Bab 1 Part 2

"Tapi kita juga senang di Sydney," sanggah Dea. "Kita punya pekerjaan, teman, tempat tinggal... Tidak ada yang bisa terjadi di sini kecuali kesenangan. Di peternakan tidak akan seperti ini. Kita akan terikat di rumah dengan seorang anak kecil. Udaranya akan sangat panas dan tidak ada yang bisa dikunjungi atau dilakukan. Kita bahkan tidak tahu cara menunggang kuda!" Ia menggelengkan kepala. "Kau akan membencinya. Aku pasti akan membencinya."

"Sama seperti kau akan membenci Australia?" tukas Emily. "Dulu katamu kau tidak mau pergi dan kau akan merana, dan sekarang kau malah mau menetap di sini. Sudah kubilang kau akan menyukainya, dan aku benar, ya kan?"

Dea harus mengakui hal itu. "Ya," katanya.

"Jadi kenapa kau tidak percaya padaku saat kubilang kau juga akan menyukai pedalaman? Tahu nggak apa masalahmu?" Emily melanjutkan dan Dea menghela napas. Ia tahu ia tidak perlu menjawab karena Emily pasti akan menjawabnya juga.

Benar saja. Emily mencondongkan tubuhnya ke depan, dengan gaya psikolog amatir yang bersemangat. "Ini kesalahan Phil," ujarnya. "Dia menyakitimu sangat dalam sehingga sekarang kau takut mencoba apa pun yang baru."

"Itu tidak benar," Dea mencoba protes, tapi Emily sedang di atas angin dan tidak mau disela.

"Kau tidak punya rasa percaya diri lagi. Begitu ada yang menyarankan sesuatu yang sedikit berbeda, kau mulai mencari-cari alasan. Kau bahkan tidak mau membeli gaun yang kemarin hanya karena gaun itu sedikit lebih pendek daripada yang biasa kau pakai."

"Gaun itu membuatku kelihatan gemuk."

"Kau justru tampak luar biasa, tapi kau tak bisa memakainya, kan? Karena kalau kau tampak luar biasa, beberapa pria mungkin akan tertarik padamu dan kau harus menghadapi risiko untuk terlibat dalam percintaan lagi."

Dea meneguk anggurnya dan menyangkal, "Omong kosong."

"Dan sekarang aku menawarkan kesempatan untuk petualangan serta gairah sementara yang ingin kau lakukan hanyalah berdiam diri dengan aman di tempat kau berada sekarang."

"Aku sudah pernah bertualang." kata Dea, lega karena Emily telah berhenti membicarakan mantan tunangannya. "Aku pergi trekking, kan? Petualangan berarti tidak ada WC, kamar mandi, dan hair dryer, padahal kau tahu aku harus mencuci rambutku setiap pagi."

"Dan itu berarti Callula Downs akan menjadi tempat yang sempurna untukmu," kata Emily mengambil keuntungan. "Di sana lebih mewah daripada tempat tinggal kita sekarang, aku jamin itu. Rumah induk tuanya luar biasa indah, orang membayar mahal untuk bisa pergi dan tinggal di sana. Berada di tempat yang begitu terpencil saja sudah merupakan petualangan, belum lagi bonusnya berupa air panas dan soket untuk mencolokkan hair dryer-mu. Apa lagi yang kau harapkan?"

"Toko, bar, klub, teater, lampu, musik..."

"Kau bisa mendapatkan itu kapan saja. Tapi ini mungkin satu-satunya kesempatan kita untuk pergi ke tempat seperti Callula Downs. Kau tidak bisa melewatkan begitu saja kesempatan yang melintas di hadapanmu. Ambil kesempatan yang ada dan semua keuntungannya."

"Aku nggak tahu..."

"Ini kan tidak untuk selamanya," desak Emily. "Aku yakin Nick akan setuju jika kita bilang kita hanya bisa bekerja satu bulan, kemudian kita bisa menghabiskan waktu dengan jalan-jalan seperti yang sudah kita rencanakan. Kita bisa langsung pergi ke Barrier Reef. Bagaimana menurutmu?"

Dea ragu-ragu, sadar bahwa ia sudah kehabisan argumen. Emily memang seperti itu. Ia terus dan terus mendesak sampai akhirnya lebih mudah untuk menyerah dan mengikuti keinginannya.

Merasa Dea mulai goyah, Emily meningkatkan lagi desakannya, "Tolonglah, Dea. Aku benar-benar ingin pergi. dan aku tidak bisa melakukannya tanpamu. Aku membutuhkanmu... dan aku ada untuk membantumu saat kau membutuhkanku, ya kan?"

Itu benar. Ia telah membantu. Emily-lah yang langsung membantunya saat Phil mengatakan ia akan meninggalkan Dea, dan untuk siapa ia meninggalkannya. Emily-lah yang melakukan segala yang perlu dilakukan, saat Dea tidak berdaya untuk mengerjakan apa pun kecuali meringkuk di sofa, terlalu terluka hingga menangis pun ia tidak bisa.

Dea menghela napas, "Ayolah, Emily, kau bisa melakukan pemerasan perasaan dengan cara yang lebih baik daripada ini. Kenapa tidak sekalian mengeluarkan air mata dan menuduhku menghancurkan hidupmu jika aku tidak setuju?"

"Itu rencana terakhirku," kata Emily tersenyum lebar.

Dea menyerah. "Satu bulan saja," katanya dengan nada memperingatkan. "Aku tidak akan tinggal lebih lama sedetik pun!"

Emily berteriak kegirangan. "Kau memang bintang!" katanya sambil melimpat memeluk Dea. "Aku tahu aku bisa mengandalkanmu. Aku akan menelepon Nick sekarang, dan ya, aku janji akan bilang padanya kita hanya bisa tinggal satu bulan. Tapi aku berani bertaruh apa saja bahwa pada akhir bulan, kau pasti ingin tinggal di sana selamanya!"

# # #

"Rasanya bulan ini akan terasa sangat lama," gerutu Dea, sambil mengeret kopernya ke arah sederetan kursi plastik oranye yang berjajar di sepanjang dinding terminal (istilah yang terlalu "wah") di Bandara Mackinnon. "Kita baru sepuluh menit di sini, tapi aku sudah bosan."

Sepuluh menit itu adalah waktu yang dibutuhkan pesawat untuk mendarat dan menurunkan enam penumpang, mengangkut dua penumpang, dan mengudara lagi. Empat penumpang selain Dea dan Emily telah pergi menuju kota, sementara pria yang mendorong tangga pesawat, menurunkan koper-koper mereka, dan menaikkan dua penumpang ke dalam pesawat, telah menghilang. Dea serta Emily ditinggal sendirian, memandangi pesawat lepas landas ke langit biru yang menyilaukan hingga pesawat itu menghilang di kejauhan.

Dea menjatuhkan dirinya ke salah satu kursi dan menaikkan kaki ke kopernya. "Kau sudah menelepon si Nick Sutherland itu tentang kedatangan kita, kan?"

"Tentu saja," kata Emily. "Aku bilang kapan pesawatnya tiba, dan dia bilang dia akan mengirim seseorang bernama Chase untuk menjemput kita."

"Chase? Nama apa itu?"

"Kurasa itu nama keluarga. Kata Nick, dialah yang menjalankan peternakan, jadi kurasa dia semacam manajer."

Dea mendengus. "Bukan manajer yang efisien jika dia lupa kalau kita akan datang."

"Dia tidak akan lupa. 'Andal' adalah sebutan lain bagi pria ini," kata Emily yakin. "Dia cuma tidak mau terburu-buru."

"Itu sih sudah terbukti!"

Emily mengabaikan sindiran Dea. "Tipe kuat dan pendiam tidak suka memerhatikan jam. Itu yang membuat mereka menarik. Mereka punya seluruh waktu di dunia. Berani taruhan pria ini akan muncul mengenakan kemeja kotak-kotak dan topi koboi. Dia akan mengatakan apa kabar dengan pelan disertai senyum santai, dan tangan yang perlahan..."

Mulai berkeringat, Emily berhenti lalu mengipasi dirinya dengan tiket pesawat. "Aku tidak sabar! Dia pasti kecokelatan dan jangkung, dan sudut matanya pasti berkerut karena dia sering menyipitkan mata, melihat jauh ke cakrawala." Mata Emily menyipit karena berpikir. "Mungkin dia agak pemalu, tapi dia bisa populer, karena caranya mengendalikan kuda, dan jangan biarkan aku cerita tentang apa yang bisa dia lakukan dengan ****...! Dia bisa menjeratku kapan saja!"

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!