Malam hari setelah Jihan dan Eric menikah. Mereka dipaksa menginap di hotel oleh bunda dan ayah Jihan. Mau tidak mau mereka harus menuruti keinginannya. Ketika mereka sudah berada di hotel, Jihan masih sibuk memainkan ponselnya. Ia mendapat banyak ucapan selamat dari teman-temannya. Sedangkan Eric sedang mandi.
Setelah Eric selesai mandi, ia segera menuju ke koper yang ia bawa tadi dan mengambil baju miliknya. Ia lupa membawa pakaiannya saat ingin mandi tadi. Saat Eric sedang mencari baju yang hendak dipakainya. Tiba-tiba handuk yang mengikat di badan bawahnya terlepas. Jihan yang melihat itu sontak berteriak histeris.
"Aaaaaaa!" Teriak Jihan sembari menutup wajahnya.
Eric sontak melilitkan kembali handuk itu.
"Lo ngapain malah telanjang disitu! Kenapa ngga pake baju di kamar mandi aja sekalian?!" Bentak Jihan.
"Gue ngga telanjang, handuknya aja yang lepas sendiri. Gue juga lupa bawa baju ke kamar mandi!" Ujar Eric.
Saat Eric sudah selesai memakai baju, ia memilih baju kaos polos berwarna putih serta bawahan pendek warna hitam. Saat ia hendak mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer, Jihan tampak terpesona dengan ketampanan Eric. Jihan melihat Eric dengan mulut menganga.
Saat sadar, ia langsung menggelengkan kepalanya.
"Sadar Jihan sadar! Tampangnya doang ganteng! Tapi hatinya jahat!" Batin Jihan sembari melihat ke arah Eric yang sudah selesai mengeringkan rambutnya.
"Ekhem," Jihan pura-pura berdehem, karena ia ingin menanyakan sesuatu kepada Eric.
"Siapa nama lo? Er..Eric?" Tanya Jihan.
"Masa nama suami sendiri ngga tau?" Balas Eric.
"Kan emang ngga tau, Lo aja ngga ada ngajak ngobrol gue duluan!" Bela Jihan.
"Oh mau diajak ngobrol duluan?" Eric mendekatkan wajahnya ke wajah Jihan.
Jihan menegukkan salivanya dalam-dalam dan menutup kedua matanya.
"Lo ngapain nutup mata? Mau gue apa-apain emangnya?" Ujar Eric yang membuat Jihan membuka kedua matanya.
"Eng...engga! Kata siapa?" Tepis Jihan.
"Yaudah, ngomongnya biasa aja kali!" Ujar Eric yang duduk disamping Jihan. Mereka berdua sedang duduk di ranjang.
Entah mengapa duduk berdampingan dengan Eric seperti ini, membuat hati Jihan tidak karuan. Jantung Jihan seperti berdegup lebih kencang dari biasanya. Jihan membuka obrolan terlebih dahulu.
"Gue mau nanya sesuatu boleh?" Tanya Jihan.
"Boleh, tapi ada syaratnya!" Jawaban Eric membuat Jihan menaikkan alisnya sebelah.
"Apa?"
"Gue mau minta bagian gue, Ngga semua kok cuma itu aja." Mata Eric melirik ke arah dada Jihan.
Sontak Jihan menutup kerah bajunya dengan cepat. Ia baru sadar jika kancing bajunya terbuka dua.
Tetapi ia teringat apa yang dikatakan oleh Tante Lina. Kalau Jihan menolak, pasti Jihan akan berdosa.
"Gimana? Mau ngga?" Tanya Eric lagi.
"I...iya," Jawab Jihan dengan terbata-bata.
"Oke ayok mulai!" Ujar Eric dengan semangat.
Eric mulai merebahkan diri di kasur dan diikuti oleh Jihan. Eric langsung membuka kancing baju Jihan satu-persatu, ia melakukan dengan pelan. Saat sudah mulai terlihat bra dengan renda-renda di bawahnya, Eric langsung melepasnya dengan paksa karena sudah tidak sabar menyicipi benda kenyal yang ada di tubuh Jihan itu.
Pertama-tama ia mulai dengan memegangnya terlebih dahulu dan mulai meremas hingga Jihan sedikit meringis. Melihat hal itu Eric langsung menghentikan aksinya itu dan segera menyumpalnya dengan mulutnya.
Jihan mulai merasakan ada yang menarik dadanya. Tak lama kemudian,Jihan mulai tidak nyaman dengan pergerakan Eric. Eric yang mengetahui hal itu langsung berganti ke arah bibir Jihan. Ia mulai mengunci bibir pink itu sembari memegang ke arah dada Jihan yang kenyal. Ci*man mereka semakin dalam, hingga membuat Jihan sesak napas.
Setelah mereka berdua sudah mulai kelelahan dengan aktivitasnya. Mereka mulai tertidur pulas di atas ranjang yang sama.
***
Keesokan harinya, Jihan mulai membuka matanya dan ia menyadari bahwa ia belum memakai kembali bajunya semenjak kejadian semalam. Melihat hal itu, Jihan langsung memakai bra dan bajunya. Ia langsung melangkah ke kamar mandi.
Saat sudah selesai mandi, Jihan melihat Eric yang sedang memainkan ponselnya. Ia tampak sibuk sepertinya.
"Sibuk amat lo!" Ucap Jihan sembari melangkah ke kaca rias. Ia akan segera memakai skincare hariannya.
"Iya ni, kayaknya gue harus kerja sekarang. Soalnya ada pasien yang nungguin gue!" Jawab Eric.
"Oiya gue lupa lo Dokter ya?" Tanya Jihan.
"Iya gue dokter, kenapa emangnya?" Eric langsung melihat ke arah Jihan.
"Ya aneh aja orang kayak lo kok bisa-bisanya jadi dokter? Padahal kan lo orang yang ngga bertanggung jawab!" Sindir Jihan.
"Masih aja ngebahas itu? Lo ngga sadar apa yang kita lakuin semalem? Lo keliatan amat sangat menikmati! Iya kan?" Eric mendekat ke arah Jihan berada.
Pipi Jihan kian memerah mendengar perkataan Eric.
"Kan lo yang mau! Kalo lo ngga ngasih syarat semalem, kita ngga bakal ngapa-ngapain!" Ketus Jihan.
"Gue juga belum sempet nanya apa-apa ke lo gara-gara kecapean!" Lanjutnya.
"Yaudah entar malem lagi yuk?" Tawar Eric.
"Ngga! Gue mau, hari ini kita pulang ke rumah gue!" Tolak Jihan.
"Kan kata ayah lo kita dua hari disini?" Ucap Eric.
"Cari alasan aja, susah banget! Gue mau siap-siap ke kampus sekarang! Lo ngga mandi?" Tanya Jihan.
"Iya bentar!" Ujarnya.
"Yaudah, gue berangkat ke kampus sekarang! Bye!" Pamitnya.
Jihan benar-benar keluar dari kamar hotel itu. Saat Eric melihat jam di dinding menunjukkan pada saat ini baru pukul 6 pagi.
"Mau ngapain dia berangkat jam segini?" Gumamnya.
Ternyata, Jihan bukan berangkat ke kampus tetapi Jihan sedang berada di taman. Taman itu yang biasa Jihan kunjungi saat ia sedang olahraga. Tetapi, saat ini ia bukan mau olahraga melainkan hanya jalan santai menikmati pagi yang sejuk itu. Ia tidak bisa terus berada di kamar dengan Eric. Pikirannya hanya mengarah ke hal-hal yang membuatnya meringis. Karena mengingat kejadian semalam.
Ia juga sengaja pergi lebih pagi, agar bisa sarapan di luar dahulu sebelum ke kampus. Kalau Jihan sarapan di hotel tempat ia menginap, pasti ia akan sarapan bersama dengan Eric. Ia akan menghindari Eric dahulu untuk sementara, sampai ia bisa menerima keadaan ini semua.
"Gue udah mulai laper ni, cari sarapan dulu deh!" Gumamnya sembari mencari bubur langganannya.
Saat ia sudah berada di tukang bubur. Jihan segera memesan dan duduk sembari menunggu pesanannya siap.
"Nih, neng Jihan, buburnya udah jadi." Ujar Suryo, penjual bubur yang sudah akrab dengan Jihan. Ia meletakkan bubur pesanan Jihan tepat di meja tempat Jihan duduk.
"Makasih pak!" Ucap Jihan.
"Omong-omong neng Jihan auranya sekarang kayak beda deh!" Ucap Suryo.
"Hah? Beda gimana pak?" Jawab Jihan sembari memakan buburnya.
"Kayak aura penganten baru gitu!" Ucap Suryo yang membuat Jihan sedikit tersedak.
"Eh maaf neng, saya ngga sengaja bikin neng keselek." Suryo memberikan minum kepada Jihan.
"Iya gapapa pak, bukan salah bapak kok! Sebenernya, emang Jihan udah nikah pak!" Ucap Jihan sembari tertawa malu.
"Hah, neng Jihan beneran udah nikah ternyata! Kapan neng? Perasaan terakhir neng kesini belum nikah kan ya?" Tanya Suryo.
"Baru kemarin pak!" Jawabnya.
"Wah baru kemarin ternyata! Pantesan aura pengantin barunya masih kuat banget!" Perkataan Suryo membuat wajah Jihan memerah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments