Leon yang sedang nongkrong bersama teman-temannya mendengar ponsel miliknya berdering. Ternyata ayahnya yang menghubunginya. Tidak biasanya ayahnya menelepon seperti ini.
''Guys, Gue angkat telepon dulu,'' ucap Leon kepada teman-temannya, lalu ia pergi menjauh untuk mencari tempat yang sepi.
Leon langsung saja menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
📞''Hallo, ada apa papah menelepon?''
📞''Cepat pulang sekarang juga!'' pinta Pak Prayoga dari seberang sana.
📞''Leon baru juga sampai masa sudah di suruh pulang sih,'' gerutu Leon.
📞''Pulang atau papah coret nama kamu dari daftar ahli waris keluarga kita!'' pinta Pak Prayoga tanpa penolakan.
Leon menghela napasnya, pada akhirnya ia menerima permintaan papahnya. Baginya tidak ada yang lebih berharga dari harta warisan. Leon tidak mau hidup susah jika sampai tak mendapatkan warisan.
📞''Baiklah, Leon akan pulang sekarang juga,'' ucapnya lalu mematikan panggilan itu secara sepihak.
Leon kembali menghampiri sahabatnya lalu bepamitan. Sangat disayangkan acara nongkrong kali ini gagal. Entah apa yang membuat papahnya memintanya untuk segera pulang. Dari nada bicaranya, Pak Prayoga seperti sedang marah.
Tak butuh waktu lama untuk Leon berkendara melewati keramaian ibukota. Ia mengemudi dengan begitu cepat. Untung saja nasib baik masih berpihak padanya. Leon sampai rumah dengan selamat.
Leon turun dari mobil, menghampiri papahnya yang sedang berdiri di depan rumah sambil melipat kedua tangan di dadanya.
''Pah, apa yang mau papah bicarakan?'' tanya Leon.
''Ayo masuk! Kita bicara di dalam,'' ajak Pak Prayoga.
Leon mengikuti langkah papahnya. Mereka duduk di ruang keluarga. Kebetulan disana sudah ada Bu Salma yang merupakan ibu Leon.
''Leon, papah sangat kecewa sama kamu,'' ucap Pak Prayoga kepada anaknya.
''Apa maksud perkataan papah?'' tanya Leon.
''Papah sudah tahu semuanya jika kamu sudah menodai seorang wanita hingga hamil. Mau di taruh dimana muka papah jika semua rekan kerja papah tahu kelaukan kamu. Seharusnya kalau mau bertindak itu di pikirkan dulu,'' tegur Pak Prayoga.
''Pa-pah tahu dari mana?'' Perkataan Leon tampak terbata.
''Kamu tahu kan papah punya mata-mata di rumah ini. Tentu papah bisa langsung tahu semua informasi tentang kamu,'' ucap Pak Prayoga.
''Papah tenang aja, wanita itu tidak akan menyusahkan kita kok. Kemarin dia mengatakan akan membesarkan anak itu seorang diri,'' ucap Leon santai.
Bu Salma yang sejak tadi diam kini tampak mengepalkan tangannya. Tak percaya anak kebanggaannya tidak menghargai seorang wanita. Entah salah apa di masalalu, padahal Bu Salma sudah mendidik Leon dengan baik. Hanya saja semenjak Leon lulus SMP, Bu Salma memilih untuk bekarier sehingga jarang memperhatikan anak lelakinya itu.
''Tidak Leon, tidak ada seorang wanita yang mampu membesarkan anaknya sendirian. Mamah ingin kamu menikahi wanita itu,'' ucap Bu Salma angkat bicara.
''Papah juga setuju sama mamah kamu. Papah tidak mau jika permasalahan ini nantinya merugikan perusahaan,'' sahut Pak Prayoga.
''Tapi wanita itu bukan dari kalangan atas seperti kita. Apa mamah sama papah tidak malu mempunyai menantu miskin? Lagian dia bukan tipe Leon,'' ucap Leon.
''Sebenarnya papah tidak setuju kamu menikah dengan sembarang wanita. Apalagi wanita itu tidak jelas asal-usulnya. Namun, jika sudah kejadian seperti ini, apa boleh buat? Papah ingin pernikahan kamu dilakukan secara sederhana dan tertutup. Papah tidak mau jika klien papah kaget tahu kamu tiba-tiba menikah,'' ujar Pak Prayoga.
''Kenapa kita tidak bikin pesta yang meriah saja sih? Ini pernikahan anak pertama kita loh,'' ucap Bu Salma.
''Menurut saja apa kata papah! Lagian kita juga belum mengenal bagaimana wanita itu. Bisa saja wanita itu punya motif terselubung dengan keluarga kita. Jadi, kita tidak usah terburu-buru untuk membuat pesta,'' ujar Pak Prayoga.
Bu Salma merasa sedikit tak setuju dengan saran dari suaminya. Namun, mungkin hal itu harus ia turuti. Tidak ada yang berani membantah keputusan Pak Prayoga di rumah itu.
''Baiklah terserah papah saja. Yang penting mereka menikah,'' ucap Bu Salma.
''Harus banget ya Leon nikah sama dia, '' Leon menatap kedua orang tuanya secara bergantian.
''Tidak ada yang boleh menentang perintah Papah di rumah ini. Jadi, kamu harus menurut jika masih mau menjadi ahli waris Papah,'' ucap Pak Prayoga.
Leon menghela napasnya kasar. ''Baiklah, Leon nurut aja apa kata papah,'' ucap Leon.
....
....
Hari ini Leon mendatangi tempat kost Nadira. Kebetulan ia tahu alamat kost itu dari data kampus. Sesampainya disana ternyata Nadira sudah tidak ada. Menurut salah satu tetangga kost, Nadira pindah beberapa menit yang lalu. Berita tentang kehamilannya pun sudah menyebar disekitar sana. Mungkin itu alasannya Nadira memilih pergi.
Leon bergegas pergi mencari Nadira. Sebenarnya itu hal yang sangat malas ia lakukan. Namun, demi permintaan papahnya, Leon harus pulang dengan membawa Nadira.
Leon mengemudikan mobilnya melewati keramaian ibukota. Sepanjang jalan ia menatap kanan kirinya. Siapa tahu Nadira ada di jalan yang ia lewati. Leon menghentikan mobilnya di jalanan sepi. Mengemudi sejak tadi cukup membuatnya lelah. Leon bersandar di jok kemudi, lalu memakai tangannya untuk menumpu kepalanya. Namun, suara ribut-ribut dari samping mobil membutnya tak jadi memejamkan mata. Leon menoleh dan mendapati seorang wanita sedang di hadang oleh preman. Penampilan wanita itu terlihat tak asing di matanya. Ya ia adalah Nadira.
Leon keluar dari mobil lalu menghampiri mereka. Menolong Nadira bagai pahlawan kesiangan. Untung saja ia pandai bela diri, sehingga dalam hitungan detik saja mampu mengalahkan ketiga preman itu.
Leon menoleh, menatap Nadira yang sedang berdiri tak jauh darinya. "Ayo ikut! Menyusahkan saja," gerutu Leon.
"Tidak perlu! Saya bisa pergi sendiri," tolaknya. Nadira malas untuk berurusan lagi dengan Leon karena itu hanya akan membuatnya sakit hati. Lagian sebelumnya Leon sudah menolaknya untuk bertanggung jawab.
Leon menahan satu tangan Nadira sehingga tak bisa pergi. "Jangan pergi! Lo harus ikut Gue pulang karena orang tua Gue yang memintanya. Mereka ingin kita menikah secepatnya."
Nadira mengerutkan keningnya, merasa heran dengan apa yang Leon ucapkan. Segampang itu ia mengatakan untuk menikah sedangkan beberapa saat yang lalu terang-terangan sudah merendahkan dan menolaknya.
"Oh Tuan Leon yang terhormat. Apakah Anda berniat menjilat ludah sendiri? Meminta untuk menikah setelah menolak? Kenapa Anda tidak menolak saja permintaan orang tua Anda itu," ucap Nadira.
"Tidak bisa, keputusan papah tidak bisa di tolak. Jika itu terjadi maka papah tak akan lagi menggap Gue anak," jawab Leon.
Nadira memijat pelipisnya yang tak sakit. Jadi, itu alasan Leon tiba-tiba mengajaknya menikah. Hanya karena permintaan papahnya saja, bukanlah kemauannya.
"Baiklah, saya akan ikut dengan Anda dan akan memberikan penjelasan kepada kedua orang tua Anda, Tuan Leon yang terhormat," ucap Nadira.
Leon tersenyum miring, lalu mempersilakan Nadira masuk ke mobilnya.
....
....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments