Reynand bukanlah lelaki yang tidak pernah jatuh cinta atau sekadar menyukai seseorang. Di usianya yang 27 tahun ini, ia sudah menjalin hubungan dengan beberapa wanita. Hanya saja, belum ada yang sampai ke jenjang serius. Reynand belum memikirkan soal pernikahan sebelum sang kakek yang meminta.
Baru sekali ini Reynand menjalani kencan buta. Siapa yang menyangka, ia langsung tertarik dengan gadis itu. Jika diingat-ingat, tidak ada hal menarik yang Reynand dapatkan dari seorang Azalea pada pertemuan pertama mereka kecuali senyum malu-malu yang berhasil memikat hatinya.
Sepulang dari makan malam itu, Emery langsung menodongnya dengan pertanyaan. Reynand menjawab apa adanya bahwa ia tertarik dengan Azalea. Ia juga menceritakan tentang rencana bertemu kembali, tentu tanpa menceritakan soal ciuman nekadnya.
Reynand tidak mengira jika respons yang diberikan sang kakek sangat menyetujui. Lelaki yang telah mengasuh dan merawatnya sejak kecil itu bahkan langsung meminta untuk bertemu dengan keluarga Azalea. Jika sudah begitu, tentulah ia tidak bisa menolak. Reynand tahu betul sifat keras sang kakek. Ia juga tidak akan sampai hati menolak keinginan lelaki itu. terlebih jika Emery sudah bawa-bawa umur.
“Kakek takut tidak bisa melihatmu menikah.”
Itu adalah kalimat yang selalu Emery ucapkan kepadanya sebagai senjata. Reynand sendiri menyadari jika umur sang kakek tidak lagi muda. Ia pun pasrah pada keputusan Emery untuk segera melakukan lamaran. Hal yang tidak ia duga adalah tentang umur Azalea yang masih anak-anak.
Akan tetapi, sesuatu yang sangat di luar nalar bagi Reynand adalah ketika sang kakek justru tidak keberatan akan umur Azalea. Lelaki itu seakan tidak masalah dengan tipuan Azalea. Padahal, ia merasa telah ditipu mentah-mentah. Baru kali ini Reynand merasa dipermainakan sedemikian rupa oleh seorang gadis. Terlebih hanya seorang gadis remaja.
“Biar kamu awet muda, Rey,” ujar Emery sembari terkekeh, raut bahagia yang tercetak jelas di wajahnya.
Reynand mendengkus pelan, tetapi tidak bisa membalas kata-kata itu. Pada akhirnya, pernikahan dadakan nan sederhana itu pun terjadi. Rencana yang awalnya hanya lamaran saja berubah menjadi pernikahan. Benar-benar mengejutkan.
Sekarang, Reynand duduk di bersandar kepala ranjang. Kepalanya berputar memutar orak tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
Pikiran yang terus berkelana di kepala mengalahkan rasa lelah yang singgah di badan, membuat matanya enggan untuk terpejam. Kantuk pun telah pergi entah ke mana. Ia pun memutuskan untuk memeriksa pekerjaan.
Satu jam kemudian, Reynand beranjak dari ranjang. Perutnya sudah mulai keroncongan, hari pun sudah mulai beranjak malam.
Reynand keluar dari kamar. Sebelum melangkah ke dapur, ia memutuskan untuk memeriksa istri barunya itu. Barangkali, Azalea sudah bangun dari tidur. Reynand seketika geleng-geleng saat mendapati gadis itu yang masih saja terlelap.
“Kayaknya dia ngantuk berat. Tidurnya kayak orang pingsan,” ujar Reynand kemudian berbalik arah menuju
dapur.
Reynand membuka kulkas, mengambil beberapa bahan untuk dimasak. Beberapa tahun hidup sendiri membuatnya cukup bisa mengolah bahan mentah menjadi menu masakan. Setelah menyiapkan di meja kompor, ia pun segera menyuci beras dan menanak nasi.
Reynand tampak serius dengan bahan-bahan di hadapan, sampai tidak menyadari jika ada seseorang yang tengah memperhatikan di balik punggungnya yang tinggi.
Azalea menatap lelaki itu tanpa kedip. Tangan Reynand tampak begitu lincah bergerak ke sana kemari, sesekali tubuh tegap nan tinggi itu berpindah tempat. Tanpa sadar, langkahnya pun terayun mendekat.
“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Azalea pelan. Namun, suaranya itu berhasil membuat tubuh atletis di sampingnya terlonjak kaget.
