Aku terbangun pada pukul 3 subuh, mimpi itu datang lagi. Aku terengah-engah, habis dikejar sosok itu. Kalian tahu betapa lelahnya kalian ketika dikejar oleh sesuatu di mimpikan? Itu kurang lebih yang aku rasakan sekarang ini.
“Nine, bangun. Sudah pukul 3 sekarang.” Aku menggerak-gerakkan tubuh Nine.
“Masih pagi Dra…” Nine menjawab, sembari menggaruk perutnya.
“Kau ingat pesan pak Bagus kemarin? Kita disuruh bersiap-siap, pukul 4 subuh sudah harus hadir tepat waktu. Jika kau hanya beralasan, dengar baik-baik sudah ada suara dan langkah kaki teman-teman. Jika kau masih bermalas-malasan ku tinggalkan kau di sini.” Aku menjelaskan ulang, mungkin kemarin Nine tidak mendengarkan dengan baik.
Nine terbangun, ia segera duduk di ranjang. Seperti manusia pada umumnya, ia mulai mengumpulkan nyawa. Nine melihat ke arahku, lebih tepatnya leherku.
“Ada ap-” Belum selesai aku bertanya, Nine melihat leherku dengan dekat.
“Ada luka cakaran di lehermu, tiga garis. Kau tidak apa-apa Dra?” Nine bertanya dengan wajah yang serius.
Aku kaget. Sangat terkejut, mendengar Nine berbicara begitu. Aku segera melihat ke kaca di kamar kami, memang terlihat jelas ada bekas 3 cakaran di sana, sejajar. Aku sontak kembali mengingat mimpiku, makhluk itu sempat mencakar leherku. Darah segar mengalir keluar, namun aku segera tersadarkan, terbangun.
“Dra?”
“Aku tidak apa-apa Nine, mungkin pada saat aku tertidur, aku tidak sengaja menggaruk leherku yang gatal.” Aku menjelaskan, sembari mengambil handuk.
Beberapa kawan sudah mulai mandi dan bersiap-siap. Bekas cakaran ini tidak luput dari perhatian mereka, ada beberapa yang bertanya. Aku segera menjawab, berusaha menyangkal. Tetapi aku sendiri tahu, ini tidak lazim.
“Makasih” Aku mengucap terimakasih, atas celananya Nine, sembari melemparkannya ke wajahnya.
“Hoekk, jorok kau Dra.” Nine buru-buru mengambil celananya dan memasang wajah masam ke arahku. Aku hanya tertawa kecil.
Kami berkumpul sekitar pukul 5 pagi, kami berkumpul di lapangan. Beberapa murid tampak menguap lebar, tanda masih mengantuk. Begitu juga dengan Nine, dia tampak kepayahan, menahan rasa kantuknya sendiri. Pak Bagus dan beberapa orang sudah berdiri di depan kami, menjelaskan sesuatu.
"Baik anak-anak. Di pagi hari ini, bapak tahu beberapa dari kalian masih mengantuk, atau tidak sabaran tentang kegiatan kita hari ini. Hari ini kita akan bermain saja sepenuh hari."
Sehabis penjelasan pak Bagus, wajah Nine berubah menjadi lebih cerah. Teman-teman sekelas aku mulai berbisik, menebak-nebak permainan apa yang akan mereka mainkan.
"Sederhana saja permainannya, kalian diminta membuat sebuah kelompok berisikan 4 orang dan melakukan permainan sederhana."
Aku sekilas melihat ke wajah Nine, dia tengah berbicara dengan Sera dan Bulan. Aku tahu itu, kami akan sekelompok. Teman-teman yang lain mulai berkeliling mencari kelompok mereka. Pak Bagus dan beberapa orang sedang pergi, menyiapkan permainan yang akan kami mainkan.
"Utara, kamu mau sekelompok dengan kami?" Tanya Damian.
"Aku sudah mendapatkan kelompok." Aku menunjuk ke arah Nine, Sera, dan Bulan.
Damian berseru kecewa, dan mencari teman sekelompoknya lagi. Mereka mulai duduk secara berkelompok, tanpa disuruh oleh pak Bagus. Bulan yang mengarahkan mereka, agar pada saat guru kami kembali, sudah tidak perlu repot-repot mengurus kelompok.
"Aku tidak sabar Dra." Nine mengungkapkan ketidak sabarannya.
"Ini akan seru kan Dra?" Sera menimpali, aku mengangguk.
