Namun lagi-lagi Hasim mencoba acuh, dengan semangat Hasim melanjutkan kegiatannya, hingga akhirnya Hasim melebarkan paha sang istri dan mendorong kepemilikannya dengan kasar.
Dan....
DEG.
Jantung Hasim seolah berhenti berdetak, Hasim masih dapat melihat meski dengan lampu yang padam, tampak Susi yang tersentak menahan sakit, dan Hasim pun merasakan jebolnya penghalang yang biasa disebut selaput dara itu karena ulahnya.
Hasim sedikit tersentak dan tentu saja menyesal karena terlalu berburu-buru memasuki tubuh istrinya, andai Hasim mengetahui Susi masih virgin tidaklah mungkin Hasim menyatukannya dengan kasar.
Namun apalah daya, nasi sudah menjadi bubur, akhirnya beberapa menit Hasim mulai bergerak pelan didalam sana.
Tak dipungkiri rasa nikmat Hasim rasakan, Hasrat dan keinginannya terpuaskan hingga akhirnya benih itu ia keluarkan didalam rahim sang Istri yang tampak mengenaskan itu.
Hasim yang membersihkan diri dilamar mandi, melihat bekas darah di pangkal pahanya.
Lagi, rasa bersalah menyelinap di hatinya.
Hasim keluar setelah memakai pakaian santainya, menatap sang Istri yang sedang tersenyum manis menatap dirinya.
Jujur Hasim sangat merasa bersalah, dalam hati Hasim berjanji , akan mengobati rasa sakit dan ketakutan yang istrinya alami.
Entah bagaimana pun caranya Hasim akan melakukan apapun yang membuat sang Istri bisa berbahagia hidup dengan dirinya.
Menghela napasnya Hasim kembali memasuki kamarnya, pandanganya tertuju pada sosok wanita cantik yang tertidur pulas di ranjangnya.
Pelan Hasim merebahkan tubuhnya di samping sang Istri, menarik pinggang ramping yang masih polos itu kedalam dekapannya.
Namun beberapa menit berlalu merasakan pergerakan kecil sang Istri membangkitkan gairah nya lagi.
Dengan napas memburu Hasim kembali melakukan penyatuan mereka, Susi siap tidak siap tidak dapat menolak, bahkan permohonan Susi untuk mematikan lampu tidak diindahkan oleh Hasim.
"Tolong matikan lampunya mas!" iba Susi dengan tubuh yang bergetar namun mencoba ditutupi.
Hasim tersenyum miring dan kembali menghisap bibir Susi meremas gumpalan lembut yang membuatnya jauh lebih bergairah karena terpampang nyata tidak seperti sebelumnya.
"Tolong mas!" iba Susi yang lagi-lagi tak di hiraukan Hasim, hingga pada akhirnya Susi terisak kecil, membuat Hasim menghentikan kegiatannya.
Senyum manis Hasim berikan kepada sang Istri, dielusnya rambut Susi dengan sayang.
"Ayo kita LAKUKAN sekarang tapi tanpa mematikan lampu, berikan respon senatural mungkin."
"Bila memang mba ingin menampar saya maka lakukan lah! Ayo kita hadapi sama-sama mba, jangan ditahan, jangan ada yang ditutupi lagi." Hasim mengusap rambut sang istri.
"Saya tau mba.... Saya adalah orang yang pertama yang melakukannya"
Hasim menghela napasnya
"Ayo kita lakukan dengan sadar, dan tanpa beban!" dan setelah mengucapkan itu Hasim kembali memberikan Susi sentuhan-sentuhan yang mengalirkan rasa nyaman.
Susi tidak menutupi rasa takutnya, isakan, pukulan, Ia luapkan semuanya, bahkan dengan tubuh bergetar ia mendorong tubuh Hasim. Namun lagi-lagi Hasim menghujaninya dengan penuh sentuhan sayang.
Hasim menangkap pergelangan tangan Susi yang memukul-mukul dadanya, Hasim menuntun tangan sang Istri pada sesuatu dibawah sana, sampai tangan Susi berada disana, tubuh Susi menegang.
" Genggam lah!" bisik Hasim, seperti pria cabul diluar sana. Mata Susi yang banjir air mata menatap sesuatu yang hangat dan lembab itu.
"Dia yang menyakitimu bukan?" bisik Hasim lagi, "maafkanlah Dia" Susi mengerjap beberapa kali mencerna ucapan sang suami dan dengan cepat Hasim kembali memberikan sentuhan-sentuhan lembutnya.
Tangan Hasim aktif menyentuh titik sensitif pada tubuh istrinya, sentuhan-sentuhan lembut itu menyurutkan getaran pada tubuh Susi.
Hingga bibir yang bergetar itu mendesah kecil, membuat Hasim tersenyum kecil.
Saya berjanji mba akan mengajakmu bercinta sepanjang waktu agar mba tidak takut lagi bercinta dengan saya.
*******
"Mba,"
Jantung Susi berdenyut kencang begitu merasakan tangan Hasim mengenggam jemarinya.
Tanpa menjawab Susi melihat pada Hasim.
"Saya mau berangkat ke tambak" pamitnya.
Sudah menjadi kebiasaan Hasim pamit pada Susi ketika mau pergi ke tambak.
Tampilkan pria itu begitu jauh berbeda dengan tampilan mantan suaminya.
Ah, bagaimana kabar mantannya? Apa Hasim dan istrinya baik-baik saja?
Meskipun diceraikan Susi tidak memiliki setitik pun benci pada sang mantan.
Azam pria yang banyak berkorban untuknya, laki-laki yang rela melindunginya disaat semua membencinya.
"Mba,"
Lamunan Susi kembali tersentak.
"Belum berangkat?" tanya Susi.
Pria hitam manis itu tersenyum.
"Masih mau bikin kopi dulu,"
Alis Susi naik sebelah.
"Carikan aku ART bisa?" tanya Susi setelahnya.
Hasim yang tengah meracik kopi menghentikan tangannya.
"Untuk apa?"
"Apanya yang untuk apa?" gemas Susi.
"Kita tidak butuh pembantu, Mba."
"Aku butuh, carikan aku tiga sekaligus, aku mau rumah ini bersih dan juga ada yang melayaniku, lagian aku yang bayar nantinya, jadi...."
"Aku siap melayani mu, jadi kita tidak membutuhkan pembantu."
Belum selesai Susi protes mulutnya sudah di bungkam dengan mulut Hasim.
Hampir setiap saat Susi tidak bisa meluapkan seluruh keinginannya.
Dia jengkel, tapi tidak bisa berbuat banyak. Dia disini karena melarikan diri dari rasa takut dan rasa bersalah.
Sudah bersyukur dia bertemu dengan Hasim.
"Bunda."
Hasim terpaksa melepaskan pangutan bibir mereka mendengar putrinya mencari keberadaan Susi.
"Aku berangkat." pamit Hasim. Sambil jempol tangannya mengelus lembut bibir Susi.
"Kopinya?"
"Tidak jadi, yang barusan lebih manis."
Jika wanita normal pada umumnya mendengar ucapan manis Hasim harusnya bahagia tapi Susi sebaliknya, dia merasa kesal dengan ucapan Hasim.
Pria sederhana itu berlalu meninggalkan istrinya. Susi mengantar kepergian Hasim dengan pandangannya.
Hasim baik, sangat baik malah. Tapi dia maniak membuat Susi tidak nyaman setiap kali bersamanya.
Setelah kepergian Hasim Susi menghampiri Kinan di kamar. Susi menemukan tempat tinggal mereka yang kurang layak. Dan sekali lagi membuat Susi kesal.
Bisa saja Susi merubah rumah Hasim sesuai dengan keinginannya tapi akan sangat menguras tenaganya.
Hasim sudah mengatakan bahwa dia tidak mau ada pembantu.
Sekali lagi Susi hanya bisa merutuki sikap Ayah Kinan.
Susi terdiam cukup lama ketika rasa nyeri itu meremas perutnya. Ia mencoba mengatur napasnya sebelum akhirnya rasa sakit itu hilang secara perlahan.
Disini Susi tidak hidup dengan kemewahan. Semua tampak sederhana.
Mengingat siapa laki-laki yang menjadi suaminya Susi harus mulai sadar diri.
Mantannya orang yang sangat sukses di bisnis properti dan perhotelan sama seperti dirinya, sepanjang hidup Susi terbiasa dengan segala kemewahan, sedang Hasim hanya pria biasa yang tinggal di pelosok desa.
Susi selesai menemani Kinan bermain, setelahnya ada ibu-ibu yang mengirimi mereka makanan.
Mereka adalah para janda yang tinggal di rumah belakang, Susi tidak terlalu tahu tapi bisa jadi mereka juga orang yang dipekerjakan Hasim.
Selucu itu pria yang menjadi suaminya.
Untuk apa mempekerjakan para janda tua jika yang lebih bertenaga dan muda di luar sana masih banyak.
"Dimakan ya mba, yang ini untuk Kinan tidak pedas, terus yang ini untuk Mas Hasim, ini ayam kampung, kalau ikan, mas Hasim tidak saya kasih karena beliau tidak suka, mba nya mau ikan?"
Bukankah seperti orang bodoh ketika Susi tidak mengetahui apapun tentang suaminya? Tapi mereka memang tidak saling kenal kan?
Ibu-ibu yang mengantarkan makanan untuk mereka tersenyum lebar, melihat betapa cantiknya istri pria yang selama ini begitu baik telah membantu mereka.
Dan lagi wanita yang dihadapannya ini terlihat begitu ramah.
"Ya, saya mau ikannya. Terimakasih, Bu."
#######
Tinggalkan jejak untuk author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Sweet Girl
emang pingin mu Sim...
2023-11-29
0
Farel Galindra
lesbong ya thor
2023-09-20
0
Putu Suciptawati
kak thor aku baru baca nupel ini, adakah nuoel sebekumnya yg mengisahkan susi dan suami pertamanya knp 16th menikah dia msh perawan???
2023-08-03
1