Mata Reynand melotot. “Kamu mengagetkan saja,” ujarnya dengan suara tertahan.
Azalea meringis. “Sorri. Kamu serius sekali.” Ia mengambil wortel dan mengirisnya saat lelaki di sampingnya itu
membilas teflon di wasatefl. “Gini bukan ngirisnya?” tanyanya.
Reynand mengiakan dengan anggukan dan gumaman pelan. Selanjutnya ia mulai memasak. Tidak perlu waktu lama untuk menyelesaikan masakannya. Bantuan Azalea cukup lumayan. Ia menoleh saat mendengar suara ceklek tanda nasi telah matang.
“Siapkan piring di meja makan.” Reynand berujar tanpa menoleh kepada Azalea yang sedang menatapnya.
Tanpa suara, Azalea pun segera beranjak dari sana mengambil piring dan peralatan makan lainnya. Ia mematuhi perintah Reynand tanpa bantahan. Azalea dengan sukarela membantu Reynand memindahkan hasil masakan ke meja makan. Ia juga menyiapkan nasi ke wadah.
“Selamat makan!” seru Azalea riang. Ia merasa sangat senang karena bisa membantu Reynand masak.
Reynand tidak membalas. Ia memilih untuk langsung menyantap makanan di piringnya. Keduanya makan dalam diam, hanya terdengar suara denting sendok yang beradu dengan piring.
Azalea akui kalau masakan Reynand cukup enak, dan cocok di lidahnya. Ia pun tidak segan-segan memuji masakan itu. “Masakan kamu enak.”
Reynand mendongak. Lagi-lagi, ia tidak mengatakan kalimat apa pun untuk membalas ucapan Azalea. Hal itu membuat Azalea tersenyum kecut. Padahal, gadis itu berusaha mencairkan suasana aneh di antara mereka.
Usai menghabiskan makannya, Reynand bergegas membawa piring kosongnya ke wastafel. Namun, gerakan langkahnya terhenti karena mendengar seruan Azalea.
“Biar aku aja yang cuci piring!”
Reynand pun mengurungkan langkahnya. Ia berbalik, membawa kembali piring kotornya itu ke meja makan.
“Aku tunggu di ruang tamu.” Reynand berkata serius dengan tatapan dan wajah yang menunjukkan keseriusan.
Azalea menelan nasi di mulutnya dengan susah payah. Rasa-rasanya, bukan nasi yang ia telan melainkan batu kerikil yang tajam. Tonggorokannya itu sampai terasa sakit. Ia cepat-cepat menenggak air putih di gelas guna mendorong nasi yang terasa nyangkut. Lehernya serasa tercekik.
Apa yang hendak dikatakan Reynand kepadanya?
Pikiran Azalea sangat buruk. Selain karena pernikahan dadakan ini, ia juga memikirkan sandiwara yang telah dilakukannya kepada lelaki itu.
Apa reynand akan membahasnya?
Otaknya semakin sibuk berpikir, membuat nafsu makannya menguap seketika. Ia menatap nasi yang tinggal beberapa suap lagi. Kemudian menggeleng berulang kali, mengenyahkan pikiran-pikiran buruk. Terutama soal malam pertama. Dia belum siap sama sekali. Rasanya aneh dan konyol. Sampai-sampai, Azalea bergidik ngeri.
Tidak ingin semakin tenggelam dalam pikiran buruknya, Azalea pun membawa piring kotornya kemudian ditumpuk dengan piring milik Reynand. Ia membuang sisa nasi di piring ke tong sampah, lalu menyuci dengan cepat.
Tangan Azalea terasa bergetar karena rasa khawatir. Ia bertekad untuk meminta maaf lebih dulu atas sandiwara yang ia mainkan. Azalea ingin hidup tenang selama mereka tinggal bersama.
Azalea berdiri di hadapan Reynand yang menyandarkan punggung ke sandaran sofa. Kedua tangannya saling meremas di hadapan. Ia takut-takut membalas tatapan tajam Reynand.
“Ada yang mau kamu ucapkan lebih dulu sebelum aku yang berbicara?” Reynand bertanya dengan nada dingin. Sampai-sampai, bulu kuduk Azalea meremang mendengar suaranya.
Azalea mendongak. Seketika itu juga air matanya luruh. Ia tidak kuat hidup bersama lelaki asing yang terkesan mengintimidasinya seperti saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments