Kue

Sebuah bus warna merah berhenti di halte tak jauh dari sekolah. Tampak di sana Reihan keluar dari bus itu, diikuti beberapa anak yang lain. Melin yang baru saja tiba, tidak langsung turun dari mobilnya. Dia masih memperhatikan Reihan hingga mendekati gerbang sekolah.

"Aku masuk ya, paman." pamitnya pada paman supir. Setelah Reihan hampir sampai. "Terimakasih..."

"Hati-hati, non. Kalau ada jadwal pulang lebih awal telepon paman, lho!"

"Siap, paman..."

Melin punya hobi baru sejak melihat Reihan pertama kali. Dia jadi suka diam-diam memperhatikan Reihan.

"Melin..." Nathan tiba-tiba sudah berada di sampingnya.

"Eh, kak." hanya itu balasan Melin.

"Sendirian saja, nih?" tanya Nathan.

"Iya, kak."

"Ngantin, yuk...!" ajak Nathan.

"Nanti deh, kak. Ada tugas yang kelupaan." begitu alasan Melin.

"Butuh bantuan?" Nathan menawarkan dirinya.

"Ah, tidak. Thanks." balas Melin. "Duluan ya, kak." ujar Melin kemudian,saat dia sudah sampai depan tangga menuju kelasnya di lantai 3.

"Hati-hati, Melin...!" balas Nathan seraya melambaikan tangannya.

Melin terus menggerutu dalam hatinya. Karena dia kurang suka kalau Nathan bersikap seperti itu padanya. Dan gara-gara Nathan juga, Melin jadi kehilangan jejak si Reihan.

"Coba kalau kak Reihan, pasti beda..." Melin mulai menghalu jika Reihan yang bersikap seperti Nathan.

Saat jam istirahat Melin pergi bersama Sasha ke gedung olahraga, karena Sasha akan mengikuti seleksi basket. Tak hanya Melin, murid lain yang tidak berkepentingan pun datang sekedar ingin menonton.

"Kak Reihan mana?"

Melin mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Tapi tidak menemukan sosok yang dia cari. Justru Nathan yang tersenyum padanya saat tidak sengaja pandangan mereka bertemu.

"Hadeeh..., dia lagi..., dia lagi..." dalam hatinya Melin mendengus kesal.

"Kenapa tiba-tiba mau ke toilet sih...??"

Melin pun segera menuntaskan ritualnya. Lalu secepatnya kembali ke gedung olahraga itu, agar bisa melihat boosternya. Siapa lagi kalau bukan Reihan.

Benar saja, Reihan sudah berada di sana saat Melin kembali.

"Ya ampun..., gantengnya paripurna...!!" begitu puji Melin. Pastinya hanya dalam hati.

Rasanya tidak ada bosan-bosannya Melin memperhatikan si Reihan. Namun sayangnya, orang yang diperhatikan itu tidak peka kalau di bangku penonton itu Melin tak pernah melepaskan pandangan darinya.

......................

Saat menuruni anak tangga bersama Sasha, Melin melihat Reihan dan Nathan sedang jalan berdua. Nathan terlihat sedang memainkan kunci motornya. Sedang Reihan stay cool dengan kedua tangannya yang dia masukkan dalam saku celana.

"Cuma jalan doang lho kereeen...! Makin suka kan jadinya..."

"Mel...!!" panggil Sasha. "Meliiiin...!!!" Sasha geram karena temannya itu sejak tadi tidak merespon pertanyaannya.

"Ah, kenapa?!" sahut Melin.

"Kamu tuh ya, iiiihh...!!" Sasha ingin sekali menjitak kepala Melin.

"Tadi aku tanya, kamu pulang dijemput nggak...?!"

"Oh, iyalah. Mau ikut sekalian?" Melin menawarkan tumpangan.

"Nggak, deh. Kita beda arah. Kasihan supir kamu. Ya sudah, kalau begitu aku duluan ya. Takut busnya keburu datang."

"Oke, hati-hati ya...!!" Melin melambaikan tangannya pada Sasha.

Semetara itu Melin duduk manis di dekat pos security, menunggu jemputannya datang.

