Menikah tanpa cinta

Nadira dan Leon telah sampai di kediaman Leon. Nadira mengekor di belakang Leon memasuki rumah mewah bak istana itu. Nadira sebenarnya takut datang lagi ke rumah itu. Walaupun Leon mengatakan jika orang tuanya meminta untuk menikah, tetapi Nadira merasa ada yang tidak beres disini. Tidak mungkin orang tua Leon meminta mereka menikah tanpa alasan.

Nadira dan Leon telah sampai di ruang keluarga. Disana Pak Prayoga dan Bu Salma sudah menunggu kedatangan mereka. Nadira langsung saja menyapa keduanya dengan sopan.

''Kamu yang namanya Nadira?'' tanya Pak Prayoga sambil menatap Nadira dengan tatapan dingin.

''Iya, Tuan,'' jawab Nadira.

''Duduklah!'' pinta Pak Prayoga.

Nadira dan Leon langsung duduk di sofa yang ada di hadapan mereka.

''Apa Leon sudah bicara sama kamu jika saya meminta kalian berdua untuk menikah?'' tanya Pak Prayoga kepada Nadira.

''Sudah, Tuan. Tapi saya rasa itu tidak perlu. Saya tidak mau menikah dengan Kak Leon karena sebelumnya dia menolak untuk memberikan tanggung jawab,'' ucap Nadira.

''Kalian harus tetap menikah. Saya tidak mau ada gosip menyimpang di luar sana jika saja rahasia kalian terbongkar. Namun, pernikahan kalian hanya di lakukan secara sederhana dan di tutupi dari semua orang. Apa kamu setuju?'' Pak Prayoga menanyakan pendapat kepada Nadira.

Nadira tampak terdiam, bukan pernikahan seperti ini yang ia inginkan. Apalagi ia dan Leon tidaklah saling cinta. Tetapi jika menolak, bagaimana dengan nasib anak yang ada di dalam kandungannya. Mencari pekerjaan di saat hamil pasti sangatlah sulit. Belum tentu juga ada yang mau mempekerjakan orang hamil sepertinya.

Sekarang semua pilihan ada di dirinya. Orang tua Leon sudah memberi restu untuknya menikah. Walaupun ia tahu jika mereka terpaksa melakukan itu hanya untuk nama baik keluarga. Namun, pernikahan yang di landasi tanpa cinta pastinya tidak akan mudah. Nadira ingin menolak, tetapi ia tak mau dengan keegoisannya itu anaknya kelak tak bisa hidup layak. Sedangkan jika ia menikah dengan Leon pasti kebutuhan anaknya akan terjamin.

''Baiklah, aku mau menikah dengan Kak Leon,'' ucap Nadira.

Leo bersorak senang dalam hatinya. Bukan senang karena Nadira mau menikah dengannya, tetapi senang karena akhirnya ia tak akan di coret dari daftar nama ahli waris keluarganya. Untuk urusan Nadira ia pikirkan belakangan, yang terpenting ia tak akan pernah kehilangan semua warisannya.

''Karena kamu sudah setuju, kita langsung saja bicarakan tanggal yang tepat untuk pernikahan kalian,'' ucap Pak Prayoga.

''Lebih baik mereka di nikahkan secepatnya, Pah. JIka di tunda-tunda nanti kandungan Nadira malah semakain besar,'' sahut Bu Salma memberikan saran.

''Leon setuju-setuju saja bagaimana baiknya,'' sahut Leon yang sejak tadi hanya diam.

''Baiklah, dua hari lagi kalian menikah di rumah ini. Biar papah yang akan menyiapkan semuanya,'' ucap Pak Prayoga.

Berbeda dengan Pak Prayoga yang menatap Nadira dingin, Bu Salma terlihat suka dengan Nadira walaupun baru pertama kali bertemu. Nadira terlihat seperti wanita baik-baik. Hanya saja penampilannya terlihat kampungan tetapi itu bukan masalah. Jika di poles sedikit saja sepertinya Nadira akan terlihat cantik dan sepadan dengan keluarga mereka.

''Nak, mari ikut tante ke kamar! Kebetulan Tante sudah siapkan kamar untuk kamu selama kamu tinggal disini,'' ajak Bu Salma.

''Terima kasih, Tante.'' Nadira tersenyum lalu mengikuti Bu Salma yang sudah melangkah duluan. Sedangkan Pak Prayoga masih bicara seius dengan Leon.

Dikarenakan sebentar lagi akan menikah, maka Pak Prayoga akan meminta anaknya mulai bekerja di perusahaan. Biar bagaimana pun Leon harus menafkahi Nadira dan anaknya. Tidak bisa terus bergantung kepada orang tuanya.

''Jadi, mulai kapan Leon bisa ke perusahaan papah?'' tanya Leon.

''Mulai besok, Nak. Kamu harus mulai bisa menjalankan bisnis agar bisa sukses seperti papah,'' ujar Pak Prayoga.

''Baik, Pah. Jadi posisi apa yang akan Leon tempati?'' tanyanya penuh semangat.

''Nanti kamu coba bekerja sebagai karyawan magang,'' jawabnya.

''Apa?'' Leon tampak terkejut. Bisa-bisanya anak CEO di jadikan karyawan magang di perusahan keluarganya sendiri.

''Jadi, kamu mau menolak?'' tanya Pak Prayoga.

''Bukan seperti itu, Pah. Hanya saja apa papah tidak akan malu kepada karyawan papah jika menjadikan anak sendiri sebagai karyawan magang,' ujar Leon.

''Apa salahnya? Lagian untuk menjadi orang sukses itu di muali dari nol. Tidak ada orang sukses yang langsung mempunyai jabatan. Jika papah langsung memberikan jabatan untuk kamu, maka kamu tidak akan pernah mengerti bagaimana caranya bekerja keras.''

Leon menghela napasnya. Mungkin apa yang papahnya katakan ada benarnya. Terpaksa ia menerima tawaran itu walaupun sebenarnya malas untuk menjadi karyawan magang.

''Baiklah, Leon mau menjadi karyawan magang di kantor papah,'' ucap Leon.

''Bagus, papah yakin suatu saat kamu bisa menjadi orang yang sukses.'' Pak Prayoga menepuk pelan bahu anaknya.

Di dalam kamar, Bu Salma tampak menanyakan berbagai pertanyaan kepada Nadira. Tentu Nadira menjawabnya dengan jujur tanpa ada yang di tutup-tutupi.

...

...

Hari pernikahan adalah hari yang paling berbahagia bagi semua pengantin. Namun, berbeda dengan pasangan Nadira dan Leon yang sebentar lagi akan melangsungkan ijab qabul. Raut wajah mereka pun terlihat biasa saja.

Saat ini Nadira tengah sibuk di rias oleh perias kenalan Bu Salma. Nadira terlihat begitu cantik. Bu Salma saja sejak tadi tak berhenti menatap calon menantunya itu.

''Wah kamu sangat cantik, Nad. Kamu cocok sekali jadi menantu Tante,'' puji Bu Salma sambil memandang wajah Nadira tak berkedip.

''Tante terlalu berlebihan memujiku,'' ucap Nadira.

''Jangan panggil Tante lagi! Panggil saja mamah karena mulai hari ini kamu akan menjadi anak mamah juga,'' pinta Bu Salma.

''Baik, Mah,'' ucap Nadira sambil tersenyum.

Nadira berpikir jika Bu Salma itu baik dan juga lembut. Berbeda dengan Leon dan Pak Prayoga yang terlihat menakutkan saat di tatap. Sepertinya Bu Salma benar-benar menerimanya sebagai menantu.

Tok tok

Obrolan mereka terhenti saat mendengar ketukan pintu dari luar kamar Nadira. Dengan cepat Bu Salma pergi membukakan pintu. Ternyata yang datang itu Bi Ijah, pembantu di rumahnya.

''Ada apa, Bi?'' tanya Bu Salma.

''Maaf, Nyonya. Saya di suruh memanggil Nyonya dan Non Nadira. Kebetulan penghulunya sudah datang,'' ucap Bi ijah.

''Baiklah, kami akan segera keluar,'' jawabnya.

Bu Salma mendekati Nadira dan mengajaknya keluar dari kamar. Mereka akan pergi ke ruang depan menghampiri beberapa orang yang sudah menunggu. Kebetulan Pak penghulu sudah datang dan siap untuk menikahkan.

Beberapa orang yang ada di ruang itu tampak kagum melihat kecantikan Nadira yang luar biasa. Hanya Leon saja yang terlihat biasa saja. Baginya wanita seperti Nadira itu banyak di luar sana.

''Bagaimana kedua mempelai, apa kalian siap untuk melangsungkan ijab qabul?'' tanya Pak penghulu sambil menatap keduanya secara bergantian.

''Siap,'' jawab keduanya bersamaan.

Hanya dengan sekali ucap, akhirnya Leon berhasil mengucapkan ijab qabulnya dengan benar. Wali hakim lah yang menjadi wali Nisa. Tidak ada satu pun keluarga Nisa yang datang, karena ia hanyalah anak yatim piatu yang sejak kecil di besarkan di panti asuhan.

Setelah selesai ijab qabul, Pak penghulu berpamitan pulang karena masih harus menikahkan di tempat lain. Sedangkan Bu Salma terlihat antusias mengajak kedua pasangan yang sudah sah itu untuk berfoto.

''Leon, Nadira, kenapa kalian berdua berjauhan begitu? Deketin dikit dong biar foto kalian terlihat bagus,'' pinta Bu Salma.

Mereka mendekatkan jarak tubuhnya sehingga terlihat intim. Bahkan Leon diminta untuk merengkuh pinggang Nadira oleh fotografer yang akan memfoto mereka. Berada di jarak yang sangat dekat dengan Leon membuat jantung Nadira berdetak tak karuan. Entah apa yang terjadi pada dirinya, mungkin saja ia nervous berdekatan dengan laki-laki walaupun itu suaminya sendiri.

Setelah selesai berfoto, Bu Salma menyuruh Nadira istirahat. Tidak baik sedang hamil muda tetapi terus beraktifitas.

''Leon, antar istrimu ke kamar!'' pinta Bu Salma.

''Malas, lagian dia bisa jalan sendiri," tolaknya.

''Leon, jaga sikap kamu!'' Bu Salma terlihat kesal kepada anaknya.

''Saya tidak apa-apa kok ke kamar sendirian, Mah. Kalau begitu saya permisi dulu.'' Setelah mengatakan itu Nadira bergegas pergi menuju ke kamarnya. Kebetulan kamar yang ia tempati berada di lantai bawah. Berbeda dengan kamar Leon yang berada di lantai atas.

Setelah kepergian Nadira, Bu Salma mengajak anaknya berbicara. ''Leon, mulai nanti malam kamu pindah tidur di kamar Nadira. Biar bagaimana pun malam ini adalah malam pengantin kalian.''

''Ckck malas sekali harus tidur sama dia. Mending mamah saja sanah yang tidur bareng Nadira,'' ucap Leon.

''Sudahlah, Mah. Jangan terlalu memaksa anak kita. Lagian pernikahan anak kita itu hanya untuk menutupi aib keluarga saja biar tidak ada masalah kedepannya di keluarga kita,'' sahut Pak Prayoga.

''Papah kenapa sih mendukung Leon? Lagian apa salahnya Nadira disini? Dia wanita yang baik kok,'' ucap Bu Salma.

''Mah, jangan menilai orang hanya dari satu sisi. Bisa saja dalam hatinya Nadira sedang merencanakan cara untuk merebut harta keluarga kita,' ucap Leon.

Bu Salma menghela napasnya. Suami dan anaknya sama saja, sama-sama seenaknya dalam menilai seseorang.

''Kamu akan menyesal berbicara seperti itu, Leon. Mamah tidak pernah mengajarkan kamu menjadi anak yang tidak menghargai seorang wanita,'' ucap Bu Salma.

''Leon menghargai wanita kok, tapi bagaimana dulu wanita yang harus di hargai? Dan sepertinya Nadira itu tidak pantas untuk di hargai di keluarga kita,'' ucap Leon.

Bu Salma tak mengatakan apa pun lagi. Memilih pergi dari sana dari pada pembicaraan mereka berakhir perdebatan. Anak dan suaminya memang sama-sama memiliki watak yang keras kepala.

...

...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!