Melin sedang berjalan santai menuju ruang guru. Dia yang sedang membawa beberapa buku dalam dekapannya, tampak menuruni anak tangga dengan hati-hati. Jangan sampai terjatuh, karena tidak akan ada yang tiba-tiba datang menjadi pahlawan untuk menolongnya. Justru dia akan ditertawakan kalau sampai itu terjadi. Karena ini real life, bukan drama yang penuh settingan.
"Berikan padaku datanya!"
Suara itu sangat familiar di telinga Melin. Melin mempercepat langkahnya menuju sumber suara itu. Hati Melin berbunga-bunga setelah menemukannya.
Yups..., siapa lagi kalau bukan Reihan. Sosok yang bisa mengubah suasana hatinya begitu cepat. Reihan sedang bersama Gina. Entah apa yang sedang mereka bahas di depan ruang guru.
"Menurutmu bagaimana?" tanya Gina.
"Kumpulkan saja dulu semua yang ada dalam data ini. Nanti kan bisa diseleksi mana yang memiliki potensi." balas Reihan.
Gina menyadari kedatangan Melin. Dia pun tersenyum pada Melin.
"Hai, Mel..." sapa Gina sambil melambaikan tangannya.
Sedangkan Reihan hanya melirik sekilas, lalu kembali membaca lembaran di tangannya.
"Hai, kak." balas Melin tak kalah ramah.
"Kalau sudah selesai, gabung sama kita ya. Ada yang mau diomongin." kata Gina.
"Oke, masuk dulu ya, kak." tak bisa dipungkiri kalau Melin sangat antusias mendengar hal itu.
Tak lama kemudian Melin kembali. Gina dan Reihan mengajak Melin ikut bersama mereka. Mereka duduk di bangku beton yang ada di bawah pohon palem.
"Ada apa sih, kak?" tanya Melin yang mulai penasaran. Dia menatap kedua kakak kelasnya itu bergantian.
Bagaimana tidak, tiba-tiba saja dia diajak gabung dengan dua murid berprestasi dari jurusan perkantoran.
Reihan dan Gina adalah dua murid paling diandalkan dalam jurusannya. Tak hanya itu, mereka berdua juga kerap ikut turnamen pendidikan. Dan selalu masuk tiga besar. Bahkan dibawah kendali Reihan dan Gina, tak jarang sekolah mereka meraih juara umum dalam kompetisi yang mereka ikuti.
Siang itu Gina menjelaskan pada Melin. Akan ada sebuah kompetisi untuk jurusan mereka. Dan Melin adalah salah satu nama yang tertera di dalam data yang dipegang oleh Reihan.
"Masa iya?!" Melin sempat kaget dengan penuturan Gina.
"Em." Reihan mengangguk saja, kode kalau dia mengiyakan ucapan Gina.
Kemudian dia menyerahkan lembaran yang sedari tadi dia bawa kepada Melin.
"Itu data dari bu Astrid, kajur kita." sahut Gina. "Tolong bantu kasih tahu mereka untuk kumpul di kelas kita sepulang sekolah ya. Tidak keberatan kan?" Gina mengedipkan sebelah matanya.
"Nanti yang kelas 11 biar aku yang jalan." kata Gina lagi.
"Oke, siap." balas Melin sangat antusias.
Bukan senang karena masuk dalam kandidat. Tapi lebih pada rasa bahagianya sudah bersanding dengan Reihan. Dan dengan adanya kabar yang baru saja dia dengar, otomatis dia akan lebih sering bertemu dengan Reihan. Tidak perlu repot mencarinya lagi.
......................
Semua anak perkantoran yang masuk dalam list kandidat, berbondong-bondong pergi ke kelas Reihan. Melin datang paling akhir, dia mendapat bangku di bagian belakang. Pastinya dia merutuki dirinya sendiri, karena terlalu lelet. Sehingga tidak bisa melihat sosok Reihan dari dekat.
"Satu minggu ke depan seleksi akan dimulai. Persiapkan diri kalian. Kak Reihan dan kak Gina yang akan mendampingi kalian." begitu tutur bu Astrid.
"Tiga terbaik akan mendapat bimbingan khusus untuk mengikuti kompetisi." tambahnya.
"Harus lolos nih, biar tiga minggu ini full bareng kak Reihan..., senangnya...!!" batin Melin.
"Semangat, Mel...!!! Kesempatan emas nih. Biar nggak cari alasan buat beli kue melulu. Fighting Meliiin...!!"
Melin tak henti menyemangati dirinya sendiri. Di saat yang bersamaan, Reihan memberikan modul panduan di mejanya.
"Terimakasih, kak..." kata Melin.
Bagaimana balasan Reihan?...
C-U-E-K.
"Mahal banget deh senyumnya..." begitu batin Melin.
Setelah pertemuan itu berakhir, Melin dan yang lain keluar dari ruangan. Tiba-tiba Gina menghampiri Melin. Dan membersamai langkahnya.
"Aku mengandalkan kamu, Mel." kata Gina sambil menepuk pundak Melin.
"Aku?!" Melin menunjuk dirinya sendiri.
"Yups!" balas Gina dengan mantap. "Aku tahu latar belakangmu. Jadi jangan berusaha mengelabuiku...!!" bisik Gina tepat di telinga Melin.
"Ah?!" Melin melihat ke arah Gina yang mengedipkan mata kirinya.
"Ayolaaah, Mel...!! Masa kamu nggak ingat aku...??" ujar Gina.
Melin yang menggelengkan kepalanya berulang kali, membuat Gina makin gemas.
"Kita pernah bertemu di pesta pernikahan kak Guntur. Kak Mika, istri kakak kamu itu sepupuku."
Bibir Melin membulat setelah mendengar penjelasan dari Gina.
"Maaf, kak. Lupa...!!" Melin menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.
"Sudah dijemput belum? Kalau belum ayo sama aku pulangnya!" ajak Gina.
"Sudah ada di depan kak jemputanku." balas Melin. "Lain kali bolehlah nebeng, sekalian kita main." begitu ujar Melin.
"Main..??!" sahut Gina sambil berkacak pinggang. "Tidak sekarang sayang..., sekarang ini saatnya kita berlatih. Tiga minggu itu sebentar." Gina memperingatkan Melin.
"Iyalaaah, yalaaah...!! Siap kakaaakk...!!" balas Melin.
"Reihan...!" Gina memanggil Reihan yang baru saja keluar. "Pulang bareng yuk, sekalian aku mau ambil kue pesanan tante." katanya.
"Boleh." Reihan menganggukkan kepalanya.
"Yuk, Mel..." pamit Gina.
"Iya, kak. Hati-hati..." balas Melin.
Melin terus menatap kepergian Reihan dan Gina. Hatinya bergejolak, dia mulai merasakan sesuatu.
"Jangan-jangan memang mereka ada something. Sama-sama pintar, ganteng dan cantik pula. Kenapa aku baru menyadarinya??"
Inilah kali pertama Melin tampak lesu ketika melihat Reihan.
......................
Malam itu ketika Melin sedang belajar mengetik cepat, dia mendapat kiriman pesan dari Gina. Dia mengirimkan nomor handphone Reihan.
Kalau ada yang mau ditanyakan, hubungi aku atau Reihan ya.
"Nggak tahu saja kalau aku sudah punya nomornya." batin Melin.
Oke kak. Siap. Thanks banget...!!
Kemudian Melin melanjutkan latihannya.
"Mel...!!" panggil mamanya.
"Ya, ma?" balas Melin sambil menoleh ke arah pintu kamarnya yang sengaja dia biarkan terbuka.
"Ini susunya. Bibi bilang kamu lagi sibuk sekali. Banyak tugas?" tanya mamanya sambil menaruh susu hangat di meja belajar sang putri.
"Lagi latihan mengetik cepat, ma." jawab Melin.
"Oh..."
"Mama, papa minggu-minggu ini tidak ada kegiatan di luar kota kan?" tanya Melin.
"Belum ada sih. Kenapa, sayang?"
"Seperti aku butuh bimbingan papa juga untuk persiapan seleksi, ma..."
"Seleksi apa?" tanya mamanya yang memang belum tahu apa-apa.
"Seleksi buat kompetisi maa. Kalau lolos akan mewakili sekolah." ujarnya.
"Oh, ya?!" mamanya terkejut.
Bagaimana tidak, putrinya yang sejak awal tidak ada minat masuk SMK tiba-tiba sekarang masuk daftar seleksi. Mama Yunita sedikit meragukan kemampuan putrinya, pasalnya sejak awal Melin sudah tidak memiliki niat. Yang penting masuk sekolah, itu saja.
"Iya, ma. Do'ain ya, maa...!" Melin tersenyum pada mamanya.
"Pasti dong. Mama do'akan yang terbaik buat kamu, sayang..."
"Ya sudah lanjutkan. Tapi ingat ya, jangan sampai begadang! Besok kan harus sekolah juga."
Begitulah nasihat mama Yunita, setiap kali melihat anak-anaknya terlalu fokus belajar.
"Iya, mama..." balas Melin. "Makasih mamaku sayang..." ujar Melin dengan nada manjanya.
Sebelum keluar, mama Yunita tak lupa menghadiahi sebuah kecupan sayang untuk putrinya.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments