Sesampainya di apartemen, Lily membantu membawakan barang belajaan yang tadi dibeli Alfred dari minimarket. Alfred menggandeng tangan Lily menuju ke lift. Unit milik Alfred berada di lantai 16.
Saat berada di dalam lift, sebenarnya Lily merasa sedikit takut. Entah apa yang akan dilakukan mereka berdua nantinya. Pikiran Lily mulai tidak karuan.
“Apa kau mempunyai baju yang bisa kupakai untuk tidur?” tanya Lily.
“Kau bisa memakai kaosku, aku rasa itu cukup dan bisa kau pakai tidur.” jawab Alfred.
“Ada berapa kamar di sana? Aku ingatkan, kau tidak boleh macam-macam ya.”
“Ada 3 kamar, macam-macam bagaimana maksudmu? Kau tenang saja.”
“Aku ingin tidur berbeda kamar denganmu.”
“Memangnya apa yang kau pikirkan? Kau boleh tidur di mana saja sesuka hatimu.”
“Baiklah kalau begitu.”
Sampai di lantai 16, pintu lift terbuka. Alfred masih menggandeng tangan Lily dan berjalan menuju unitnya. Setelah membuka pintu, Lily begitu kagum dengan desain interior unit apartemen milik Alfred. Setelah meletakkan belanjaannya, Lily berjalan menuju balkon.
Lily membuka pintu dan terkagum melihat kerlap kerlip lampu kota. Alfred menyusul Lily yang sedang berdiri di balkon, sambil memeluk pinggang Lily dan menyandarkan kepalanya di pundak Lily.
“Kau suka pemandangan dari sini?” tanya Alfred.
“Ya, aku suka. Terima kasih kau sudah membawaku kemari sehingga aku bisa menyaksikan pemandangan indah ini. Kau pasti sangat betah tinggal di sini ya, pemandangannya bagus.” jawab Lily.
“Kalau kau mau, kau bisa tinggal di sini bersamaku.”
“Tentu saja aku tidak bisa, aku harus mengurus Ayah dan Ibuku.”
Seketika Lily berbalik memeluk Alfred dan meneteskan air mata. Lily dilanda rasa bimbang.
“Kenapa kau malah menangis? Apa kau baik-baik saja?” tanya Alfred.
“Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya teringat Ayah dan Ibuku.” jawab Lily.
“Apa kau ingin kuantar pulang?”
“Tidak … Tidak, aku tetap akan menginap malam ini. Aku akan merawat lukamu, ayo kita masuk.”
Lily mencoba mengompres luka lebam yang ada di wajah Alfred.
“Apa aku boleh menanyakan sesuatu padamu?” tanya Lily.
“Tanyakan saja, kau tidak perlu meminta izin untuk bertanya padaku.”
“Aku hanya seorang penyanyi kafe biasa, kenapa kau bisa suka padaku?”
“Tentu saja karena kau cantik hehehe.”
“Ayolah jangan bercanda seperti itu.”
“Lily, kau wanita yang baik dan juga perhatian. Aku rasa banyak pria yang suka padamu.”
“Tidak juga, jika banyak pria yang suka padaku tidak mungkin aku masih sendiri.”
“Sekarang kan ada aku, kau tidak sendiri lagi hehehe.”
Alfred kemudian mencium kening Lily dan beranjak bangun dari sofa.
“Apa kau lapar?” tanya Alfred.
“Iya, kau mau aku memasak sesuatu untukmu?”
“Tidak perlu, kau adalah ratu di sini. Aku yang akan memasak untukmu.”
“Memangnya kau bisa masak?”
“Wah kau ini meremehkan aku. Tungu di sini, akan aku buktikan padamu.
Lily terus memandang Alfred yang sedang memasak spageti untuk mereka. Tiba-tiba terdengar ponsel Alfred berdering.
“Lily, apakah kau bisa melihat siapa yang meneleponku malam-malam begini?” pinta Alfred.
Lily mengambil ponsel Alfred dan melihat pada layar ponselnya tertulis nama Princess.
“Princess yang meneleponmu.” kata Lily
Dengan sedikit cemburu dan kesal, Lily memberikan ponsel Alfred padanya. Alfred membiarkan panggilan itu selesai dan kemudian mematikan ponselnya. Lily mulai cemburu dan berprasangka buruk pada Alfred.
“Itu pasti kekasihnya, Ya Tuhan kenapa aku bisa bodoh sekali mempercayainya begitu saja.” dalam hati Lily bergumam.
“Makanan sudah siap, ayo kita makan. Spageti buatanku tak kalah rasanya dengan di restoran.”
“Alfred, bisakah kau mengantarku pulang?”
“Kenapa kau tiba-tiba ingin pulang? Ayo kita makan dulu, aku sudah memasak untukmu.”
“Aku tidak selera makan.”
Alfred merasa kesal karena tiba-tiba Lily berubah pikiran. Seketika Alfred membanting piring yang dibawanya. Semua makanannya jatuh ke lantai. Lily terkejut dengan reaksi Alfred yang langsung marah dengan membanting piring.
“Kenapa kau membanting piringnya, makanannya jadi tumpah semua. Kalau begini kan tidak bisa dimakan.”
“Kau tadi berkata tidak selera makan kan?”
Lily langsung membersihkan tumpahan makanan yang jatuh di lantai. Sementara Alfred yang terlanjur kesal membuka sebotol bir dan berjalan menuju balkon tanpa mempedulikan Lily.
Setelah selesai membersihkan tumpahan makanan, Lily menghampiri Alfred yang sedang minum bir di balkon.
“Alfred, jika kau tidak bisa mengantarku pulang. Aku akan pulang sendiri saja. Maaf ya jika aku merepotkanmu.”
Alfred hanya diam sambil tetap terus meminum bir. Karena Alfred tak merespon apapun, Lily berjalan ke arah pintu sambil menangis. Dengan cepat Alfred berlari dan menghalangi Lily membuka pintu. Alfred memegang tangan Lily dan menariknya menuju kamar. Lily terpelanting di tempat tidur karena dorongan Alfred.
“Ada apa denganmu? Kenapa kau tiba-tiba tidak mau makan dan ingin pulang?” Alfred berteriak dengan kencang membuat Lily sangat ketakutan.
“Jangan diam saja! Jawab aku! Ada apa? Apa aku membuat kesalahan?” bentak Alfred.
Amarah Alfred semakin menjadi-jadi karena Lily tidak menjawab pertanyaannya.
“Kalau memang aku membuat kesalahan, bicaralah padaku! Katakan apa salahku?”
Lily benar-benar sangat ketakutan dan berlari ke arah kamar mandi. Lily mengunci pintu kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya.
“Sekarang kau malah mengunci diri, keluar atau aku dobrak pintunya! Cepatlah keluar dan bicara padaku!” Alfred terus berteriak.
Karena ketakutan Lily membuka pintu dan langsung berlutut di kaki Alfred.
“Tolong jangan berteriak padaku, aku takut.” kata Lily sambil menangis.
Karena melihat Lily menangis ketakutan dan berlutut di kakinya, Alfred lalu mengangkat Lily dan mengajaknya duduk di tempat tidur. Alfred mengusap air mata Lily dan memeluknya. Melihat Lily menangis seperti itu membuatnya tidak tega. Kemudian dia mengambilkan segelas air putih untuk Lily.
“Minumlah dulu, tolong berhentilah menangis.” pinta Alfred.
Lily meminum segelas air putih itu hingga habis tak tersisa.
“Sekarang apa kau sudah merasa tenang?” tanya Alfred.
“Iya sudah, terima kasih.” jawab Lily.
“Sekarang katakan padaku, ada apa denganmu? Kenapa kau tiba-tiba ingin pulang?”
“Aku tidak apa-apa, hanya memikirkan Ayah dan Ibuku saja.”
“Aku tahu, kau pasti marah karena panggilan itu kan? Kau bisa bertanya padaku.”
“Ya, jujur saja aku sedikit kesal, aku berpikir mungkin itu kekasihmu.”
“Princess yang menelepon tadi itu adik perempuanku, Elizabeth namanya.”
“Benarkah? Baiklah kalau begitu tolong maafkan sikapku.”
“Kau lapar kan, ayo aku masak untukmu lagi.”
“Tolong jangan marah seperti itu lagi padaku, aku takut.”
“Baiklah, maafkan aku. Lain kali kau juga jangan berpikiran buruk padaku.”
“Kepalaku pusing, aku mau tidur saja.”
“Lily, kau belum makan. Atau kau mau aku kupaskan buah untukmu?”
“Tidak … Tidak usah, sebaiknya aku tidur saja.”
“Baiklah kalau begitu, aku akan tidur di kamar lainnya.”
“Bisakah kau tidur bersamaku dan memelukku hingga aku tertidur?” pinta Lily dengan memelas.
“Baiklah, aku akan menemanimu. Kau berbaringlah.”
Lily kemudian berbaring di tempat tidur ditemani oleh Alfred. Alfred terus memeluk Lily hingga Lily tertidur. Setelah Lily tertidur pulas, Alfred beranjak dari tempat tidur lalu menuju ke balkon dan melanjutkan meminum bir. Alfred sudah menghabiskan 10 botol bir selama berada di balkon sendirian.
Karena merasa menyesal atas apa yang baru saja terjadi, Alfred memecahkan botol bir ke kepalanya. Lalu dia berjalan sempoyongan menuju ke kamar. Belum sampai ke kamar, Alfred terjatuh dan menyenggol vas bunga hingga pecah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments