Pulang Bareng

Melin sangat bersemangat karena hari ini adalah hari pertama penilaian. Dan Melin sudah sangat siap.

"Aku kepo deh, mau lihat..." kata Sasha.

"Sayangnya tidak bisa." balas Melin sedikit mengeceh temannya itu.

"Memang tertutup banget?"

"Katanya sih, gitu. Lagian kamu mau lihat apa? Mending pulang, bobok siang." ujar Melin dengan nada jailnya.

"Iih...!!" Sasha terlihat sangat kesal. "Ya sudahlah, aku pulang. Bye...!!!"

Sasha pergi meninggalkan si Melin. Melin tertawa melihat tingkah Sasha.

"Yuk, Mel...!" ajak Jihan.

"Oh, ya!" balas Melin. "Yang lain mana?" tanya Melin.

"Ben dan Nina kayaknya sudah duluan deh." kata Jihan.

"Oh..."

Sampai di sana terlihat teman-teman sekelas Reihan baru keluar dari ruangan praktek.

"Kak Nathan tuh..." bisik Jihan sambil menyenggol lengan Melin.

"Terus kenapa?" balas Melin yang memang tidak peduli.

"Hai, Mel..." sapa Nathan. Melin hanya memberikan senyuman tipis.

"Semangat ya..., aku yakin kamu pasti bisa." Nathan memberikan senyum terbaiknya.

"Terimakasih." balas Melin singkat.

"Yuk masuk semua...!!" Gina memberi instruksi setelah semua temannya keluar.

Melin dan teman-temannya menduduki kursi sesuai dengan nomor urut dalam list.

Ketika para calon peserta sibuk dengan keyboard masing-masing, bu Astrid dibantu oleh Reihan dan Gina mendatangi meja mereka satu per satu. Kebetulan sekali deretan Melin dipantau oleh Reihan.

Melin terlihat makin bersemangat dan percaya diri saat tahu Reihan akan mendatangi mejanya. Asal tahu saja, tujuan Melin berjuang dengan keras bukan untuk ikut kompetisi. Tapi ingin mendapat perhatian dari Reihan.

......................

Hari demi hari berlalu, tibalah saatnya mengumumkan siapa yang pantas mengikuti kompetisi untuk mewakili sekolah mereka. Dan dua orang terpilih itu adalah Melin dan Ben.

"Senin depan, kita harus berlatih lebih keras lagi." ujar Reihan.

"Iya, kak." balas Melin dan Ben bersamaan.

Saat itulah Melin sadar kalau tugasnya semakin banyak, dan dia memikul beban berat. Yaitu mempertahankan posisi juara umum yang sekolah mereka dapatkan selama 2 tahun ini.

"Kenapa masih di sini?" tanya Reihan saat melihat Melin masih duduk di bangku kayu depan ruangan praktek. Dengan tatapan mata kosong, terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Tidak apa-apa, kak." Melin memaksakan senyumnya, lalu beranjak dari bangku itu.

"Pulang sama siapa?" tanya Reihan yang sengaja membarengi langkah Melin.

"Ada yang jemput." jawabnya, lalu menoleh ke samping.

Untuk sepersekian detik Melin tertegun, dia baru sadar kalau yang bicara dengannya adalah Reihan. Sepertinya kegalauannya telah merengut kesadarannya beberapa saat yang lalu.

"Kak Reihan sama siapa?" tanya Melin balik yang sudah kembali kesadarannya.

"Sendiri." jawabnya. "Jam berapa sekarang?" tanya Reihan kemudian.

"Hampir jam empat." jawab Melin setelah melihat jam tangannya.

Reihan terlihat menghela nafas panjang. Dalam pikiran Melin, mungkin Reihan kecewa karena dapat tugas tambahan dari sekolah yang membuatnya telat bekerja.

"Kak Rei mau bareng tidak? Katanya jam segini bus sudah susah." Melin menawarkan tumpangan.

"Benar juga katanya. Rumahnya juga searah. Aku juga sudah sangat lapar." batin Reihan.

"Tidak merepotkan?" tanya Reihan.

"Ah, tidak. Nanti kakak tunjukin saja arahnya." Melin sangat senang.

Setelah melewati jalanan yang mulai padat. Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gang. Karena jalannya tidak cukup dilalui mobil.

"Terimakasih tumpangannya." ujar Reihan.

"Sama-sama." balas Melin dan drivernya kompak.

"Hati-hati..." kata Reihan lagi.

Reihan belum beranjak dari tempatnya, dia menunggu sampai mobil Melin melewati tikungan dan tidak terlihat lagi olehnya.

......................

Sejak pulang dari sekolah Melin terlihat sangat gelisah. Dia sedikit menyesali keseriusannya dalam berlatih. Dan sekarang dia terpilih untuk mewakili sekolahnya. Sedangkan dia sama sekali tidak siap berhadapan dengan banyak orang. Alasan dia melakukan semuanya agar bisa lebih dekat dengan Reihan. Tapi siapa sangka justru itu membawanya menuju level yang lebih tinggi.

"Aaahh...!!!" Melin teriak sambil memukul gulingnya berkali-kali.

Ting...!!

Melin menoleh ke arah ponselnya yang tergeletak sembarangan di sisinya.

"Siapa lagi?!" gumamnya.

Saat tahu itu pesan dari Reihan, dia segera bangun dan merapikan rambutnya yang berantakan.

Sepertinya tadi kamu sedang memikirkan sesuatu. Ada masalah?

"Ya ampun..., serius ini kak Reihan chat aku...??!!"

