Tak terasa hampir dua bulan lamanya sejak kejadian dipantai itu. Arisha dan juga Arga melanjutkan langkahnya dalam mencapai cita-citanya. Arga telah resmi menjadi seorang Polisi sedangkan Arisha telah menjadi seorang mahasiswi di fakultas ekonomi di universitas impiannya.
Namun kegiatan Arisha mulai terganggu karena ia sering merasa lelah dan setiap pagi harus muntah-muntah. Semua makanan yang ia makan selalu keluar kembali.
Wajahnya terlihat sangat pucat dan ia seperti tidak mempunyai tenaga untuk beraktivitas seperti biasanya. Hal itu tentu saja membuat sang ibu mulai curiga.
"Arisha kapan terakhir kamu datang bulan ?." tanya sang ibu sambil memijit tengkuk Arisha.
"Ada apa Bu ?." tanya Arisha.
"Apa yang kamu alami sama persis pada saat ibu hamil kamu nak, Di awal kehamilan ibu sama persis seperti yang kau alami ini."
"Arisha jujur sama ibu, apakah kamu saat ini sedang hamil ? Dan siapa ayah dari bayi yang kau kandung itu ?." tanya sang ibu tanpa ada yang ditutup-tutupi.
"Apa ! Arisha hamil ?." tanya sang ayah yang kebetulan melewati keduanya.
Baik Arisha maupun sang ibu sama-sama menoleh ke sumber suara.
"Bukan yah, ibu hanya bertanya saja. Soalnya ibu lihat setiap pagi Arisha muntah-muntah terus. Dan lihatlah kondisinya saat ini, ia sama persis saat ibu mengandungnya dulu." jawab sang ibu.
Kemudian sang ayah ikut mendekati Arisha, beliau memperhatikan dengan seksama keadaan anak sulungnya itu. Setelah itu beliau hanya bisa menghela nafas panjang.
"Arisha siapa lelaki yang telah menghamili mu ? Katakan kepada ayah Arisha !." ucap sang ayah.
"Ayah, maafkan Arisha ayah." jawab Arisha dengan sedikit bingung.
"Arisha sebaiknya kau ingat-ingat kapan terakhir kalinya kau datang bulan. Jika memang setiap bulan kau datang bulan, artinya kau tidak hamil tapi jika sebaliknya artinya kau sedang hamil nak." jelas sang ibu.
Arisha terdiam mendengar ucapan sang ibu, selama ini ia memang sering terlambat datang bulan. Sehingga saat ia tidak datang bulan ia tidak merasa khawatir meskipun ia tidak pernah lupa kenangan yang mereka ukir di tepi pantai waktu itu.
Arisha terdiam, bibirnya menjadi kelu. Ia tak bisa mengatakan apapun terhadap kedua orang tuanya. Ia harus memastikan apakah ia hamil anak Arga atau hanya sedang sakit saja.
"Mengapa kau diam Arisha ? Katakan yang sebenarnya terjadi. Kau hamil atau sedang sakit ?." tanya sang ayah.
Arisha hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya. Ia tidak tau harus mengatakan apa. Ia tidak mungkin jika telah melakukan sebuah kesalahan dengan nama cinta, dengan dalil mengukir kenangan terindah sebelum berpisah.
"Sabar pak, mungkin anak kita sedang sakit saja bukan hamil. Bukankah Arisha tidak pernah bersama dengan lelaki selain Arga." ucap sang ibu.
"Sebaiknya kita periksakan saja Arisha Bu, dari pada kita hanya menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi." ucap sang ayah.
"Iya ibu setuju. Sekarang juga ayo kita bawa Arisha ke rumah sakit. Siapa tau ia sedang sakit bukan hamil." jawab sang ibu.
Arisha hanya bisa pasrah dengan keputusan kedua orang tuanya. Lagi pula ia sudah tidak tahan dengan kondisinya saat ini. Ia berharap agar penyakit yang ia derita bisa segera terobati.
Arisha dan kedua orang tuanya akhirnya sampai di sebuah rumah sakit terdekat. Sang ayah langsung mendaftarkan sang putri di salah satu poli kandungan.
Setelah itu mereka menunggu antrian seperti yang lainnya. Arisha melihat setiap pasien yang ada di ruangan itu ditemani oleh sang suami mereka.
Terlihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka setelah keluar dari dalam ruang dokter. Arisha tiba-tiba teringat Arga.
Teringat kenangan terakhir yang mereka lakukan ditepi pantai. Sebuah kesalahan yang kini harus Arisha sesali.
"Arga, apakah kau saat ini baik-baik saja. Dan apakah kau tau Arga bahwa saat ini aku sedang berada di rumah sakit untuk memeriksa kondisi ku."
"Arga setelah kita melakukannya saat itu, hingga kini aku belum mengalami datang bulan lagi. Aku takut sekali, Arga jika memang benar aku hamil aku harap kau mau bertanggung jawab seperti yang pernah kau ucapkan dulu." batin Arisha.
Terlihat air matanya mulai memenuhi kelopak matanya. Ia buru-buru menyekanya, ia tak ingin air mata itu jatuh didepan kedua orang tuanya.
"Nyonya Arisha !." panggil seorang perawat.
Arisha dan kedua orang tuanya langsung berdiri dan segera masuk ke ruang dokter. Namun belum sempat Arisha masuk ke ruangan itu, ia jatuh dan pingsan.
Untung saja sang ayah sigap dan segera membawa Arisha untuk pemeriksaan lebih lanjut. Setelah membaringkan tubuh Arisha, kedua orang tuanya menceritakan kondisi Arisha saat ini.
Dengan sigap sang Dokter segera memeriksa kondisi Arisha. Dengan teliti dan sabar sang Dokter melakukan pekerjaannya.
"Apa yang bapak dan ibu khawatirkan benar, Arisha saat ini tengah mengandung 6 Minggu. Dimana pada saat trimester pertama biasanya sang ibu mengalami hal seperti ini."
"Sering muntah dan kehilangan nafsu makan. Dan ada juga yang menyebabkan harus dirawat di Rumah Sakit karena kondisinya yang terlalu lemah."
"Saya berharap bapak dan ibu bisa menerima kenyataan pahit ini dengan ikhlas. Apapun yang terjadi di dalam rahim putri anda ada sebuah nyawa yang tidak berdosa."
"Rawatlah mereka dengan baik karena mereka berhak mendapatkannya. Dan bayi yang ada didalam kandungan Arisha layak untuk hidup bahagia." jelas sang Dokter.
"Apa ! Tidak ini tidak mungkin ! Tidak mungkin." ucap sang ayah dengan sedikit prustasi.
Sementara sang ibu hanya bisa menangis tersedu-sedu mendengar penjelasan sang Dokter. Setelah mendapatkan perawatan akhirnya Arisha membuka kedua matanya.
Ia melihat sang ibu yang menangis disampingnya, sedangkan sang ayah diam tak bergeming sedikitpun.
"Ibu, Ayah apa yang sebenarnya terjadi ? Ada apa dengan diriku ?." tanya Arisha dengan bingung.
"Siapa ayah bayi yang ada didalam kandungan mu itu ? Katakan kepada ayah agar ayah yang akan meminta pertanggung jawabannya." tanya sang ayah tanpa menjawab pertanyaan Arisha.
Seperti disambar petir disiang hari, Arisha seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Apakah yang ayah maksud aku hamil ?." tanya Arisha dengan mata yang berkaca-kaca.
Meskipun sebenarnya ia sudah merasa jika ia telah hamil, namun ia sangat terkejut mendengar ucapan sang ayah.
Air mata yang sejak tadi ia bendung akhirnya tumpah juga. Arisha menangis pilu, ia tidak tau harus mengatakan apa kepada kedua orang tuanya.
Setelah mendengar penjelasan dari sang Dokter, Arisha menerima sebuah resep obat untuk menguatkan kandungannya.
Setelah itu mereka bertiga segera kembali ke rumah dengan perasaan yang sangat kacau. Apalagi Arisha, ia tidak tau harus berbuat apa saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Zaqian Laili
Jangan percaya rayuan gombal lelaki. Jika ia tuli maka ia tidak akan mau mengambil kesucian seorang gadis sebelum sah menjadi istrinya
2023-07-09
1