Aku terbangun pada pukul 5 pagi, dengan kondisi yang lebih baik. Hari ini sekolah, aku beranjak dari ranjangku. Senin,dalam artian upacara. Nine terlihat sedang menyiapkan sarapan.
“HAAA! Kau buat apa?” Aku sengaja mengagetkannya, dan bertanya.
“Aishh, roti isi Dra.” Nine tampak terkejut dan lanjut memasak, membuatku tertawa kecil, sembari menuju ke kamar mandi.
Nine tampak bangun lebih awal dariku. Dia sudah Memakai seragamnya dan rapi. Fakta menarik tentang Nine, dia selalu menitipkan barang-barangnya sebagian di apartmenku. Seragam sekolah, basket, dan pakaiannya yang lain. Untuk buku dan alat tulisnya, palingan nanti pinjam denganku.
Singkat cerita, aku sudah mandi, berganti pakaian, dan juga sarapan bersama Nine. Kami berangkat sekolah pukul 06.30 pagi, menggunakan motor. Percaya ga percaya, kami hampir telat. Untung saja satpamnya baik dan kami sudah akrab.
“Bapak tidak akan bertanggung jawab lagi besok.” Jawab pak satpam dengan singkat, dan kembali membukakan kami pagar sekolah.
“Nanti Nine yang belikan bapak kopi.” Aku berkata, sembari menunjuk Nine.
Nine mengangguk pasrah, memberikan jempol. Kami segera memarkirkan motor kami, dan diam-diam menyelinap barisan belakang kelas kami. Upacara di hari senin, memang meresahkan. Aku dan Nine berhasil, guru-guru tidak memperhatikan kami.
“Kalian telat lagi.” Bulan berbicara dengan singkat, sembari menatap kami.
“Ayolah ketua, di jalanan tadi macet.” Nine membuat alasan
“Alasan, jika kalian telat lagi senin depan, aku akan mencatatnya di jurnal masalah.” Bulan memberi toleransi, kesempatan terakhir.
Bulan. Dia adalah ketua kelas, dipilih ekstra karena mendapatkan 2 suara dari aku dan Nine. Disaat proses pemilihan ketua kelas, Bulan menang satu suara lebih banyak, dibandingkan yang lain. Untuk seorang perempuan, dengan rambut sebahu. Dia terlihat cantik dan tegas, bertanggung jawab.
“Kenapa melihatku seperti itu? Kau hendak protes?” Tanya Bulan, dengan melihat ke arahku.
“Ayolah Bulan, kau tidak boleh seperti itu. Dia anak dari utara lho, yang kudengar banyak juga yang menyukainya diam-diam. Aku akan curiga, nanti murid-murid yang lain akan kesal nantinya.” Sera tertawa kecil.
Sera ini ialah sahabatnya Bulan. Jika terkena masalah saja dengan ketua kelas, kami akan dibela oleh Sera. Sera sangat baik hati dan suka menolong kami, jika ada masalah dengan Bulan. Wanita dengan rambut bergelombang dan panjang, serta kata Nine matanya Sera indah. Aku tidak terlalu memerhatikannya, toh sama saja.
“Kita akan menyanyikan lagu Indonesia Raya.” Ucap salah satu anggota upacara, yang meyudahi percakapan kami.
Lorong ramai akan murid-murid yang berbondong-bondong masuk ke kelas masing-masing. Hari ini jam pelajaran pertama adalah olahraga. Aku dan Nine menuju lapangan olahraga, bersama teman sekelas kami. Tidak lama setelah kami disuruh baris oleh Bulan, guru kami datang.
”Anak-anak, hari ini sesuai yang bapak umumkan minggu lalu. Kita akan mengambil nilai beladiri, yaitu satu lawan satu. Putra dan putra, putri dan putri. Bapak tidak akan menilai dari menang atau kalah, tapi dari segi teknik. Yang bertahan sampai akhir(Putra vs putri) bagi yang menang akan bapak hadiahkan +5 poin nilai. Kalian bebas melakukan teknik apapun, seperti yang mengikuti kelas taekwondo, silat, kungfu, judo, dan lain-lain, diperkenankan. Kalian semua paham?” Guru olahraga kami menjelaskannya dengan singkat.
“Paham pak!” Murid-murid yang lain menjawab serempak.
Kami mulai dipanggil 1 per 1 sesuai urutan absen putri lawan putri dan putra lawan putra. Bulan maju pertama, dikarenakan nama dia berawalan B. Aku tahu dia kuat, dia mengikuti silat.
