Ummi Fatimah meninggalkan Zahra dengan senyum indah yang terlihat menawan sekali. Wanita separuh baya itu memang sangat mengharapkan putri sulungnya itu segera menikah, jadi hari seperti ini adalah hari yang telah beliau tunggu sejak lama, bahkan saking ingin sekali menunggu hari bahagia ini, beliau mengabaikan hati dan perasaan putrinya hingga lupa kalau sang anak tidak ingin menikah dengan lelaki yang tidak ia cintai.
Zahra sadar, usianya saat ini memeng sudah sangat matang untuk berumah tangga, bahkan teman-teman seusianya telah menggendong anak-anak mereka. Selain itu, Zahra selalu menjadi bahan pergunjingan dan tranding topik di lingkungannya. Mereka mengatakan perkataan yang menyinggung hati dan perasaan Zahra, mulai dari hinaan, sindiran bahkan sesuatu yang membuat mental Zahra remuk. Percuma saja cantik dan sukses tapi belum menikah, percuma punya banyak pacar tapi hanya dijadikan permainan bahkan sampai ditinggal nikah, bahkan yang parahnya mereka mengatakan kalau Zahra adalah wanita yang sangat pemilih dalam mencari pasangan. Ya, Zahra akui kalau ia memang memilih lelaki terbaik yang tidak hanya menjadi imamnya di dunia, tetapi juga menjadi imamnya di surga kelak. Rasanya sangat wajar jika seorang wanita mengharapkan lelaki baik-baik untuk menjadi suaminya karena Tuhan juga telah berjanji bahwa wanita baik-baik diciptakan untuk lelaki baik-baik dan begitu sebaliknya, lelaki baik-baik juga diciptakan untuk perempuan baik-baik, karena jodoh itu cermin diri dan jodoh telah ditetapkan karena setiap insan ciptaan Tuhan diciptakan berpasang-pasangan.
Perjalanan cinta yang panjang, terjal dan berliku telah dilewati Zahra, tapi apalah dayanya, ia hanya manusia biasa yang hanya bisa berusaha dan berdoa, sebab keputusan akhirnya tetap Tuhan yang menentukan dan Tuhan belum menetapkan waktu terbaik untuk Zahra bertemu dengan jodohnya. Bukan tidak ada lelaki yang datang melamar Zahra, bahkan ada 6-10 orang setahun yang mengajukan diri untuk menjadikan Zahra belahan jiwanya, tapi tetap saja hati Zahra belum terbuka dan bergetar untuk menerimanya. Pernah Zahra memaksakan diri menerima lamaran dari lelaki yang tidak ia sukai karena ingin lari dari pertanyaan kapan menikah, tapi yang namanya bukan jodoh, tetap saja ada jalan Tuhan untuk memisahkan.
'Zahra, bukankah lelaki dengan pemahaman agama yang tinggi seperti Ustadz Fahri yang selama ini kamu doakan?'
Ucapan bergejolak di dalam hati Zahra, membuat kepala gadis cantik itu terasa teramat sangat pusing seperti ingin pecah. Ya, hati kecil gadis itu bertentangan dengan jalan pikirannya, dimana selama ini ia selalu berdoa diberikan lelaki saleh oleh Allah dan saat Allah mengabulkan doanya, ia malah tidak menerima apa yang Allah berikan.
Ingin rasanya Zahra menghantamkan kepalanya itu ke dinding agar ia amnesia dan tidak merasakan sakit lagi, ingin juga ia berteriak dan memaki sangat keras, tapi ia bukanlah wanita yang tidak punya sopan santun, hingga mempermalukan dirinya dan keluarganya di khalayak ramai.
Ah, apapun alasannya tetap saja Zahra tidak bisa menerima perjodohan ini. Ya, kali ini kedua orang tuanya benar-benar telah kelewatan, bagaimana mungkin beliau menentukan hari pertunangan tanpa meminta pendapatnya.
Hati Zahra semakin sakit dan hancur hingga rasanya ingin mati saja. Hidup yang Zahra miliki kini tidak lagi menjadi miliknya, bahkan pendapat dan keinginannya tidak lagi didengar oleh kedua orang tuanya.
Zahra masuk ke kamarnya, membanting pintu kamar, kemudian menghempaskan tubuhnya di ranjang dalam keadaan hati yang berkecamuk dan sangat hancur.
Zahra merasa tidak berdaya, tidak kuasa menanggung rasa sakit ini sendirian, hingga kesedihan ini ia curahkan lewat butiran-butiran air mata yang mengalir membasahi pipi bulatnya.
Zahra memikirkan berbagai cara agar pertunangan ini bisa dibatalkan, tapi Zahra berada di jalan buntu, dimana jurang yang menjadi akhirnya. Jika Zahra melangkah maju, maka keluarganya yang akan malu muka, jika ia memilih menerima lamaran itu, maka ia sendiri yang akan dihadapkan pada pernikahan yang tidak ia inginkan seumur hidupnya.
Zahra bukan anak durhaka yang akan menghancurkan hati dan perasaan kedua orang tuanya, sebab memikirkan perasaannya sendiri, karena surganya di dunia adalah kedua orang tuanya, restu Allah ada pada restu kedua orang tua dan murka Allah ada pada murka kedua orang tua. Namun bagaimanapun Zahra berpikir, tetap saja ia tidak bisa menjalankan ibadah terpanjang dengan lelaki yang tidak ia sukai. Bagaimana mungkin Zahra akan melayani suaminya kelak sementara ia tidak bisa menatap wajahnya, bagaimana rumah tangga yang akan ia bangun kelak sementara ia sendiri tidak memiliki pondasi yang sangat kokoh untuk ditegakkan.
Dilema hati membuat Zahra tidak mampu melakukan apa-apa selain pasrah dengan ketetapan-Nya, karena segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia sudah diatur oleh Allah di lauh mahfudz beratus-ratus tahun sebelum manusia terlahir ke dunia.
Huft ...
Zahra menarik nafas panjang, dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki ia bangkit dari pembaringannya. Zahra menghapus air mata yang jatuh membasahi pipinya. Zahra masih memiliki waktu dan kesempatan untuk merubah takdir hidupnya dan salah satu cara terbaik yang bisa ia lakukan adalah dengan merayu Tuhan lewat jalur langit. Ya, jika manusia sudah tidak lagi bisa melakukan sesuatu, maka jalani dan pasrahkan saja kepada sang pencipta, karena jika memang apa yang terjadi dalam kehidupannya sekarang adalah takdir terbaik untuknya, maka hati ini akan lapang dan ikhlas untuk menerimanya, namun jika apa yang terjadi sekarang hanya ujian untuk menaikkan level keimanannya dihadapan Tuhan Yang Maha Pencipta maka ia harus sabar. Ya, maka Tuhan akan memberikan kejutan yang tidak ia sangka-sangka nantinya.
"Apa yang harus hamba lakukan sekarang, Tuhan?"
Hanya itulah kata-kata yang terus Zahra ucapkan di mulut maupun di batinnya.
Beruntungnya Zahra, karena pertunangan itu dilangsungkan secara adat, jadi hanya keluarga dari kedua belah pihak saja yang datang untuk saling bertukar cincin, hingga ini menjadi kesempatan baginya untuk mengadu kepada Rabb-nya, setidaknya jalur langit adalah salah satu jalan terbaik yang bisa ia usahakan untuk mengubah takdir hidupnya dengan cara merayu Tuhan dalam doa dan air mata.
Zahra kini menggelar sajadahnya, membawa semua beban dan permasalahan yang ia tanggung dalam sujudnya, mengadu dan memohon kepada sang pencipta agar Tuhan menolongnya dengan penuh harapan.
Samar terdengar kedua belah pihak keluarga tengah menentukan tanggal baik untuk pernikahan Zahra dan ustadz Fahri. Bahkan kedua belah pihak terkesan tergesa-gesa dan tidak ingin menunggu terlalu lama, seolah tidak ada lagi waktu untuk melangsungkan pernikahan.
'Sebulan lagi? Secepat itukah?' batin Zahra semakin teriris dan terasa sangat sakit terkoyak-koyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Selviana
Ini baru benar Zahra meminta petunjuk kepada Allah.
2024-02-20
0