Emeline pulang ke rumah dengan keadaan lelah, ia harus melaksanakan hukuman yang di berikan oleh OSIS karena kejadian di sekolah tadi.
Sebenarnya Sindi sudah meminta agar hal ini di biarkan saja, tapi para babu sekolah itu ngotot ingin agar Emeline di hukum, tadinya ia di minta untuk mendatangkan orang tuanya, tapi Sindi menolak dengan keras, entah kenapa gadis itu sangat menentang Emeline untuk di hukum.
Dan Sindi juga menentang hukuman skorsing untuk Emeline, jadilah ia di beri hukuman membersihkan lapangan selama satu minggu, tadinya Sindi hendak menentang lagi, tapi si Ketua OSIS mengancam akan memberikan hukuman lebih berat jika masih menentang.
Dan Emeline hanya bisa pasrah, ia bahkan tidak menyuarakan keberatan ya sejak awal, padahal awalnya ia akan langsung menerima hukuman skorsing nya, hitung-hitung liburan. Tapi jika di pikir lagi, ia pasti akan selalu di rumah selama masa skorsing, dan ia akan semakin sering bertemu dengan 'keluarganya' itu. Mana mau Emeline.
Dan jadilah ia pulang lebih telat karena harus membersihkan lapangan dulu sebelum pulang, dan pagi-pagi ia juga harus datang lebih awal untuk membersihkan lapangan. Katanya sekalian membantu pekerjaan sekolah, karena pengurus sekolah yang biasanya bebersih tengah cuti dengan alasan istrinya melahirkan. Sialan memang! Lalu untuk apa ada OSIS?
Kembali pada Emeline yang baru saja menginjakkan kaki di 'rumah'nya, ia sebenarnya heran, kenapa banyak motor di parkiran? Dan saat sudah masuk ke dalam, ia menatap datar dan tak minat pada para anak muda seumurannya yang tengah berkumpul di ruang tamu.
Emeline mengabaikan mereka yang menatapnya penasaran dan juga kaget, ia terus berjalan dengan langkah loyo menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
"Emeline?" Panggil salah satu dari para pemuda tadi dengan nada bertanya. "Hm?" Emeline menghentikan langkahnya dan menoleh menatap pada orang yang bertanya.
"Lo kok bisa ada di sini?" Tanya orang itu dengan heran.
Emeline menatap pada salah satu orang yang memang menjadi alasan para pemuda itu ada di sini, sepupunya. Arsenio Sanjaya Bagaskara. Dia satu sekolah dengan Emeline, dan tentu saja, para pemuda itu juga, hanya saja, Emeline tidak pernah bertemu dengan Arsen sejak pertama kali gadis itu menempati raga barunya ini.
"Ah, tanyakan saja pada tuan rumah yang membawa kalian ke sini." Jawab gadis itu lalu melanjutkan langkahnya.
Mereka lalu langsung menoleh pada Arsen yang menatap Emeline tajam, entah apa yang ada di fikiran pemuda itu. "Dia siapanya lo, Sen?" Tanya salah satu temannya bernama Fiqri Ifandi.
"Gak penting!" Jawab Arsen dengan nada ketus, membuat para pendengarnya kecewa karena tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
Ardhian Mahendra, pria yang tadi bertanya lada Emeline menatap Arsen dengan penuh selidik, entah kenapa, ia merasa sangat penasaran pada gadis yang baru saja naik ke lantai dua mansion keluarga Bagaskara itu.
Total ada delapan orang yang berada di ruangan itu termasuk dengan Arsen, Ardhi dan Fiqri. Yang lainnya ada Ilham Taupik Hidayat, pria dengan kesan humoris dan ceria.
"Ard, bagi keripik yang ada di depan lo, dong."
Ardhi memberikan apa yang di minta temannya, Mikhael Nagenta Bratayuda. Pria dengan julukan play boy di DHS ( Diamond High School ) dan yang paling narsis di antara mereka.
Di sebelah Mikhael ada pria yang sendari tadi sibuk dengan ponselnya, Bastian Dirgantara. Yang paling nolep, wibu, gamer, dan paling anti sosial di antara mereka.
Dua lainnya adalah kembar yang sangat identik, Alvan Ghazi Oliver dan Alvin Ghazi Oliver. Alvan sebagai kakak, dan Alvin sebagai adik. Keduanya sama-sama pendiam dan jarang berbicara, berbicara jika perlu saja, itu pun hanya beberapa kata.
Kembali ke sisi Emeline, gadis itu langsung merebahkan tubuhnya ketika sudah berada di dalam kamar, ia melihat langit-langit kamar yang berwarna hitam dengan gradasi galaxy yang sangat indah, menurut ingatan yang ia lihat, lukisan gradasi itu di buat oleh Emeline asli sendiri.
"Kau sangat berbakat, kenapa harus bertahan di keluarga sialan ini?" Gerutu Emeline merutuki kebodohan dari Emeline asli.
Setelah di rasa cukup, gadis itu lalu bangun dan beranjak menuju kamar mandi, ia mandi sekitar lima belas menit dan keluar hanya dengan bathrobe dan rambut yang masih basah.
Menuju walk in closet lalu memilih pakaian yang enak untuk di pakai, rencananya ia hari ini akan berjalan-jalan dan membeli stok kanvas dan juga peralatan melukis lainnya.
Tangan putih nan kecil itu lalu meraih sebuah T-shirt hitam dengan ukuran oversize, dan sebuah celana levis pendek yang hanya berada satu jengkal di atas lututnya.
Saat baju itu di pakai, panjangnya hampir pencapai lutut, bahkan menutupi celana yang ia pakai. Selesai dengan baju, ia lalu mengeringkan rambutnya dan memoles make up tipis, rambutnya ia biarkan tergerai. Mengambil tas slempang kecil berwarna hitam dan memasukkan kartu ATM, uang tunai, buku memo kecil, dan sebuah pulpen.
Ia memakai sepatu sneakers putih dengan kaos kaki hitam pendek yang hanya mencapai bawah mata kakinya, hingga tidak terlihat seperti memakai kaos kaki.
Memperhatikan pantulan dirinya di cermin full body yang ia beli kemarin, dan memperbaiki beberapa hal, ia lalu mengambil parfum dan menyemprot di area leher dan pergelangan tangannya. Sebuah scrunchine dan gelang unik berwarna hitam melingkar di pergelangan tangan kanannya.
Merasa puas, gadis itu lalu keluar dari kamar dan turun menuju lantai bawah. Di sana masih ada para anak muda tadi, sedang asyik dengan kegiatan mereka sendiri, Emeline tidak peduli.
"Mau kemana kau?"
Sebuah suara membuat langkah Emeline terhenti, ia lalu menatap pada sepupunya yang menatapnya tajam. "Keluar, tentu saja." Jawab gadis itu ringan.
"Di jam segini?" Tanya pria itu lagi.
Emeline mengangguk polos, memagnya kenapa? Ini baru jam empat sore.
"Dengan siapa kau pergi?"
"Sendiri?" Jawab gadis itu dengan nada tanya.
Arsen menaikkan sebelah alsinya, "Sendiri?" Tanyanya.
"Memangnya kenapa?"
Emeline mulai jengah, ada apa dengan pria ini tiba-tiba? Biasanya dia hanya akan acuh jika ia pergi kemanapun di jam berapapun.
"Kembali ke kamarmu, tidak baik anak gadis keluar di jam sore." Jawab Arsen dengan aneh.
Kali ini Emeline yang menaikkan sebelah aslinya, "Kenapa kau peduli?" Tanya gadis itu heran. "Urus saja urusanmu." Lanjutnya lalu kembali melangkah keluar dari mansion menuju taxi yang telah ia pesan tadi.
Sedangkan Arsen kini diam, ia memikirkan perkataan Emeline tadi. Benar apa yang di katakan gadis itu, kenapa ia malah terlihat seperti peduli padanya?
Tidak mau ambil pusing, Arsen hanya berdecak kesal dan kembali ke kesibukannya, bermain game. Tidak menyadari tatapan aneh dari para sahabatnya yang sendari tadi memperhatikan percakapan antara pria itu dan gadis yang dia bilang 'tidak penting' tadi.
"Lo kenapa, Sen?" Tanya Fiqri yang menyadari Arsen sendari tadi tidak fokus, buktinya pria itu selalu kalah saat bermain game dengannya.
"Ck! Sialan tu cewek! Bikin pusing aja!" Gerutunya dengan kesal, ia lalu menghentikan gamenya dan membuka ikon telpon di ponselnya.
Menekan nama seseorang di ponsel dan menunggu panggilannya di angkat, "Awasi gadis itu!" Ucapnya saat panggilannya telah di angkat, setelah mendapat jawaban, Arsen lalu menutup telponnya.
"Katanya gak penting, tapi kok di awasin?" Tanya Ilham dengan nada mengejek.
"Ada apa nih?" Sahut Fiqri sambil menaik turunkan alisnya.
Arsen meroling matanya dan menatap kedua orang itu malas, "Bukan urusan lo." Jawabnya cuek.
"Cih, bikin irisin li." Cibir Ilham, membuat Fiqri tertawa.
Ardhi menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua sahabatnya yang suka sekali membuat Arsen kesal, "Tapi beneran, deh. Dia siapanya lo, Sen? Kok bisa ada di sini?" Tanyanya penasaran.
"Sepupu." Jawab pria itu pada akhirnya.
"Hah?"
Mereka yang mendengarnya sedikit melongo. "Yang bener lu?!" Fiqri bertanya dengan suara agak keras, membuat Arsen menatapnya tajam.
"Hm."
Mendapat deheman dari Arsen, mereka lalu diam, karena itu artinya memang benar jika Emeline adalah sepupunya. "Kok dia gak pake nama keluarga Bagaskara?" Tanya Ardhi yang baru menyadari jika Emeline tidak menggunakan nama Bagaskara di belakang namanya.
Arsen terdiam, ia lalu menggeleng. "Urusan internal."
Mereka akhirnya diam, tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika itu urusan internal keluarga Bagaskara. Walau mereka masih penasaran.
Tapi, ada satu hal yang aneh. Sejak kapan, Arsenio Sanjaya Bagaskara, mau menganggap Emeline sebagai sepupunya?
•
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
yudi
🌹
2024-01-07
0
Shai'er
nah loh😏😏😏
2023-07-25
0
Shai'er
kan yang bikin pusing jugak, lu sendiri 😏😏😏
2023-07-25
0