Kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan tenang, guru menerangkan dan memberikan pertanyaan pada murid yang tidak fokus, sesekali ada beberapa murid yang bertanya.
Tring~
[Time for a break]
Bel berbunyi, guru yang tengah mengajar menyelesaikan pembelajarannya dan mulai keluar dari kelas.
Para murid berhamburan keluar dari kelas menuju kantin, begitupun dengan Emeline yang mulai beranjak dari kursinya.
Saat hendak keluar dari kelas, kepalanya terasa berdengung dan sekelebat ingatan terlintas di kepalanya. Ia lalu berhenti dan berpegang pada pintu, menstabilkan tubuhnya dan mulai merasa lebih baik setelah semua ingatan selesai ia lihat.
"Baik, selain jadi gadis yang suram, kenapa kau juga harus di bully?" Lirihnya, ia baru saja melihat ingatan tubuh asli, dimana dirinya adalah sasaran bully para kakak kelas.
Jika di tanya alasannya kenapa, maka itu karena Emeline yang di rumorkan berasal dari keluarga kalangan bawah, ia masuk ke sekolah elite ini karena beasiswa, yah, itu fakta.
Lagi pula, memangnya salah, jika anak beasiswa bersekolah di sekolah elite? Yah, apa pedulinya, dia hanya harus bersikap normal dan mungkin sedikit memberi drama.
Senyum tipis terpatri di wajah cantik Emeline, gadis itu lalu melanjutkan langkahnya menuju kantin, "Let's paly the game." Gumamnya.
Dan benar saja, Emeline baru saja sampai di dan hendak memesan makanan, tapi tiba-tiba sebuah minuman melayang dan membasahi rambutnya.
Emeline menatap malas pada tiga orang siswi dengan pakaian ketat dan make up tebal, ketiga orang itu adalah yang selalu membully Emeline setiap di kantin atau di manapun di sekolah yang selalu di isi oleh banyak murid.
"Apaan tatapan lo itu? Berani lo sekarang?!" Salah satu dari mereka membentaknya, rapi tak ia hiraukan.
Tatapan mata Emeline terjatuh pada gadis di tengah, yang tadi menyiram minuman padanya. Name tag di bajunya bertuliskan Amanda Cyella Hestu.
"Cewe miskin kayak lo itu gak pantes sekolah di tempat elite kayak gini!" Pandangan Emeline kini bergulir pada gadis di sebelah Amanda yang barusan berbicara. Salsabila Lakshmi.
Dan gadis satunya bernama Ardella Zafia Alvarendra. Okay, mereka adalah anak-anak yang berasal dari keluarga kalangan atas, apalagi keluarga Alvarendra yang hampir setara dengan keluarga Bagaskara.
Dari ingatan sebelumnya, gadis bernama Ardella ini tidak pernah ikut campur dalam pembullyan kedua temannya, ia hanya melihat dan melerai saat kedua temannya melewati batas.
"Napa diem lo? Bisu?!" Sentak Salsa dan melangkah mendekati Emeline yang masih diam tanpa berniat menjawab.
Salsa mengangkat tangannya hendak menampar Emeline, tapi gerakannya kalah cepat oleh Emeline yang telah lebih dulu menarik tangan itu dan memelintirnya ke belakang,embuat Salsa berlutut dengan tangan di belakang punggungnya yang di tahan oleh Emeline.
"Aakh! Lepas bangs*t!"
"Shuutt... jangan berkata kasar, ini adalah sekolah elite. " Emeline meletakkan telunjuknya di bibir Salsa dan menekan kata. elite di ucapannya.
Semua yang melihat kejadian itu hanya bisa diam mencerna situasi, kejadian barusan sangat cepat, membuat mereka terdiam dan tak berkutik.
"Senior... akan ku tanyakan satu hal." Emeline kembali mengeluarkan suara, membuat situasi hening dan sedikit sesak, entah kenapa, mereka merasa gadis itu terlihat berbeda. "Kenapa menurutmu anak beasiswa tidak boleh sekolah di sekolah elite ini?" Lanjutnya dengan sebuah pertanyaan.
Semua diam, tidak ada yang mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Emeline, bahkan Amanda dan Ardella yang ada tepat di hadapan Emeline juga bungkam.
"Hm? Kenapa tidak ada yang menjawab?"
Lagi, suara Emeline kembali mengalun, entah ini perasaan mereka atau apa, yang pasti, suara Emeline terdengar begitu dingin dan sarat akan intimidasi.
Sebelumnya semua orang tidak pernah memperhatikan Emeline yang selalu di bully, mereka hanya akan diam dan membiarkan, bahkan tidak sedikit dari mereka menertawakannya dan ikut membullynya.
Bukan hanya Emeline, tapi anak beasiswa yang lain juga mengalami hal yang sama dengannya, karena itu, dia ingin menunjukkan seberapa hebat anak beasiswa pada mereka yang hanya sekolah di tempat ini mengandalkan uang mereka.
"Hey, seniors. Come on, give us a reason, why do you think of us, the scholarship students, as children who don't deserve to go to this school? Hm?"
Masih tidak ada yang menjawab, dan mereka malah semakin bungkam.
"Haa~ astaga... menyebalkan sekali. Apa kalian mendadak bisu?!" Emeline meneriakkan ucapan di akhirnya, ia menatap pada orang-orang yang hanya diam.
"Listen up, scholarship students! From now on, you don't need to be afraid of fighting those who bully you! Why? Because even though their family's social status is higher than ours, their brains aren't even smarter than prawns!"
Kantin yang semulanya hening, kini ricuh setelah perkataan lantang yang di ucapkan oleh Emeline, sebagian dari mereka memaki Emeline yang menganggap rendah status sosial mereka, dan sebagiannya lagi bersorak mendukung ucapan gadis itu, dan sebagian dari para pendukung itu adalah murid-murid beasiswa yang sudah muak dengan perilaku bullying di sekolah ini.
"Diam! Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?!"
Kantin kembali tenang setelah suara bariton yang terdengar menekan memasuki indra pendengaran mereka. Semua atensi kini beralih pada seorang siswa dengan jas almamater khusus organisasi OSIS yang berjalan menuju kerumunan dimana Emeline berada.
"Ada apa ini?" Tanya pria itu lagi, kini tatapnnya jatuh pada Emeline yang telah melepaskan tangannya pada Salasa yang sendari tadi ia tahan.
"Tidak ada apa-apa, hanya keributan kecil." Jawab Emeline dengan santai dan membersihkan bajunya yang terkena sedikit minuman tadi, kebanyakan minuman tumpah pada rambutnya dan menetes ke belakang seragamnya.
"Keributan kecil apa? Suara kalian bahkan terdengar hingga ruang guru!" Sangkal pria tadi.
Pandangan Emeline kini berubah dingin, ia menatap tajam pada pria di hadapannya yang ia yakini adalah seorang ketua OSIS. Samuel Chakra Abiputra.
Tangan putih dengan jemari lentik itu, menyapu helaian rambut yang menghalangi pandangannya dan mengguyarnya ke belakang. Bak slow motion, semua orang terpana dengan adegan sepele namun elegan itu.
"Kenapa kau baru datang sekarang, senior?" Emeline bertanya dengan nada terkesan dingin.
Gadis itu kemudian melangkah mendekati Samuel dan menepuk pundak pria itu, terkesan seperti membersihkan debu di bajunya. "Tidak perlu khawatir, tidak ada keributan apapun, bukankah sebelumnya kalian juga selalu diam saja saat melihat para 'siswa kelas atas' itu?" Ujarnya dengan nada meremehkan.
Samuel mengepalkan tangannya, ia merasa terhina entah karena perkataan Emeline, atau karena gadis itu yang kini menatapnya merendahkan.
Emeline lalu berjalan mundur sambil mengangkat kedua tangannya, "If you want to punish, please punish someone who made a fuss at the beginning, I'm just going with the flow." Ujarnya dengan santai, lalu pergi begitu saja, meninggalkan suasana tak mengenakkan di dalam kantin.
"Kembali ke tempat kalian masing-masing!"
Setelah mengatakan itu, Samuel dan anggota OSIS lainnya pergi meninggalkan kantin, dan suasana mulai kembali mencair.
"Anjiir! Badass banget si Emeline." Seseorang yang sendari tadi memperhatikan keributan mengeluarkan suara.
Bukan hanya satu orang, ada lima orang pria yang duduk di bangku yang sama, sendari tadi menatap minat pada drama yang di suguhkan oleh gadis yang sebelumnya bahkan tidak menarik perhatian.
Lima orang pria itu adalah bagian dari sebuah geng yang ada di sekolah ini, geng yang bernama BLACK WOLF. yang di ketuai oleh Saveri Abel Alterio, anak pertama dari keluarga Alterio yang berada di atas keluarga Bagaskara dalam segala hal, juga, adalah musuh bisnis terbesar keluarga Bagaskara.
Orang yang barusan bicara adalah Melvian Abisakya, dia adalah anggota BLACK WOLF yang paling mudah si provokasi. Tiga lainnya adalah Abian Karsa Caleb, Sendy Frans Wijaya, dan Iqbal Latief.
Sebagian besar dari geng itu adalah anak-anak SMA dari berbagai sekolah, juga beberapa anak kuliahan.
Iqbal merangkul bahu Abian yang ada di sebelahnya, "Bisa kali, lu gaet tu cewek." Celetuknya sambil menaik turunkan alis.
Abian mendengus, ia memang di kenal sebagai play boy, tapi ia tidak mau berurusan dengan gadis itu. Karena gadis itu telah di tandai oleh sang ketua.
"Just calm down, gak bakal gua ambil kok." Ujarnya entah pada siapa. Membuat teman-temannya heran, tapi tidak untuk satu orang yang memasang senyum tipis.
'You're back, huh?'
•
•
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Chaning
seenggaknya kalau pakai Bahasa Ingris kadih jg terjemahnya jgn bikin bingung orang
2024-01-24
1
Yunita Widiastuti
pake bahasa indonesia aja...
2023-10-31
2
kuma kuma,🐻🐻
jangan pake bahasa inggris donk
ngga tau arti nya
2023-08-17
1