“Ouchh! Itu pasti sakit, kan Sera?” Nine menatap ngeri lawannya bulan, dan meminta pendapat Sera.
“Aku berharap tidak menang dan bertemu dengannya. Lihatlah dalam 5 detik, dia berhasil membanting lawannya ke lantai. Untung saja sudah dialasi oleh matras olahraga.” Sera menatap lawannya Bulan dengan memprihatinkan.
“Dia pasti mengambil posisi pertama dikalangan putri.” Kataku
“Habislah kau Sera.” Nine berusaha menakut-nakutinya
“HEI! Aku tidak selemah itu tau.” Sera memasang wajah masam, mengarah ke Nine.
Nine tertawa, yang membuat Sera ikut tertawa ‘ketawa menular’. Dilihat-lihat mereka juga lumayan cocok. Kami sempat menyembunyikan popcorn untuk menikmatinya, sembari melihat mereka. Bulan sudah duduk di samping Sera.
“Kalian dari tadi menertawain siapa? Apa karena aku jago?” Bulan dengan pedenya menanyakan kami, tentang apa yang kami bicarakan.
“Maaf Bulan kami tidak membicarakanmu, jangan kepedean. Tetapi kau memang jago. Hmmm tidak biasanya kau seperti ini, apakah karena ada…” Sera menjelaskan ke Bulan, namun langsung ditutup mulutnya oleh Bulan.
Muka bulan yang normal, sekarang berubah menjadi merah sedikit. Sembari menahan mulutnya Sera menggunakan tangannya. Aku dan Nine serempak terkejut, kenapa Bulan ini?
“Jangan disebutkan Sera! Kau sudah janji kepadaku.” Bulan melepaskan tangannya, yang menutupi mulut Sera. Sekarang wajahnya memerah dan masam.
“Iya, maafkan aku.” Sera mencoba meminta maaf dan tertawa, sembari memeluk Bulan, mukanya masih masam.
Aku dan Nine tidak menghiraukan itu, kami sudah dipanggil. Ternyata yang putra absen yang maju terlebih dahulu, absen terakhir. Aku dan Nine tidak bertemu, untuk sekarang. Kami akan bertemu di semi final, aku yakin itu. Di kelasku, tidak ada yang mengikuti kelas bela diri, hanya aku. Aku mengikuti silat dan taekwondo, beberapa kali Nine membantuku dan kami belajar bersama-sama. Nine anak basket, mudah saja untuk ia menyesuaikan diri dengan teknik-teknik bela diri.
“Vandra dan William. Siapp, mulai!!”
PRITTT!
William, bukan masalah besar. Yang aku takuti pada saat melawan orang yang tidak tahu beladiri, pergerakannya. Susah untuk membaca pergerakan mereka, yang aku tahu hanya, mereka akan menyerangku menggunakan tangan kanan mereka dahulu. Aku memasang kuda-kuda, bersiap. Dugaanku benar, dia menyerang menggunakan tangan kanannya. Aku segera menepisnya dan menyerang balik, menendang sisi kiri perutnya.
“Aku sudah menduganya dari anak taekwondo.” Wiliam berbicara dengan nada sombong, dia berhasil mengangkat kaki kiriku.
“Kau tidak menduga anak silat?” Tanyaku
Aku dengan cepat melakukan teknik guntingan. Masuk kedalam celah kaki kiri dan kanannya, lalu menjepit lehernya menggunakan kaki kiri dan kananku. Dia terlihat melawan, berusaha keluar dari kuncian. Tidak masalah, aku segera menguatkan otot kakiku.
PRIITT!
“Cukup!, Vandra pemenangnya.”
‘MANTAPP! DRA!’
‘Sudah kuduga.’
Samar-samar terdengar suara Nine dan Sera. Aku segera membantu Wiliam untuk berdiri, dan kembali duduk.
“Kau memang hebat Dra.” Wiliam memujiku, aku membalasnya dengan senyuman tipis.
Wiliam, aku tidak terlalu dekat dengannya. Namun yang kuketahui darinya, dia sportif. Tidak dengan lawannya Nine sekarang, dia terlihat menggunakan berbagai macam alasan, ketika tubuhnya dijatuhin atau dipukul mundur oleh Nine. Malang sekali nasib anak itu. Nine kembali duduk dengan keringat yang membasahi tubuhnya.
“Ayolah NIne, kau tidak kenapa-napa?” Sera bertanya kepada Nine.
“Aku anak basket, jangan khawatirkan aku.” Jawab Nine dengan santai.
