Keluarga Sempurna

"Sayang? Berlebihan sekali!" tukas Kiara dan melemparkan ponselnya dengan kesal ke atas ranjang. Andaikan saja dia tidak membutuhkan uang, dia akan terjebak dalam perjanjian kontrak bodoh ini. Gadis itu pun merubuhkan tubuhnya di atas ranjang dan mengambil ponselnya.

Tak lama, jari-jarinya sudah lincah menari-nari di layar keypad ponselnya. Dia mengirimkan pesan kepada sahabat baiknya, Renatha. Dia menceritakan kalau Biru memperpanjang kontraknya sebagai kekasih.

("Kau tolak saja, Ra. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi saat pertemuan dengan orang tuanya nanti. Apa kalian akan terus ribut dan bertengkar? Tidak akan ada yang percaya kalau kalian berpacaran,") tulis Rere dalam pesannya.

Kiara menatap ponselnya cukup lama. Dia mematung dan berpikir, andaikan saja uang muka sebesar 30% itu belum masuk, mungkin dia tidak akan tergoda dengan jumlah keseluruhannya.

"Uang DP-nya sudah masuk, Re. Mau dikembalikan tapi sayang. Kau hitung saja, dia baru membayar 30% dan jumlah uang itu sama dengan uang semesteran kita setiap semester," balas Kiara. Gadis itu menyematkan stiker bergambar seekor anak anjing menangis sebanyak empat buah stiker.

Tak sampai satu menit, Kiara sudah menerima balasan pesan dari Rere yang mengatakan supaya Kiara mengembalikan uang tersebut dan menolak tawaran Biru. Kini, gadis pintar peraih cumlaude itu bingung harus bagaimana. Di satu sisi, dia tidak mau berhubungan kembali dengan Biru, tetapi di sisi lain, dia membutuhkan uang itu untuk menggantikan uang tabungan yang sudah dia pakai untuk menyewa Biru saat pesta dansa kemarin.

Hari-hari Kiara terasa berlalu begitu cepat sehingga akhir pekan pun sudah di depan mata. Saat itu, Kiara sedang berada di kampusnya, beruntunglah dia tidak satu kampus dengan Biru atau Angkasa.

Kiara kembali teringat Biru yang akan menjemputnya besok. "Ih, bagaimana ini, Re?"

"Bodo amat! Aku sudah memberikanmu saran untuk mengembalikan uang itu, tapi kau tidak mau! Ya, berarti kau harus bekerja sesuai perjanjian. Apa kalian akan membuat kontrak baru?" tanya Renatha.

Kiara memberengutkan bibirnya. Dia menginginkan jawaban Rere lebih halus tetapi dia mendapatkan sebaliknya. "Harus, 'kan? Aku tidak tau kenapa dia memilihku? Oke Cupid sekarang punya banyak talent. Lagi pula aku seorang klien,"

"Karena kau tidak dapat menolak dan kau terlalu baik dan yang terakhir, kau lemah terhadap uang!" tukas Rere pedas.

Mau tidak mau, Kiara mengangguk perlahan. "Kau benar,"

Kondisi ekonomi keluarga Kiara memang sedang tidak baik-baik saja. Dia harus menabung dan berhemat sampai dia bekerja nanti. Kiara juga harus belajar ekstra keras melebihi teman-temannya hanya untuk mempertahankan beasiswa yang selama ini dia dapatkan.

Biaya kuliah Kiara per satu semester cukup besar sehingga dia harus mengalahkan keinginan untuk bermain, berbelanja, atau menghabiskan waktu di kafe seperti teman-temannya yang lain.

Saat Biru mengirimkan sejumlah uang kepadanya, Kiara dapat bernapas lega karena uang tabungannya sudah habis untuk menyewa jasa Biru.

Akhir pekan pun tiba dan jam sudah menunjukkan hampir pukul 4 sore. Kiara mematut dirinya di depan kaca. Dia memakai kaus serta celana jins dan rambut gelung dengan memakai jepitan badài berwarna putih.

"Kiara, eh, anak Mama sudah cantik. Mau ke mana, Sayang?" tanya Delia, ibu Kiara.

Kiara menghela napas panjang. "Kerja,"

"Heh! Kerja apa? Di mana? Kenapa kerja? Tugasmu hanya belajar, Kiara! Mama tidak mengizinkanmu untuk bekerja!" tukas Delia lagi dengan nada tinggi.

Kiara terdiam dan ponselnya berdentang, tanda sebuah pesan masuk. Kiara melihat nama Biru tersemat di layar ponselnya. Pemuda itu mengatakan kalau dia sudah sampai di depan rumah Kiara.

"Tenang saja, Ma. Kerjaan Kiara tidak berat. Doakan saja supaya lancar. Teman Kiara sudah menjemput di depan. Kiara jalan dulu ya, Ma," ucap Kiara berpamitan.

Setelah berpamitan, gadis itu segera keluar untuk menemui Biru. Dia melarang Biru untuk keluar karena pasti orang tuanya akan mengintip dan mengawasi siapa yang pergi bersama putri kesayangannya selain Renatha.

Hanya Rere yang mengetahui rumah Kiara. Begitu pula dengan orang tua Kiara yang sudah sangat mengenal Renatha dengan baik. Selain Rere, Kiara tidak pernah membawa siapa pun untuk berkunjung.

"Kau yakin aku tidak perlu memberi salam pada orang tuamu?" tanya Biru.

Kiara menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu. Bisa panjang urusannya nanti dan ingat, hubungan kita hanya sebatas klien dan penjual jasa,"

Biru menyunggingkan senyumnya dan mengangguk. "Oke!"

Tak lama, kendaraan Biru sudah berada di tengah hiruk-pikuk jalanan ibu kota. Karena hari itu akhir pekan, jalanan cukup padat. Sedari tadi mereka berangkat, tidak ada percakapan panjang antara keduanya selain pertanyaan-pertanyaan pendek yang diajukan oleh mereka secara bergantian.

"Ehm! Ra, kita nanti ke Mall dulu, ya," kata Biru.

Kiara mengangguk singkat. Hari ini sampai entah kapan, dia bertekad untuk bekerja secara profesional. Tidak ada ribut-ribut, tidak ada pertengkaran, tidak ada caci maki, dan tidak melibatkan perasaan apa pun dalam pekerjaan ini.

"Apakah kontrak kita akan diperbaharui?" tanya Kiara.

"Yes," jawab Biru singkat dan setelah itu mereka saling diam kembali.

Sayangnya, tekad Kiara hanya sebatas niatan saja. Karena begitu mereka sampai mall, Biru benar-benar mengatur Kiara.

Pria itu membelikan Kiara pakaian baru, sebuah gaun terusan mewah, dan meminta gadis itu untuk mengganti pakaiannya.

"Untuk apa? Ini sudah rapi? Apa keluargamu keluarga kerajaan?" tanya Kiara menolak.

"Cepatlah! Nanti akan kujelaskan karena masalah ini ada di dalam kontrak!" tukas Biru. Tak mau berdebat, dia menjauhi Kiara dan meminta seorang pelayan toko untuk melayani Kiara.

Tak hanya pakaian, Biru juga mengajak Kiara merapikan rambut dan membelikan gadis itu sepasang sepatu. Semua protes Kiara tak dia gubris sampai akhirnya gadis manis itu lelah dan menerima semua permintaan Kiara.

"Aku lakukan ini semua karena aku mencoba bersikap profesional! Kau adalah klienku, jadi aku tidak mungkin menolak perintahmu! Arrgghh, aku benci menjadi miskin!" gerutu Kiara saat mereka berada di dalam mobil.

