceritakan tentang kekasihmu itu,"
Biru mengehela napas panjang. Ini sudah keputusan yang dia ambil, resiko dan konsekuensinya akan dia pikirkan nanti. "Namanya Kiara, Ma. Dia masih kuliah semester akhir di Bright University. Aku bertemu dengan Kiara saat pesta dansa yang diadakan di kampusnya. Kiara pintar dan dia mendapatkan beasiswa penuh dari kampusnya karena cumlaude. Aku yang menyatakan cintaku karena saat itu aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Kiara,"
Kedua mata Amanda berbinar saat mendengar nama kampus dan nilai cumlaude Kiara. "Wow! Bright University, itu gudangnya anak-anak jenius dan dia cumlaude. Pasti pintar sekali dia, ya? Mama jadi penasaran. Dia cantik?"
Biru mengingat wajah Kiara dan dia mengangguk. "Ya, dia gadis yang manis,"
"Baiklah, karena mamamu sudah sangat penasaran, akhir pekan ini ajak dia ke sini. Perkenalkan Kiaramu itu pada kami," kata Dirgantara. "Papa juga penasaran, seperti apa Kiara ini sampai bisa membuat kamu jatuh cinta kepadanya,"
Biru tersenyum dan bersorak kegirangan dalam hati. "Oke, Pa. Kalau begitu, ponsel, kunci mobil, atm, laptop, sudah bisa dikembalikan, 'kan, Pa?"
"Ambil saja di nakas situ," jawab Dirgantara sambil menggelengkan kepalanya.
"Terima kasih, Pa," ucap Biru.
Dengan langkah penuh sukacita, Biru pun mengambil barang-barang miliknya dan kembali ke kamar. Dia segera mengaktifkan ponselnya dan menghubungi seseorang yang sudah sangat ingin dia hubungi.
("What! Are you nuts, Bi? Kau hubungi saja dia langsung. Dia sudah sangat marah kepadamu terakhir kali itu, untung saja dia memberikan ulasan yang bagus kepada Oke Cupid,") tukas suara dari seberang.
"Dia memaksa. Aku tidak suka jika dipaksa, tapi saat ini aku terdesak sekali, Sa. Kirimkan saja nomornya kepadaku, aku akan langsung menghubungi dia," ucap Biru lagi dan mengakhiri percakapannya dengan Angkasa.
Tak lama, jari-jarinya sudah sibuk menari di atas keypad ponselnya. Setelah selesai, dia membuka aplikasi mobile banking dan mengirimkan sejumlah uang kepada seseorang.
Lima menit kemudian, orang yang tadi dia kirimkan pesan, meneleponnya. ("Samudra Biru Bramasta? Kau pikir aku barang! Seenaknya saja kau mengirimkan aku uang!")
"Aku butuh bantuanmu dan itu baru uang mukanya saja. Sisanya akan kubayarkan di tengah dan di akhir jika kontrak ini sudah berakhir. Bagaimana? 5x lipat dari yang pernah kau bayarkan kepada Angkasa. Kalau kau tertarik, aku akan menjemputmu akhir pekan nanti pukul 4 sore," ucap Biru berusaha membuat gadis yang sedang menghubunginya itu tergiur.
("Baiklah, aku setuju! Hanya menjadi kekasihmu saja, 'kan?") tanya gadis itu lagi.
"Oke, deal kalau begitu! Sampai jumpa di akhir pekan, Kiara Sayang," kata Biru menggoda calon kekasih kontraknya itu.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Herta Mawati Purba
menarik bikin penasaran
2023-07-29
2