Sera menawarinya minumannya, Nine mengangguk. Sejenak aku dan Bulan saling menatap, kami memikirkan hal yang sama. Bulan , nampak berbisik sesuatu denganku, ide yang menarik.
“Hei Sera, aku juga ingin minum!” Aku berkata kepada Sera, sembari menjulurkan tanganku.
“Ogah, beli saja sendiri. Kantin di bawah sana, pemalas.” Sera menjawab, sembari menunjuk ke arah kantin.
“Mencurigakan. Kau menolak Vandra tanpa pikir panjang. Tetapi kau menawari Nine tanpa diminta. Apakah, apakah kau menyukai Nine?” Bulan bertanya menggunakan nada yang menggoda Sera.
Astaga lihatlahh, wajah mereka berdua memerah. Nine dan Sera terlihat kompak sekarang. Nine segera mengembalikan botol minumnya Sera, tanpa berkata apa-apa.
“Mana ada! Aku memberikannya kepada Nine, karena kasihan. Nine tampak berkeringat, dan cape.” Sera berusaha membela diri dan menyangkal.
“Bukankah itu wajar dikalangan anak basket? Keringat dan kelelahan, kau tampak berlebihan kepada Nine.” Aku tersenyum, semakin mendesak nya
“Kurasa kau benar Dra.” Bulan menimpali
“Cukup! Semua ini hanya pemikiran kalian.” Sera sekarang berusaha menuduh kami kembali.
“Bulan, kau dipanggil. Pak guru nampak memanggilmu berulang-ulang.
‘Bulan kamu mendengar bapak tidak?’
Bulan segera bangkit berdiri dan menuju ke lapangan. Nampaknya sekarang sudah gilirannya. Nine dan Sera tampak lega dan menghela napas mereka masing-masing. Aku tertawa kecil.
“Kau jahat Van. Aku akan mengerjaimu nanti, lihat saja.” Ancam Nine.
Kini Sera dan Nine tampak berbisik satu sama lain. Mereka mungkin membuat rencana balasan, untuk aku dan Bulan. Aku tidak terlalu memperhatikan mereka, aku memandang Bulan. Dia tak kalah jago dari aku dan Nine. Mungkin dia yang akan melawan kami difinal nanti. Bulan tampak tidak kewalahan sama sekali menghadapi musuhnya.
Singkat cerita saja, kini giliran aku melawan Nine. Bulan tidak seperti dugaanku, dia sengaja mengalah kepada Sera. Sera memenangkan pertandingan, masuk ke final. Disemi final, ada aku dan Nine. Aku menghela napas, akanku buat Nine menang, dengan begitu Nine dan Sera pasti bertemu. Menarik.
“Jangan menahan dirimu Van.” Nine menyuruhku, tentu saja aku tidak akan menahan diriku.
“Sangat lucu.” Aku berkata, sembari tersenyum.
Aku berhasil menyudutkan Nine. Nine terlihat kewalahan menghadapiku, namun ia pantang menyerah. Nine bangkit kembali, mengelap keringat yang ada di dahinya. Aku berlari ke arahnya dan melompat, berputar badanku dan menendangnya. Nine kembali terpelanting ke belakang. Ia tampak bangkit kembali, memasang kuda kuda.
“Menarik, aku menyerah.” Aku berkata demikian, sembari melihat ke arah guruku.
Semua teman-teman sekelasku pada kaget, dan beberapa mulai berbisik-bisik. Setiap kelas, selalu ada tukang ghibah dan gosip bukan? Pak guru hanya menganggukkan kepalanya, tanda bahwa ia memperbolehkan aku menyerah. Nine tampak kebingungan dan berjalan ke arahku.
“Kenapa Van, kau kecapean?” Tanya Nine, dengan raut wajah kebingungan.
“Agar kau bertemu dengan Sera difinal. Aku penasaran.” Jawabku singkat, sembari menatap Sera dan Bulan.
“Aduhh!” Aku mengaduh kesakitan, Nine tampak menjitakku.
Aku nyegir lebar melihat Nine. Sekarang masuk ke final, aku duduk di samping Bulan. Sera dan Nine tampak maju dengan kikuk, alias kaku. Wajah mereka tegang dan memerah.
“Ayo Sera hajar mukanya!” Teriak Bulan, murid-murid lain tampak memberikan semangat ke Sera.
Muka Sera semakin memerah, ia menutupi kedua wajahnya dengan tangannya. Babak final terasa singkat, ketika guru kami menyatakan mulai. Nine menyerah, yang membuat Sera menjadi pemenangnya. Murid-murid perempuan segera mengerumuni Sera, mengucapkan selamat. Sedangkan Nine juga diapresiasi oleh murid laki-laki.
“Kau telah menjadi pria sejati Nine”
“Ya betul!”
Nine hanya tersenyum kaku dan mengucapkan terimakasih. Tak terasa, sekarang waktunya istirahat. Aku dan Nine, sengaja pergi ke kantin sedikit telat. Kami punya rencana untuk bolos setengah jam, dikarenakan pelajaran selanjutnya matematika.
“Hari ini kau ingin makan apa Dra?” Nine bertanya, sembari melihat menu makanan di kantin.
“Ayam telur asin.” Jawabku singkat.
“Oh, itu terlihat lezat. Aku juga mau.” Nine memutuskan untuk memesan menu yang sama denganku.
Kami memutuskan makan di lantai 4, agar tidak ketahuan. Lantai 4 terkesan sepi, dikarenakan hanya ada perpustakaan disini. Tempat yang tepat untuk bolos pelajaran matematika.
“Hmmm, ayammu lebih besar Van.” Nine tampak menunjuk ke arah ayamku.
”Hmmm, kenapa kau iri ya?” Aku mengangguk, memang ayamku lebih besar dibandingkan punya Nine.
“Tidak, lagian aku juga sedang diet.” Jawab Nine.
“Diet apanya! Bukannya perutmu sudah kurus dan berotot?!” Aku melotot ke arah Nine
“Pelatihku menyuruhku untuk menurunkan berat badanku, agar lebih lincah untuk bermain basket.” Nine menjelaskan kepadaku penyebab dia ingin diet.
“Itu pelatih lu yang tidak waras Nine, tidak usah di ikuti kemauannya.” Aku mencoba memberi saran.
Sungguh tak terasa, waktu istirahat telah berakhir. Aku dan Nine segera mengintip di jendela lantai 4, memeriksa keadaan. Awalnya sih berjalan lancar, namun tiba-tiba.
“AMPUN BUUU!” Nine berteriak, seseorang memegang bahunya Nine.
“Kalian ingin bolos lagi kan!?” Terdengar suara seseorang, yang tahu kami sedang bolos.
Aku tahu suara khas itu, Bulan. Ketika aku memalingkan wajahku dari jendela ke sumber suara, benar itu Bulan. Ada Sera juga di sana.
Aku tersenyum dan menanyakan sesuatu”Oh, ketua kelas. Kalian ingin bergabung?” Tanyaku.
Sera mengangguk mantap, namun Bulan segera menggeleng-gelengkan kepalanya.“Pak Bagus tahu kalian akan bolos, dia memintaku dan Sera menyuruh kalian kembali ke kelas.” Bulan menjelaskan kepada kami dengan raut wajah yang marah tetapi dia pendam, aku tahu itu. Nine segera menarik bajuku, menuju ke kelas.
“Ya, ya. Jangan ditarik, aku tahu kok!” Aku berseru jengkel.
“Aku lupa. Besok kita akan kampingkan? Itulah mengapa pak Bagus menyuruh Bulan dan Sera untuk menjemput kita. Ayo buruan Dra, kita tidak boleh ketinggalan berita.” Nine menjelaskan kepadaku, dan menuruni tangga dengan cepat.
Aku lupa besok kamping. Mungkin itulah sebabnya Bulan marah kepada kami. Dia harus cape-cape menjemput kami di lantai 4 dan melewati penjelasan pak Bagus.
“Anak itu sekarang dia yang paling semangat.” Bulan berbicara dengan nada kesal
“Ayolah Bulan, sedikit tersenyum akan mengobatimu.” Sera berusaha menghiburnya.
Nine sudah jauh di depan, meninggalkan aku, Bulan, dan Sera.
“Baik anak-anak. Kawan kalian sudah bergabung sekarang, bapak akan mulai menjelaskan tentang kamping kita.”
Murid-murid lain berseru, mungkin mereka juga tidak sabaran seperti Nine. Lihatlah Nine, si kocak sedang duduk dengan rapi dan memasang telinga panjang-panjang. Aku duduk dengan bermalas-malasan di samping Nine. Kamping ya, jujur saja aku sendiri tidak tertarik dengan kamping. Kecuali, cerita horor dan uji nyali. Itu pasti seru, aku berani bertaruh kalian juga menyukainya kan?
“Dan yang kalian tunggu-tunggu. Anak-anak kesayangan bapak, kali ini kita juga akan uji nyali.”
Sehabis penjelasan pak Bagus. Teman-temanku berseru riang, begitu juga dengan Nine. Aku tersenyum tipis.
“Van, kau barusan senyum ya?” Tanya salah satu teman sekelasku.
“Tidak.” Jawabku dengan singkat
“Aku melihatnya!”
Kali ini tidak kuhiraukan lagi, memangnya aku tidak boleh tersenyum apa?
“Vandra, ayo kita belanja kebutuhan kamping sehabis pulang sekolah ya.” Nine mengajakku untuk berbelanja kebutuhan kamping, aku mengangguk memberikan jempol.
Sesuai janji Nine, sehabis pulang sekolah kami pun menuju supermarket. Di sana semuanya lengkap, dari pakaian formal, olahraga, rumahan semua ada. Apalagi kebutuhan kami selama kamping, semuanya ada.
“Lebih bagus yang mana, kiri atau kanan?” Tanya Nine
Sekarang kami lagi memilih lampu mana yang cocok, untuk uji nyali di tengah hutan.
“Yang kanan saja, lebih besar.” Jawabku
Nine mengangguk mantap, memutuskan untuk mengambil lampu kanan. Memang terlihat lebih menyakinkan, dikarenakan lebih besar. Nine memasukkan lampunya kedalam keranjang, dan berlanjut berjalan ke bagian snack.
“Van, kau mau apa? Coklat, Roti, atau permen? Atau kau ingin mencoba snack keripik, mungkin berubah pikiran.” Nine menanyakanku apa yang ingin ku makan pada saat kamping.
“Aku tidak suka keripik Nine, mungkin curry puff. Aku sudah lama tidak memakan makanan kesukaanku itu.” Jawabku
“Ahh, pilihan yang bijak Dra.” Nine menanggapi
Kami tidak membeli snack dan juga minuman. Pelatihku melarangku untuk minum yang manis-manis, begitu juga dengan Nine. Kami berjalan ke bagian roti-roti. Lumayan sulit untuk menemukan makanan yang aku suka satu ini, curry puff. Aku amat teramat menyukainya, entah kenapa.
“Aku ingin roti sisir mentega. Kau mau berbagi denganku Dra? Ini kebanyakan buatku.” Nine bertanya, aku memberikan jempol, tanda setuju.
Kebutuhan kamping Nine yang membayar semua. Aku sempat menolaknya tetapi, dia bersih keras untuk membayarnya.Baiklah, tetapi ini aku yang membayarnya. Nine menyetujuinya dan kalian tahu apa alasan dia bersih keras untuk membayar kebutuhan kamping?
“Kau harus menjagaku ya selama uji nyali, aku takut.” Itu alasan Nine.
Aku menempuk jidatku dan menggaruk kepalaku yang tidak gatal. “Hanya itu?” Tanyaku.
Ternyata itu alasan si kocak. Dia juga meminta untuk menginap di apartmenku lagi, dan aku menyetujuinya. Kami kembali ke apartmenku sekitar pukul 5 sore. Kami sempat merapi-apikan barang milik kami, dan membersihkan diri di kamar mandi.
“Harusnya tadi kita pesen makan Dra, aku lapar sekarang.” Nine melihat ke arahku.
“Ya sudah, pesan makan aja.” Aku memberi saran, aku juga lapar, mengingat terakhir kali kami makan, sekitaran pukul 10 pagi.
“Aku pengen bebek madura, kau mau?” Tanya Nine, sembari menunjukkan gambar makanannya di ponselnya tersebut. Gambarnya menarik, aku memutuskan untuk menyetujuinya.
Bebek madura bu Nisa selalu ramai, saking enaknya. Kami menunggu cukup lama, hingga makanan kami sampai sekitaran pukul 6 malam sekarang. Perut aku dan Nine sudah keroncongan, kami menunggu 1 jam kurang lebih. Untung saja rasa keroncongan ini segera diobati oleh makananya.
“Enak! Tidak sia-sia kita menunggu kan?” Nine bertanya
“Ya” Kami memakannya dengan lahap, tanpa berbicara satu sama lain.
Semuanya berjalan dengan lancar hari ini. Meski aku dan Nine sedikit susah untuk tidur, namun kami berhasil tidur pada pukul 12 malam. Semuanya berjalan lancar, sungguh. Tetapi tidak dengan keesokan harinya, lebih tepatnya pada saat uji nyali. Kami menemukan portal aneh di sebuah pohon yang lebat dan rindang sekali. Dan apa yang terjadi pada kami, aku, Nine, Bulan, dan Sera. Kalian bisa menebaknya sendiri.
....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
anggita
Vandra, Nine ... Sera, Bulan
2023-07-31
0