"Meliiin...!!" Lagi-lagi Nathan datang tanpa diundang.

"Aku antar, yuk?!" tawar Nathan.

"Makasih, kak. Jemputanku sudah OTW kok." Balas Melin.

"Okelah. Hati-hati ya...! Pak Supri, nitip nih. Jangan sampai diculik orang." kata Nathan pada security yang jaga di pos.

"Halaaah..., bisa bae mas Nathan ini godain anak gadis orang." sahut pak Supri.

Sementara Melin masih mempertahankan mode masa bodohnya, dengan segala cuitan kakak kelasnya itu.

Tak lama setelah Nathan pergi, mobil jemputan Melin pun datang. Dan siap membawa Melin kembali ke rumah.

Di tengah perjalanan, Melin melihat Reihan memasuki sebuah toko kue.

"Kak Reihan deh kayaknya. Yakin kok nggak salah lihat."

"Paman, putar balik ya. Aku pingin beli kue, deh..." kata Melin.

"Dimana non?" tanya driver itu.

"Di pertokoan tadi." Melin menunjuk ke belakang.

"Oh, siap!"

Tak lama kemudian mobil itu berhenti di depan sebuah toko kue, An's Cake. Melin segera turun, lalu memasuki toko itu. Dia melihat di setiap sudut ruangan, tapi tidak menemukan orang yang dia cari.

"Cepat sekali perginya..." Melin mulai kecewa.

Tiba-tiba yang dicari muncul dari balik pintu ruang karyawan, sambil menyibakkan rambut hitamnya ke belakang. Pemandangan indah itu membuat rasa kecewanya tiba-tiba hilang entah ke mana.

Tanpa banyak pikir, Melin menghampiri seorang ibu di sana.

"Cheesecake ada, bu?" tanya Melin padanya, yang berdiri di balik etalase penyimpanan kue.

"Sedang menoping, mau menunggu?" jawabnya.

"Boleh." Melin tersenyum sangat manis.

"Sebentar ya..." balas si ibu.

Melin melihat lemari es yang ada di salah satu sudut toko itu. Dia tidak menemukan air mineral di sana.

"Tanya nggak ya...? Kalau tanya kok malu. Masa iya masuk sini carinya air putih...?? Pasti dipikirnya nggak ada uang kok gaya-gayaan masuk sini...! Aaah..., sulitnya jaga image di hadapan kak Reihan...!!! Gimana dong...??? Haus banget lagi..."

"Butuh sesuatu?" pertanyaan itu sontak membuat Melin sedikit kaget.

"Kak Reihan..." rasanya Melin ingin berteriak karena saking senangnya.

Melin menoleh ke sumber suara setelah menyetel dirinya ke versi kalem dan tenang.

Meskipun dia sudah tahu siapa pemilik suara syahdu itu, tapi dia berlagak seolah lupa kalau pernah bertemu dengannya. Setidaknya tidak meninggalkan kesan sok kenal pada kakak kelasnya itu.

"Nggak ada air mineral ya?" Melin membalas dengan sebuah pertanyaan. Sambil menunjuk lemari pendingin di sampingnya.

Reihan tidak menjawab, dia justru menunduk untuk mengambil sebotol air mineral. Lalu dia taruh di atas meja kasir.

"Maaf, baru datang. Belum sempat didisplay." ujarnya.

"Oh, thanks." Melin mengambil botol itu.

"Sekalian bayar deh kak, sama kuenya satu." kata Melin kemudian.

Kebetulan ibu yang tadi keluar membawa kue yang Melin pesan. Dengan sekali lirik Reihan sudah tahu kue jenis apa yang Melin pesan, dan juga harganya.

"Terimakasih..." ujar Melin setelah mendapatkan kuenya.

"Sama-sama, kami tunggu kedatangannya lagi." balas si ibu

"Iya, bu. Permisi..." Melin pun melangkah menuju pintu keluar.

"Teman sekolah kamu?" tanya si ibu pada Reihan, setelah Melin menjauh. "Seragamnya sama seperti punyamu."

Reihan kembali melihat ke arah Melin yang ada di luar toko. Dia mencoba mengingat wajah itu, namun tidak berhasil.

"Iya kali, bi. Kurang tahu akunya." balas Reihan.

"Gimana kamu ini, punya teman secantik itu kok tidak tahu." gerutu perempuan yang dia panggil dengan sebutan bibi.

"Aku sekolah buat belajar, bi. Bukan melihat cewek cantik." balasnya asal.

Memang sampai saat ini Reihan tetap konsisten dalam belajar. Dia tidak ingin nilainya turun dan kehilangan beasiswa hanya karena berurusan dengan makhluk yang berjenis perempuan. Merepotkan katanya.

"Pantas saja sampai hampir lulus tidak punya pacar." gerutu bi Ismi.

"Mereka mengganggu, bibi..." gumamnya. Tapi bi Ismi masih bisa mendengarnya.

......................

Pada suatu kesempatan, kebetulan sekali Melin bertemu dengan Reihan kantin. Melin memberanikan diri menghampirinya.

"Kak..." sapanya dengan ramah.

Reihan mengangkat kepalanya, memperhatikan sosok yang sudah duduk di hadapannya. Tatapan itu seolah mempertanyakan, siapa dia? mau apa?...

"Ada apa?" datar sekali, terkesan dingin, dan kurang respek.

"Kakak yang ngasir di toko kue itu kan...?" lagi-lagi Melin berakting seolah mereka baru bertemu.

Mendengar pertanyaan itu, Reihan kembali melihat gadis di depannya itu. Begitu banyak orang datang ke toko itu. Reihan tidak bisa mengingat semuanya. Kecuali yang sudah lama berlangganan.

"Mau apa?" hanya itu yang dia tanyakan.

"Cuma mau tanya sih. Ada minimal order nggak kalau mau delivery?" begitu balas Melin.

"Mana handphonemu?!" Reihan menengadahkan tangan kanan.

"Ah!" Melin sedikit kaget tiba-tiba Reihan minta benda pribadi miliknya. Tapi dia menurut saja.

"Ini, kak." katanya.

Reihan menerimanya lalu mengetikkan sesuatu di sana.

"Hubungi saja aku kalau sewaktu-waktu mau pesan." ujar Reihan, kemudian dia beranjak dari duduknya. Sambil membawa snacknya yang belum habis.

"Setidaknya bisa menjadi tambahan tabungan buat kuliah." batin Reihan.

"Thanks, kak." kata Melin sangat riang. Meski tidak ada respon.

"Aaahh..., boleh kelewat senang nggak sih Tuhan...?!! Penting nggak takabur ya kan... Tanpa susah payah cari tahu nomornya, eh malah dikasih duluan sama orangnya langsung...!!"

Setelah itu Melin kembali ke mejanya, tempat dimana Sasha sudah menunggunya.

"Ada urusan apa sama kak Reihan?" tanya Sasha penasaran.

Apalagi Reihan yang terkenal tertutup itu sampai meminta handphone milik Melin. Itu merupakan suatu hal yang langka.

"Tanya soal kue. Soalnya mama mau ada acara di rumah." jawabnya.

"Ah, iya. Kan kak Reihan kerja part time di toko kue." kata Sasha.

"Kamu tahu, Sha?!" Melin sedikit terkejut.

"Iya tahulah. Karena ikut basket, aku sedikit banyak mengetahui tentang orang-orang yang terlibat di dalamnya. Termasuk kak Reihan." begitu penjelasan Sasha.

"Ooh...!!" balas si Melin.

"Sekolah kita kalau ada acara juga sering pesan di sana. Katanya sih rekomended gitu. Memangnya benar?" Sasha menatap Melin.

"Aku sih cocok. Mamaku juga." kata Melin. "Makanya aku coba tanya-tanya tadi. Mama suka soalnya." alibinya.

"Aku jadi penasaran juga, deh. Kapan-kapan nyoba, aah..." kata Sasha.

Melin hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Dia tidak terlalu peduli dengan ucapan Sasha. Karena suasana hatinya masih berbunga-bunga setelah mendapatkan nomor handphone Reihan.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!