Melin pun mengetik sebuah balasan dan segera mengirimkannya.

Aku hanya takut menghadapi kompetisi kak. Apa aku bisa?!...

Cukup lama Reihan tidak membalas.

Hingga rasa kantuk mulai menguasai Melin, dan membuatnya terlelap hingga pagi tiba.

Saat dia terbangun dari tidurnya, yang dia cek pertama kali adalah ponselnya. Memastikan Reihan sudah membalas pesannya.

Senyum Melin mengembang ketika melihat empat pesan dari Reihan yang belum dia baca

Kamu bisa lolos seleksi, artinya kamu memiliki potensi. Tinggal perbanyak latihan saja.

Nanti juga akan dapat bimbingan khusus dari bu Astrid.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Besok di sekolah aku atau Gina akan menemanimu bertemu bu Astrid.

Melin merasa sangat senang sekali. Meskipun chat dari Reihan tak jauh-jauh dari urusan sekolah. Tapi tetap saja itu sebuah kemajuan buat hubungan mereka. Tentunya kalau dilihat dari sudut pandang Melin, karena dia sangat mengidolakan si kakak Reihan itu.

......................

Hari itu Melin dan Ben mendapat pembinaan khusus dari bu Astrid. Tentunya didampingi oleh Reihan dan Gina juga. Melin sedikit kecewa karena awalnya dia mengira hanya dirinya dan Reihan yang akan menghadap bu Astrid. Rupanya tidak.

Tapi setidaknya Melin bisa merasa lebih setelah mendengar segala pitutur bijak dari sang guru.

"Sudahlah tidak perlu dibawa pusing, Mel...!" ujar Ben. "Penting yakin. Kita berjuang sama-sama." katanya.

"Benar tuh kata si Ben." sahut Gina.

"Em!" Melin menganggukkan kepalanya.

Sementara Reihan masih sibuk dengan ponselnya.

"Ya sudah, aku mau gabung sama teman-teman di kantin." pamit Ben.

"Oke!" Melin mengacungkan ibu jarinya pada Ben yang melambaikan tangannya.

"Kamu ikut ke kelas kita bentar ya!" Gina menggandeng lengan Melin.

Melin, Reihan, dan Gina beriringan menuju kelas 12. Sampai di dalam kelas Reihan segera menuju mejanya. Sedangkan Gina bersama Melin.

"Hai, cantik...!!" Nathan bersandar di tepi meja Gina.

"Nat..., kita lagi serius. Please...!!" tatapan mata jutek milik Gina tertuju pada Nathan.

"Say hai dong, yaelaaah...!!" balas Nathan.

Sementara mereka sibuk adu mulut, Melin diam-diam memperhatikan aktivitas Reihan.

"Ya ampun kak..., nggak bosen ganteng terus...!!"

"Kenapa dia gelisah begitu? Ada masalah apa ya?"

Melin terus memikirkan Reihan sepanjang jam pelajaran terakhir. Beruntung sekali dia karena gurunya tidak hadir, mereka hanya mencatat materi.

Saat bel pulang berbunyi, Melin bergegas keluar kelas sambil sedikit berlari.

"Mel...!!!" seru Sasha.

"Duluan, Sha...!!" balasnya sambil melambaikan tangannya.

Karena buru-buru dan tidak berhati-hati, Melin terjatuh saat menuruni anak tangga.

"Aah...!!" Melin meringis kesakitan.

"Mel...!!"

Melin menoleh, Reihan datang menghampirinya.

"Mimpi nggak sih..??!!"

"Kenapa?" tanya Reihan.

"Nggak pa-pa, kak." balas Melin.

"Ya ampun, Mel...!!" Sasha pun sudah menyusulnya. "Makanya jangan buru-buru!" tegur si Sasha.

Melin berusaha berdiri, tapi kakinya terasa sangat sakit. Beruntung ada Reihan dan Sasha yang menahannya. Sehingga dia kembali terjatuh.

"Terkilir kayaknya, nih." kata Sasha.

"Duduk, coba aku lihat!" titah Reihan.

Melin ragu, dia menatap Sasha. Sasha memberi kode dengan anggukan kepala agar dia menurut saja.

Reihan melepas sepatu Melin, kemudian memeriksa pergelangan kakinya.

"Oh my God..., bau nggak ya kakinya. Malunya ya ampun...!!!" Melin terus mengumpat dalam batinnya.

"Jangan banyak gerak, dan jangan protes!" nada suara itu sangat datar, terdengar sedikit menakutkan.

Lagi-lagi Melin melirik Sasha. Kali ini Sasha cuma bisa mengangkat bahunya. Melin merasakan sesuatu yang jatuh di pangkuannya. Benar saja, ternyata blazer yang digunakan Reihan telah menutupi roknya.

Situasi yang ramai karena bertepatan dengan jam pulang sekolah, membuat mereka jadi pusat perhatian.

"UKS masih buka?" tanya Reihan yang tidak pasti tertuju pada siapa.

"Bu Riris barusan pulang kak." sahut seorang siswa.

"Sha, bantu bawa barangnya!" titah Reihan.

Tanpa sungkan Reihan menggendong Melin. Melin yang menerima perlakuan itu merasa sangat malu dan jantungnya berdetak sangat kencang.

"Jantung nggak aman ini, ya ampun...!!"

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengepalkan tangannya dengan sangat kuat saat melihat hal itu. Lalu dia melajukan motornya dengan sangat kencang meninggalkan halaman sekolah. Sampai mendapat teguran dari security yang berjaga.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!