"Kalian jangan terlalu bersemangat. Ingat kita akan uji nyali hari ini." Bulan menambahkan.
Nine dan Sera menghela napas mereka secara bersamaan. Aku bisa menebaknya, mereka sama-sama penakut. Aku lupa hari ini pasti kami akan melakukan uji nyali, itu akan seru.
"Van, kau akan melindungiku menggunakan telekinesismu kan?" Bisik Nine, yang membuat aku bigung sejenak.
Aku memutuskan membalas pertanyaan Nine, berbisik ke telinga kirinya."Aku tidak yakin bisa melindungimu Nine, makhluk halus kan tembus pandang." Jawabku singkat, padat, jelas, dan memang faktanya begitu.
Nine menatapku dengan wajah panik dan pasrah "Tamatlah kita." Nine berkata.
Aku tidak terlalu peduli ke perkataan Nine, kami masih bisa berlari. Apa lagi kami kan berempat, lebih dari cukup.
Permainan pertama kami sederhana saja, lomba lari antar kelompok. Kami menyusun strategi, siapa yang berlari deluan. Peraturannya, 1 orang berlari bolak balik di lapangan dan digantingan orang berikutnya, hingga selesai dan menang.
"Aku punya rencana" Bulan berbicara sembari menatap kami bertiga.
"Dan apa itu?" Nine bertanya.
"Kita akan berlari cowok-cewek bergantian, agar mencapai rata-rata. Itu hanya teoriku, dimulai dari Nine, aku, Vandra, Sera." Bulan menjelaskan
"Aku yang terakhir? Aku tidak yakin Bulan." Sera berkata demikian, pemisis.
"Kau pasti bisa, Bulan, Vandra, dan aku. Kami akan berlari secepat mungkin memberimu waktu tambahan, sehingga kau akan mencapai garis akhir permainan." Nine memberikan solusi.
Sera kembali melihat Bulan dan aku secara bergantian, kami hanya mengangguk. Akhirnya Sera memberikan jempol dengan muka payah, maksudku muka pasrah. Kami bersiap, berbaris. Nine-Bulan-aku-Sera, ini formasi kami. Benar tebakan Bulan, mereka akan memilih yang laki-laki deluan.
"Siapp, mulai!"
"Ayo Nine!" Sera menyemangati.
"Simpan tenagamu untuk berlari Sera." Aku memperingati, Bulan juga menyetujui pendapatku.
Sesuai janji Nine, dia berlari dengan cepat. Apa Sih yang tidak bisa dilakukan oleh anak basket. Dia sampai terlebih dahulu, mendahului teman yang lain. Bulan mulai berlari, tidak kalah cepat. Dia mengikuti kelas silat, aku tidak perlu mengkhawatirkannya.
"Giliranmu Dra!" Nine terlihat pesimis, kami unggul kali ini.
Ketika Bulan tiba di tempat kami, aku segera berlari. Tidak ada masalah, selama aku berlari. Hingga tiba waktunya Sera. Mereka masih di urutan ke-3, sedangkan kami sudah berada ke-4. Suatu hal pun terjadi menimpa Sera, dia terjatuh. Seseorang tampak menyenggolnya dengan sengaja.
"Curang!” Nine berseru
“Sera kau tidak apa-apa?” Bulan memastikan kondisi Sera
Aku sempat melihat ke arah Sera, lututnya terluka. Namun tubuhku seketika terasa merinding, tidak bisa bergerak. Aku melihat sesosok makhluk di balik pepohonan besar di belakang. Monster ini berbeda dari yang biasanya aku lihat,yang kali ini jelas sekali bentuknya. Tubuhnya ramping, kurus sekali. Wajahnya berbentuk bintang, dengan matanya yang banyak. Dia tengah memperhatikan kami di balik pepohonan itu.
“Nine?” Aku memutuskan memanggil Nine
“Ya? Van, kamu bukannya membantu kami, malah melihat ke pohon.”
Aku menunjuk ke arah pohon “Kau melihatnya?” Tanyaku.
“Ya, aku melihat pohon di sana.” Jawab Nine
“Bukan pohonnya, yang ada di belakangnya.” Aku memperjelas maksudku, monster itu sedari tadi di sana. Aku melihatnya.
“Ahh, kau jangan aneh-aneh Dra. Tidak ada siapa-siapa di sana. Ayo kita menyusul Sera, dia di bawa ke uks.” Nine menarik bajuku, sembari berjalan pergi.
Baiklah, mungkin ini hanya halusinasiku. Aku sudah lama menutup mata batinku, indra ke-6. Sejak kecil, aku memiliki teman, sekaligus dialah roh penjagaku. Nenek memutuskan untuk menutup mata batinku, dikarenakan dulunya aku sering dimintai tolong oleh ‘mereka’. Apakah monster itu juga berasal dari dimensi lain? Begitu juga dengan makhluk bermata biru itu, kurasa indra ke-6 ku kembali terbuka.
Aku melepaskan tangan Nine yang sedari tadi menarik bajuku. Kami menuju ke arah uks, tempat Sera dirawat. Nine mengetuk pintu.
Tok..tok..
Ketika Nine membuka pintu dan melangkah masuk, dia terdiam. Aku segera mengintip ke dalam, penasaran. Terdengar suara isakan kecil, ada Bulan di sana. Sera mengucek-ngucek matanya yang sembab.
“Maaf, aku membuat kalian kalah.” Sera berbicara sambil terputus-putus, menahan tangis.
“Sudah lah Sera, sudah ku bilang tidak apa-apa.” Bulan berusaha menenangkan
“Tapi, permainannya batal Lan. Kita disuruh, istirahat hari ini.” Sera kembali berbicara, terisak.
“Mungkin salah kami Sera. Kami terlalu membebanimu, tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Pak Bagus sempat bilang kepadaku, permainan uji nyali akan tetap dilanjutkan nanti malam.” Aku memutuskan untuk mencoba berbicara. Tidak biasanya aku seperti ini. Sedikit kikuk memang pada saat menjelaskan, namun aku berhasil menyampaikannya.
Sera akhirnya mengangguk, tersenyum walau matanya masih sembab. Dan Bulan sempat berkata terimakasih untukku, karena sudah membantunya menenangkan sahabatnya itu. Aku dan Nine memutuskan keluar dari ruangan itu, menuju penginapan kami. Kami di suruh untuk beristirahat sama Bulan, bersiap-siap untuk permainan uji nyali.
“Aku akan menemani Sera di sini.” Bulan tersenyum
“Jangan lupa untuk beristirahat Bulan, Sera. Sampai bertemu nanti di permainan uji nyali.” Nine berbicara, membalas senyuman Bulan.
Ketika sampai, aku langsung membaringkan tubuhku ke kasur. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Aku tidak akan tidur, hanya mengobrol dengan Nine. Nine sedikit bertanya kepadaku, mengenai sesuatu yang aku lihat di pepohonan itu.
“Aku tidak yakin, Nine.” Aku menjawab dengan jujur
“Apakah mata batinmu kembali terbuka?” Tanya Nine.
“Mungkin.” Aku menjawab singkat. Nine menghela napasnya perlahan.
Nine mengetahuinya, dikarenakan dulu dia ikut bersamaku. Disaat seseorang menutup mata batinku. Nine ada di sana, menemaniku. Dulu juga, dia yang menemaniku, ketika aku diganggu oleh ‘mereka’. Sekarang mata itu datang lagi. Aku menghela napas pelan, memutuskan untuk tidur sejenak. Aku lelah, menyiapkan tenaga untuk uji nyali nanti.
Tidak banyak yang ku lakukan pada hari itu. Makan, tidur, mengobrol dengan teman yang lain, dan bermain. Sampai malam pun tiba. Kami akan melaksanakan uji nyali di hutan. Bulan dan Sera juga ada di sana, mereka melambaikan tangan ke arah kami. Kami disuruh untuk memakai luaran, dikarenakan di sana lumayan dingin. Aku memakai hoodie hitam, untuk itu.
“Kalian terlihat cocok memakai luaran itu.” Nine memuji Bulan dan Sera. aku memngangguk, memang cocok di mereka.
“Terima kasih, kalian juga terlihat ganteng.” Sera membalas.
“Ahhh, kau memuji Nine.” Bulan menggoda.
“Bulan, kau menyebalkan!” Sera salah tingkah.
Kami semua tertawa. Di saat itu aku bahagia, sungguh. Kegiatan kamping ini, mempererat hubungan kami. Kami menjadi semakin dekat satu sama lain. Mungkin mereka juga sama, sampai-ampai tanpa berpikir panjang, kami melompat ke portal itu….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
anggita
ng👍like ae thor.
2023-07-31
0