Briana- tidak, sekarang kita panggil dia dengan Emeline. Gadis itu tengah bersiap untuk pergi ke sekolahnya, di ingatan yang ia dapat kemarin, ia mengetahui bahwa saat ini dirinya masih duduk di bangku kelas dua SMA.
Berbeda dengan dirinya di kehidupan sebelumnya yang berumur 25 tahun, tapi belum menikah, ia bahkan tidak punya kekasih.
Gadis itu membuka walk in closet dan menemukan beberapa baju yang terlihat biasa saja, dan beberapa dress dengan model yang tidak terlalu terbuka, bahkan warnanya juga gelap, astaga... sangat suram.
Ia tidak memerikasanya kemarin, karena ia sibuk tidur dan mendapatkan ingatan dari pemilik tubuh.
"Setidaknya dia memiliki wajah yang cantik, jika di kehidupanku sebelumnya, dia pasti akan banyak di rekrut untuk menjadi idol atau model"
Emeline mengambil seragam yang telah rapih, memakainya dan terlihat pas di tubuhnya, tidak ketat atau terlalu besar, rok yang semula sebatas lutut, ia lipat bagian atasnya hingga melewati lutut dan berhenti di sekitar satu jengkal di atas lutut.
Berjalan menuju meja rias, ia memolas tipis make up, dan sedikit lapisan lip balm, untuk menjaga kelembaban bibirnya, menyisir rambutnya dan ia biarkan tergerai.
Beralih pada sepatu dan kaos kaki, ia mengambil kaos kaki pendek berwarna putih, dengan sepatu yang juga berwarna putih. Emeline yang asli selalu menggunakan kaos kaki panjang dengan warna hitam, begitupun sepatutnya.
Ia lalu mengambil tas berukuran sedang dengan warna cream, memasukkan buku sesuai jadwal dan dompet beserta ATM.
Emeline yang asli memiliki skill yang sangat bagus dalam menggambar digital ataupun manual, ia menjual hasil gambarnya dan mengumpulkan uangnya, ia bahkan berinfestasi pada beberapa perusahaan yang saat ini tengah naik daun.
Briana akui, Emeline sangat pintar, ia bahkan memiliki dua belas persen saham di sebuah perusahaan besar, sebuah perusahaan yang menjadi musuh dari perusahaan keluarganya.
Emeline yang sejak kecil hidup dalam bayang-bayang keluarganya, memiliki tekad kuat untuk membuktikan bahwa ia bisa hidup walau tanpa keluarganya, ia berniat membalas dendam dengan berinfestasi pada perusahaan musuh keluarganya dan mengumpulkan dana untuk bisa keluar dari keluarga ini.
Tapi sebelum keinginannya tercapai, ia malah mati karena overdosis obat, itu adalah pilihan paling bodoh yang pernah di ambil Emeline dalam hidupnya.
Selesai dengan pemikiran dan penampilannya, Emeline mengambil sebuah parfum dan menyemprotnya di kedua sisi leher dan pergelangan tangannya, harum dari bunga mawar seketika menyusup infra penciuman.
"Selera kita sama."
Setelahnya, ia menuju pintu kamar, mengambil nafas pelan lalu mulai membuka kamar, sejak kemarin, ia tidak keluar dari kamar, ia bahkan tidak makan sedikitpun, dan tidak ada yang mengantarkannya makanan atau sekedar mengingatkannya untuk makan.
Emeline terkekeh miris, ia memasang wajah datar dan keluar dari kamar, berjalan dengan langkah tegas dan tegap, sedikit dagunya terangkat, menjadi kebiasaan di kehidupannya sebelumnya.
Para bodyguard dan maid yang melihat kedatangan nona bungsu keluarga Bagaskara, sedikit merasa takut dengan aura yang berubah di sekitar nona itu.
Ia berjalan tanpa menunduk ataupun menoleh saat ia melewati ruang makan yang telah di isi oleh seluruh keluarga besar Bagaskara yang tengah sarapan.
