Bayangan Gelap

TAK berselang lama setelah itu, Luna segera berlari keluar dari ruangan, menuju halaman hotel yang sudah dipenuhi dengan beberapa kerumunan orang yang penasaran dengan suara siren polisi yang memenuhi udara. Rasa panik semakin melanda dalam dirinya saat melihat mobil polisi parkir di depan pintu masuk.

Tidak tahu harus berbuat apa, Luna berusaha mencari petunjuk yang dapat membantu menemukan keberadaan Aura. Ia mendekati seorang polisi yang tengah berbicara dengan pegawai hotel. "Mohon maaf Pak, bisakah Anda memberi tahu saya bagaimana setelah ini?" tanya Luna dengan suara gemetar.

Polisi itu menoleh ke arah Luna dan menjawab dengan suara tenang, "Sebelumnya kami menerima laporan adanya penculikan seorang anak perempuan bernama Aurora Megenta. Betul itu putri Anda?"

"B-betul." Luna nahan tangisnya.

"Kami sedang melakukan penyelidikan dan mencoba menemukan petunjuk yang bisa membantu dalam mencari keberadaannya." Salah satu polisi itu membuka sebuah catatan, "pegawai hotel sebelumnya mengatakan jika putri Anda keluar dari kamar seorang diri, sepertinya dia sedang mencari Anda, lalu dari kejauhan salah satu pegawai hotel melihat putri Anda sedang berbincang dengan seseorang, awalnya dia mengira itu keluarganya, namun tiba-tiba ia membawa putri Anda masuk ke dalam sebuah mobil dan membawanya pergi..."

Luna merasa hatinya terasa hancur mendengar kabar tersebut, merasa sangat bersalah karena keteledorannya. Ia mengutuk dirinya sendiri, seharusnya dari awal dirinya tidak pernah pergi meninggalkan Aura sendirian. "Lalu, a-apakah ada yang bisa saya lakukan, Pak?" tanya Luna dengan getaran suara yang mencerminkan kegigihan dan keputusasaannya.

Polisi mendekatinya dengan penuh empati. "Anda bisa memberikan deskripsi lengkap tentang penampilan Aura? Kami akan segera menyebarluaskannya agar lebih banyak orang yang bisa membantu mencari," ujarnya.

Dengan mata yang berkaca-kaca, Luna menjelaskan ciri-ciri Aura dengan detail kepada polisi. Ia memaparkan setiap tanda khas, dari warna rambut hingga pakaian terakhir yang dikenakan oleh putrinya itu. Luna juga menunjukkan foto Aura yang terbaru.

"Saya ingat baju merah muda yang dikenakan Aura hari ini, dan rambut cokelat panjangnya yang diikat dengan pita biru," ujar Luna dengan suara yang penuh kecemasan. "Dia juga memiliki bekas luka kecil di lengannya, karena jatuh saat bermain di taman beberapa waktu yang lalu."

Petugas kepolisian dengan serius mencatat informasi Luna. Mereka memberi tahu Luna bahwa mereka akan segera melakukan pencarian di sekitar area hotel. Namun, sebelum petugas tersebut dapat melanjutkan tugas mereka, Daniel tiba-tiba menghentikannya dengan tegas.

"Biarkan saya yang mengurus masalah ini sendiri," kata Daniel dengan penuh keyakinan menyela polisi.

"Apa maksudmu, mas?!" Luna terlonjak kaget dengan kalimat Daniel yang tiba-tiba. Namun sebelum Daniel menjawab pertanyaan itu, ia menarik tangan Luna untuk menjauh. Ia harus meyakinkan Luna untuk tidak melibatkan polisi tentang perkara ini.

"Aku nggak mau polisi campur tangan dalam masalah ini. Kamu tenang aja, Luna!”

Luna melihat Daniel dengan tatapan marah campur kebingungan, lalu mengeluarkan suara yang penuh kekecewaan. "Tenang?! Bagaimana bisa kamu menyuruhku tenang begitu saja, Mas?! Anak kita sedang dalam bahaya, dan kamu melarang polisi untuk membantunya?!" Luna meremas tangannya dengan kuat, mencoba menenangkan diri di tengah perasaan marah yang membara.

Daniel mendekati Luna dengan wajah yang tampak tegang. "Luna, kamu harus mempercayaiku. Aku tahu apa yang aku lakukan. Aku juga ingin semuanya baik-baik aja."

Luna menatap Daniel dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. "Kamu ingin sekarang kita baik-baik aja? Ini tentang Aura, anak kita! Apa lagi yang kamu sembunyikan dariku sih, Mas? Apa kamu terlibat juga dalam masalah ini?"

Daniel bergidik dan mencoba menggapai tangan Luna. "Enggak, Luna. Aku nggak terlibat apapun dalam hal ini. Percayalah padaku, aku hanya mencoba untuk melindungi kita dari campur tangan polisi yang mungkin akan lebih membahayakan anak kita lebih jauh lagi."

"Mas Daniel, ini masalah yang serius! Putri kita sedang dalam bahaya, dan kita harus segera bertindak!" Luna berteriak dengan suara yang gemetar.

Daniel melihat Luna dengan wajah yang keras dan menolak. "Ini masalah keluarga kita, Luna. Kita bisa menyelesaikannya sendiri. Nggak perlu melibatkan orang lain."

"Mas! Bagaimana bisa kamu seegois ini, sih? Ini bukan hanya tentang kita berdua, tapi tentang nyawa putri kita!" Luna berusaha menahan emosinya, tetapi air mata mulai mengalir di pipinya.

Plaakk!!!

Tanpa disadari, Daniel dengan kasar menampar pipi Luna, tangannya mendarat begitu saja dengan keras. Daniel hanya ingin Luna mempercayainya dan patuh seperti biasanya. Namun hal itu tidak akan pernah Daniel dapatkan lagi, Luna sangat terkejut sembari memegangi pipinya yang memerah. Dia merasakan rasa sakit tak hanya di wajahnya, namun juga di hatinya yang hancur.

"Luna, cukup! Dengarkan aku, putri kita akan baik-baik saja. Aku tahu cara menanganinya," Daniel berkata dengan nada mengancam.

Luna memandang Daniel dengan tatapan campuran antara amarah dan kekecewaan. "Bagaimana bisa kamu seegois ini dan mengabaikan keselamatan anak kita?" rintih Luna pelan lebih kepada dirinya sendiri.

Daniel hanya tersenyum sinis. "Kamu nggak tau apa-apa. Aku akan menyelesaikannya tanpa campur tangan polisi. Percayalah padaku, Luna."

Luna menggelengkan kepala dalam keputusasaan. Dia tidak percaya bahwa suaminya bisa sekejam ini. Dalam hatinya, ia tahu bahwa dia harus mengambil langkah tegas untuk melindungi anaknya, meskipun hal itu akan membawa konsekuensi yang mengerikan.

"Tentang hal ini, aku nggak percaya denganmu, mas. Aku akan berbicara dengan petugas di luar dan memberikan semua informasi yang mereka butuhkan. Putriku membutuhkan bantuan dan aku nggak akan membiarkanmu menghalangiku," ucap Luna dengan suara yang tegas.

Daniel hanya tertawa dengan sindiran. "Lakukan apa yang kau mau. Tapi kali ini percayalah, mereka tidak akan menemukan apa pun. Aku tau apa yang terbaik untuk kita."

"Benarkah kamu tau apa yang terbaik? Apa contohnya seperti menghamili mantan sehabatku sendiri?" sindir Luna sudah sangat muak.

Daniel mulai mendegus kesal. "Cobalah percaya padaku, sekali ini saja, kumohon..."

Luna sedikit bimbang, "Baiklah, tapi kamu harus memberitahu dulu apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku! Nggak ada lagi rahasia diantara kita mas, aku sudah muak dengan sandiwaramu. Aura adalah putri kita, dan kita harus melindunginya, apa pun yang terjadi," desis Luna dengan nada keras dan tegas.

"Nggak ada, aku nggak menyembunyikan apapun. Aku cuman ingin mencari putri kita dengan caraku sendiri..."

"Begitukah? Lalu tadi apa maksud kamu menarikku dan membawaku kesini untuk bertengkar dan mengatakan omong kosong untuk nggak melibatkan polisi, dan sekarang setelah aku tanya tentang rencanamu, kamu malah bilang aku pun nggak boleh ikut campur. Begitu maksudmu?!"

Daniel terdiam, ia tidak mungkin mengatakan ini kepada Luna. Ia tidak ingin Luna mengetahui tentang masalah dan rahasianya selama ini. Ia sudah menjaganya dengan baik tapi kenapa harus menjadi seperti ini sekarang?!

Percakapan mereka terputus oleh suara ponsel milik Luna yang tiba-tiba berdering. Luna lalu melihat ke bawah dan melihat panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Dengan ragu, dia menjawab telepon.

"Halo?" ucap Luna dengan suara gemetar, masih tersisa nada amarah disana.

"Jangan berpikir untuk melaporkannya ke polisi. Jika ingin melihat putri kecilmu lagi, ikuti perintah suamimu," suara pria yang tidak dikenal berbicara dengan nada dingin dan mengancam.

Terpopuler

Comments

Davina Malik

Davina Malik

wah main tangan! dia yang slengki dia yang KDRT. Tunggu Daniel giliranmu pasti tiba.

2023-07-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!