Biru mengulum senyumnya dan mengangguk puas. "Sebelum kita sampai, aku akan memperkenalkan keluargaku. Ayahku bernama Dirgantara Bramasta, kau bisa memanggilnya Om Dirga. Ibuku bernama Amanda Bramasta, panggil saja Tante Manda. Mereka berdua adalah makhluk yang paling sempurna di dunia ini, jadi aku minta kau untuk mempersiapkan mental dan jawaban cerdasmu,"

Kiara mengangguk-angguk, mencoba mengingat dan sekaligus membayangkan bagaimana keluarga yang sempurna itu. Biru pun kembali menjelaskan tentang apa yang tidak disukai oleh orang tuanya saat berada di meja makan.

"Jangan berbunyi saat makan, berbicaralah saat mereka bertanya, tapi kalau mereka tidak bertanya, kau harus diam. Mereka tidak suka kaki atau tangan atau tubuhmu bergerak saat makan, dan hentikan menggigiti kuku seperti itu!" tukas Biru dengan cepat karena sebentar lagi mereka akan sampai di rumah Biru.

"Oke, aku paham. Aku harus menjadi seorang gadis yang terpandang dan anggun," kata Kiara yang mencoba untuk menyembunyikan kukunya yang sedikit tak rata karena dia gigiti.

Tak lama, Biru sudah menepikan mobilnya di depan sebuah rumah megah. Halaman rumah itu terbagi menjadi 2 bagian. Taman depan yang dihiasi dengan bunga-bunga cantik serta beberapa rumput yang dibentuk menjadi sebuah pagar, air terjun mini dan kolam ikan. Di sisi lain, adalah tempat parkir yang dipenuhi oleh mobil mewah yang berjejer rapi dan dua buah motor besar.

Biru menggandeng tangan Kiara, tampak sekali pemuda itu gugup. Maka, Kiara membalas tautan tangan Biru dan menggenggamnya.

Mereka pun masuk ke dalam rumah Biru yang sangat dingin dan sejuk. Bagian dalam rumah Biru membuat Kiara terkagum-kagum, andaikan dia tidak bersama dengan tuan dan nyonya Bramasta, dia pasti tidak akan berhenti tercengang.

"Ma, Pa, aku datang," kata Biru menyapa kedua orang tuanya yang sedang berada di ruang keluarga.

Dirgantara serta istrinya menoleh dan menghampiri Biru dan Kiara. Kedua tangan Amanda terentang lebar, wanita itu segera menarik Kiara ke dalam pelukannya dan mencium pipi kiri dan kanan gadis itu.

Begitu pula dengan Dirgantara, pria itu menyambut Kiara dengan hangat. Kiara pun dapat merasakan kalau dia diterima di keluarga Bramasta.

"Silakan duduk, makan malamnya sedang disiapkan. Kita ngobrol-ngobrol dulu, ya, Kiara," kata Amanda ramah.

Kiara memberikan senyuman maksimalnya. "Iya, Tante,"

"Siapa namamu, Cantik? Biru bercerita kepada kami kalau kau kuliah di Bright University dan mendapatkan cumlaude selama kau kuliah di sana. Pasti kedua orang tuamu orang yang hebat," tanya Amanda lagi.

Dirgantara mengangguk setuju sambil tertawa kecil. "Hahaha! Itu sudah pasti, Ma. Cantik, anggun, kuliah di tempat yang bergengsi. Anggap saja kami sebagai orang tuamu,"

Kiara hanya mengangguk dan tersenyum. Tiba-tiba Biru menyikut lengan Kiara dan meminta Kiara menjawab pertanyaan ayah dan ibunya.

"Oh, nama saya Kiara Pratama," kata Kiara, senyum tak lekang dari wajahnya.

Mendengar nama Pratama, wajah Dirgantara menjadi kaku seketika, dan senyumannya hilang dari wajahnya. "Pratama? Kau putri dari Pratama?"

"Iya, Om. Om kenal papa saya?" tanya Kiara lagi.

Dirgantara mengeratkan giginya. "Aku tidak suka padamu dan kutarik semua ucapanku tadi!"

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!