"Tidak sopan sekali, pergi tanpa berpamitan." Celetukan seseorang membuat langkah Emeline terhenti.
Gadis itu lalu membalikkan badannya dengan malas ke arah 'keluarganya', menatap mereka dengan datar, lalu setalhnya tersenyum. "Anda berbicara pada siap? Tuan?"
Pertanyaan Emeline mendapat reaksi beragam dari orang-orang yang tengah duduk di hadapan meja makan itu. Salah satunya adalah tatapan kaget.
"Kenapa? Apakah bukan kepada saya?" Tanya Emeline lagi, ia menatap mereka dengan tatapan yang masih sama.
"Tentu saja kau!" Jawab orang yang tadi berkata, dia adalah Ariana Bagaskara, kakak dari Ibu Emeline, berarti dia adalah bibinya.
Emeline memasang ekspresi sedikit bingung dan agak terkejut, ia lalu menggaruk pipi kanannya yang tidak gatal dan tersenyum polos. "Saya kira anda berbicara pada orang lain. Lagi pula, kalian kan tidak pernah peduli, mau saya pamitan ataupun tidak."
Semua diam saat mendapat jawaban tak biasa itu, sebelumnya, Emeline selalu berpamitan pada mereka, walau selalu di abaikan dan tidak pernah di anggap.
"Saya akan langsung pergi kalau begitu, saya harus menunggu bus dan segera ke sekolah untuk makan, permisi."
Setelah mengatakan itu, Emeline sedikit menundukkan kepalanya dan pergi begitu saja tanpa melihat reaksi dari orang-orang yang ada di sana.
Seperti yang di katakan Emeline tadi, ia menuju halte dan menunggu kedatangan bus, untungnya bus segera datang setelah sekitar tiga menit ia menunggu.
Sementara di ruang makan keluarga Bagaskara, suasana menjadi hening dan sedikit berat setelah kepergian gadis yang mereka anggap sebagai pembawa sial dan penyebab kepergian seseorang yang sangat berharga di keluarga ini.
"Dia berubah." Semua atensi tertarik pada pria yang baru saja berucap, dia adalah anak pertama dari pasangan Agraham Bagaskara dan Diandra Vilia Bagaskara, Satria Galih Bagaskara.
Agraham dan Diandra sendiri adalah Ayah dan Ibu dari Emeline, jadi itu artinya, Satria adalah kakak pertamanya. Pria berusia 23 tahun itu adalah seorang model dan juga mahasiswa S2 jurusan Sosial.
Pria sebelahnya mengangguk dengan ekspresi sedikit heran, dia adalah Gilang Anggara Bagaskara, anak ke dua yang berumur 20 tahun, mahasiswa S1 yang akan menyelesaikan skripsinya beberapa bulan lagi di jurusan Manajemen.
Mereka semua hanya diam, bahkan sang Ayah diam dan menatap pada tangannya yang biasa di cium sang putri, tapi selalu ia tepis, ada perasaan sakit yang menyusup pada hatinya, tapi segera ia tepis.
"Sudah, ayo mulai makan!"
Semua akhirnya mulai makan atas kehendak dari kepala keluarga, Hendry Gustaf Bagaskara. Walau mereka merasa sedikit ada yang kurang di pagi hari ini, yaitu kebiasaan Emeline yang selalu pamit sambil mencium tangan mereka, sekarang tidak di lakukan gadis itu.
*****
Emeline sampai di sekolah lima belas menit sebelum bel berbunyi, ia lalu pergi ke kantin untuk mengisi perutnya yang sejak tadi keroncongan.
"Bu! Saya mau batagor, gorengan, sama minumnya teh manis hangat ya!" Emeline sedikit terburu saat memesan, ia lalu duduk di bangku kosong dan menunggu pesanannya saat Ibu kantin mengangguk.
beberapa menit kemudian, Ibu kantin datang dengan nampan di tangannya, menyajikannya di hadapan Emeline yang menatap berbinar pada makanan itu.
"Makasih, bu!"
"Sama-sama, neng."
Ibu kantin lalu kembali ke stannya, sedangkan Emeline langsung menyantap makanannya setelah sebelumnya ia berdo'a.
'Huhu enak sekali... dulu aku makan ini saat masih tinggal di Indoneisa atau hanya saat berkunjung saja.' Batin Emeline.
Tak terasa, makanan Emeline ludes habis dalam kurun waktu kurang dari lima belas menit, bahkan dua menit setelahnya, bel baru berbunyi, sedikit telat.
"Ibu, ini uangnya, makasih ya." Emeline menyerahkan uang dua puluh ribu dan di terima dengan baik oleh Ibu kantin.
"Makasih juga Neng Mel."
Emeline lalu pergi meninggalkan kantin, ia berjalan seprti biasanya, tegap dan tegas, sedikit dagunya terangkat, menunjukkan arogansime yang kuat.
Langkahnya terhenti di depa pintu bertuliskan XI-1 IPS, dengan tenang gadis itu membuka pintu dan masuk ke dalam kelas, ia berjalan tanpa melihat sekelilingnya.
Berhenti di sebuah bangku dekat jendela lalu menyimpan tasnya, mengeluarkan buku paket untuk pelajaran yang akan di ulas dan membaca sekilas, hanya untuk mengecek, apakah ia masih ingat dengan pelajaran setingkat ini. Karena jujur saja, di kehidupannya dulu, dia adalah anak yang bisa di bilang pintar, sangat malah.
Dan untunglah, ternyata ia masih mengingat pelajaran di tingkat ini, malah ia merasa bisa mengerjakan soal yang di berikan dadakan.
Emeline benar-benar sibuk dengan dunianya, tidak menghiraukan tatapan heran teman-teman sekelasnya, bahkan beberapa dari mereka sudah berbisik ria.
"Dia kayak jadi berubah gak sih?"
"Iya, auranya beda."
"Lebih tenang dan sedikit... cerah?"
"Huuh, biasanya auranya suram, dia juga biasanya suka hela nafas berat, terus langsung tidur."
"Bukannya dia kayak keliatan agak... cantik?"
Semua yang mendengar perkataan itu lantas menoleh pada Emeline yang sekarang tengah sibuk menggambar di buku bagian belaknya, sesekali gadis itu memperbaiki rambutnya yang menghalangi.
Dan mereka serempak mengangguk, menyetujui perkataan orang tadi. "Gila, sebelumnya dia sering nunduk, jadi gue gak terlalu merhatiin, cantik banget." Ujar salah satu siswa agak keras, membuat perhatian Emeline tertarik padanya.
Emeline menaikkan sebelah alisnya saat hampir semua teman sekelasnya memperhatikannya. "Why?" Tanya gadis itu sambil menatap orang yang tadi berkata dengan heran.
"E-hehe... Enggak, cuman kita penasaran aja, kayaknya lo berubah, gitu." Jawab pria itu, name tag di bajunya bertuliskan Sabara Aji Prawira.
"Ooh, kukira apa. Gak papa sih, mau aja merubah suasana, biar lebih nyaman."
Sabara dan yang lainnya hanya bisa mengangguk, mereka masih terpesona dengan wajah cantik Emeline yang menampilkan beberapa ekspresi tadi, karena biasanya, gadis itu hanya akan perekspresi datar.
Emeline kembali pada kegiatannya, tanpa menyadari seseorang yang memperhatikannya dengan senyuman tipis, lebih tepatnya seringaian "Interesting..."
•
•
•
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
IndraAsya
👣👣👣
2023-10-02
1
Kiya Zulfan
masih nyimak thor smangat
2023-08-12
0
Shai'er
siapa nih🤔🤔🤔
2023-07-24
0