“Bangun Dra, sudah pukul 5 pagi. Pak Bagus berpesan untuk kita datang 15 menit lebih awal.” Nine membangunkanku, aku mengangguk malas.
Nine membangunkanku pukul 5 pagi. Aku beranjak dengan malas-malasan ke kamar mandi, jika aku menunda-nunda waktu, kami bisa ketinggalan bus sekolah. Aku selesai mandi dan lain-lain sekitaran 15 menit. Nine tampak sudah siap di sofa, ia mengenakan kemeja coklat dengan celana putih. Aku membuka lemari pakaianku, bingung. Kami diwajibkan untuk memakai kemeja pada saat berangkat, baru setiba di sana nanti diperbolehkan untuk mengenakan pakaian bebas, asal tidak terbuka. Meskipun kami sudah bangun awal, tetap saja kami yang terakhir sampai di sekolah.
“Kalian terlambat 10 menit.” Bulan berkata demikian, sembari menyiapkan barisan.
“Masih ada 5 menit sesuai yang diomongin pak Bagus, kami masih tepat waktu.” Nine segera berbaris.
Kami berbaris di barisan paling belakang. Terlihat juga ada pak Bagus di samping Bulan, memberikan aba-aba. Memulai doa masing-masing dan juga melakukan absensi, serta pengecekan barang bawaan, agar tidak ketinggalan
“Nine, Vandra. Ayo kita duduk satu baris di bus. Aku ada membawa banyak snack, kita bisa berbagi.” Sera menyodorkan 2 kantong besar, yang berisikan penuh snack dan masih banyak macam lagi.
“Baiklah, tapi mengapa kau membawa sebanyak ini Ra?” Nine bertanya
“Ibuku memberikan aku .duit jajan tambahan, untuk membelikan snack-snack ini untuk sekelas.” Sera menjelaskan, sembari berjalan.
“Eh, buruan Nine.” Aku ikut berjalan
Ternyata sedari tadi, kami sudah tertinggal. Sera, Nine ,dan aku berlari kecil menuju bus sekolah kami, hanya untuk 1 kelas kami saja. Aku dan Nine sempat menawarkan diri untuk membawakan 2 kantong snack besar milik Sera.
“Terima Kasih.” Sera tersenyum.
“Ya.” Nine berkata kikuk.
Bocah ini selalu saja seperti ini, aku menghela napas pelan. Kami bertiga sampai yang paling akhir di barisan ini. Untung saja kursinya tersisa 1 barisan, sesuai rencana Sera. Bulan tampak sudah duduk di dekat jendela, mengangkat tangan, menyuruh kami ke sana. Aku dan Nine di 2 kursi kanan, sedangkan Sera dan Bulan 2 kursi di kanan. Aku di dekat jendela, dikarenakan Nine yang memintanya.
“Baiklah anak-anak, kalian sudah siap?” Tanya pak Bagus, untuk berbasa-basi.
“YA PAK!” Teman-teman sekelas kami menjawab serempak.
Supir bus mulai bergerak, yang dalam artian kami berangkat. Jarak antar sekolah kami ke tempat kamping sungguh jauh, dikarenakan kami akan kamping di hutan. Jaraknya kisaran 9-10 jam kata pak Bagus, teman-teman sekelas berseru lesu. Nine juga tampak kaget dan menepuk-nepuk pundakku, yang membuatku menoleh ke arahnya.
“Kenapa?” Tanyaku, dengan wajah kebingungan.
“Aku lupa meminun obat mabuk bus.” Jawab Nine, dengan muka pasrah.
“Asal jangan muntah di tempatku.” Aku menunjuk kantong plastik di samping Nine.
Nine mabuk bus, sedari dulu. Ia selalu pusing dan mual-mual, ketika menaik kendaraan ini. Pernah sekali dia terus-terusan bolak-balik ke kamar kecil, ya kalian tahu dia sedang berbuat apa di sana.
“Nine, aku bawa obat mabuk.” Sera menyodorkan 1 pil kepada Nine.
“Terimakasih banyak Sera, sungguh.” Nine tercengang melihat pil itu.
“Tunggu apa lagi, minum sana!” Aku menyodorkan 1 botol air.
“Van, kau mau?” Bulan menyodori 1 bungkus astor. Aku mengangguk, memutuskan untuk mengambil 1.
Hanya kisaran 1-2 jam saja kami bertahan, melakukan aktivitas biasanya di bus. Seperti berbicara, memakan snack, dan juga bermain. Aku memutuskan untuk menutup mataku, tertidur. Perlahan-perlahan, aku membuka mataku. Hari sudah malam? Aku menatap bingung ke sekeliling. Aku berada di tengah-tengah hutan, dan di mana teman-temanku. Tunggu, ini mimpi. Terakhir kalinya aku tertidur di bus, aku yakin.
Di depanku, ada sebuah pohon besar. Besar sekali wujud dan bentuknya, mungkin sudah berumur ratusan tahun. Akar-akar menjalar dimana-mana, hingga ada beberapa yang keluar dari tanah. Tebal akarnya saja sekitaran 40-50cm, mungkin lebih. Aku berjalan mendekat
i pohon itu. Ketika aku menyentuhnya, pohon itu bergetar hebat. Aku mundur beberapa langkah, menjauh takut pohon itu akan roboh.
Dalam sekilas, cahaya keluar dari dalam batang pohon tersebut. Lama-lama membesar, membentuk seperti sebuah pintu? Aku tidak tahu pasti. Tanpa ku sadari, aku melangkah mendekati cahaya itu. Namun, disaat aku tinggal beberapa langkah lagi, untuk sampai di sana. Ada suara yang nyaring dan melengking.
“JANGANN!”
Aku kaget, dan seketika tubuhku seperti ditarik pergi. Portal itu perlahan-lahan kembali menutup. Sekilas aku melihat 1 sosok bermata biru, sedang memperhatikan di atas pohon itu. Aku semakin menjauh dan terbangun kembali.
‘Kau curang’
‘Masa sih? Apa kau pernah melihatnya berduaan jalan-jalan?’
Lamat-lamat mulai terdengar suara teman-teman sekelasku. Aku menghembuskan napas lega, mimpi. Aku melihat ke arah kiriku, Nine, Bulan, dan Sera tampak masih tidur. Aku menoleh kebelakang, hanya ada hitungan jari yang masih aktif.
“Kau mau permen Utara?” Serena menyodorkan 1 permen, aku menggeleng, menolak.
Utara? Apa yang dia maksud? Aku kembali duduk ke posisiku semula. Pak Bagus nampak sedang bercakap-cakap dengan supir bus kami. Aku pernah membacanya di website. Dimana kita tidak boleh tidur di samping supir, atau tidak supir itu akan ikut mengantuk, berbahaya. Mungkin ini ada benarnya juga.
“Hahhh…” Sera menghela napasnya berkali-kali.
Sepertinya dia baru bangun.
“Kau tidak apa-apa, Sera?” Tanyaku
“Ya, aku baik-baik saja.” Jawab Sera, sembari menyandarkan tubuhnya ke belakang.
Kalian pasti bosan jika ku ceritakan kegiatan kami di bus bukan? Aku akan melewatinya, paham? Singkat cerita, kami tiba di tujuan kami.
“Haduhhhh.” Nine meregangkan tubuhnya.
Perjalanan selama 9-10 jam, memang melelahkan. Kami hanya turun pada saat makan siang, dan juga ketika ada yang ingin membuang air kecill. Dan setelah perjuangan penuh, kamipun tiba di sini. Kami disambut oleh beberapa orang, yang telah bekerja sama dengan sekolah. Untuk bekerja sama, dalam bagian kamping dan kegiatan yang lainnya.
Kami disambut ramah oleh mereka. Kami langsung diajak ke ruang makan, dan makan malam di sana. Ayam geprek dan teh hangat manis, sungguh tidak terpikirkan sebelumnya. Kami mulai makan dengan lahap, tenaga kami sudah habis terkuras di bus.
“Enak Dra/” Nine memberikan apresiasi, itu berarti enak. Aku mengangguk singkat.
Kami selesai sudah pukul 5 sore. Pak Bagus dan orang di sana, menyuruh kami untuk beristirahat di penginapan. Agar kami dalam kondisi penuh untuk besok. Ada juga 2 tempat penginapan di sana, 1 putra dan 1 putri.
“Kalian bebas memilih ingin tidur dengan siapa dan juga kamar bagian mana, tetapi. Putra dan putri dipisah, ingat itu. Jika kalian ketahuan, kami tidak akan berbasa-basi lagi. Kalian langsung pulang dan kami akan melapor ke orangtua kalian, paham?” Salah seorang di sana menjelaskan
‘Paham.’ Jawab kami serempak.
Kami berpisah dengan Sera dan Bulan. Aku dan Nine, beserta teman cowok kami, menuju penginapan putra. Aku dan Nine sedang menimbang- nimbang, kami akan memilih kamar yang mana. Dan akhirnya aku memutuskan untuk memilih kamar tengah, dikarenakan dekat dengan wc yang terletak di ujung. Kalian ingat bahwa Nine penakutkan? Dia tidak mau terlalu dekat dengan wc dan juga terlalu jauh. Ribet memang bersahabatan dengannya, namun dia tetap sehabatku. Anak basket dan badan lumayan kekar, takut sama hantu.
“Aku mau di kiri Dra.” Nine menunjuk kasur di sebelah kiri.
“Kenapa?” Tanyaku kebingungan
“Ada jendela di kasur sana. Aku tidak mau pada saat aku tidur, ada yang mengintip di sana.” Nine menjelaskan dengan rinci, baiklah masuk akal. Aku mengangguk.
Kami membereskan barang-barang kami sekitaran setengah jam, dikarenakan kami akan berada di sini selama 3 hari 2 malam. Aku menyiapkan peralatan mandi dan menuju ke kamar mandi, tapi Nine menahanku.
“Van tunggu! Ini sudah malam, aku takut. Tunggu sebentar, kita bareng.” Nine bergegas membawa peralatan mandinya dan ikut di belakangku.
“Apa sih yang kau takutkan Nine? Di lorong ini kiri kanan, ada teman kita di kamar.” Aku berusaha menjelaskan kepada Nine, sedari tadi Nine menciut setengah mati.
Lorong memang gelap, di ujung hanya ada 1 lampu di wc. Tidak masalah, aku masih bisa melihat lantai dan tujuanku. Jarak antar kamar kami dengan wc sekitar 2 meter, meskipun kamar kami berada di tengah, tetap saja lumayan jauh. Ketika kami sudah hampir sampai dan berbelok ke arah kanan, untuk menuju ke kamar mandi. Dari belakang terdengar suatu langkah kaki, lama kelamaan seperti berlari ke arah kami. Suara itu semakin kencang, terlihat dengan samar-samar 1 bayangan.
“AAAHHHHHHH!” Teriak Nine.
“Tutup mulutmu Nine. Ini sudah malam, mereka tidur” Aku memperingati Nine.
Di depan kami berdiri seseorang, Wiliam. Ia tersengal menatap kami berdua. Wajahnya pucat dan juga keringat mengalir di dahinya. Aku mengkerutkan keningku, serta menurunkan tanganku yang teracung. Tanpaku sadari tanganku teracung ke arah Wiliam, berjaga-jaga dengan kekuatan telekinesis.
“Maaf, tidak bermaksud untuk mengagetkan kalian. Aku juga takut untuk pergi ke kamar kecil, perutku sakit. Hansen tidak mau menemaniku, jadi aku menunggu seseorang untuk pergi ke kamar mandi, agar aku bisa pergi ke kamar kecil.” Wiliam menjelaskan maksud dan tujuannya, dengan wajah yang kembali berangsur normal.
Nine hanya menghela napas panjang. Kami segera menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri. Baru setengah jalan aku membersihkan tubuhku, ada yang mengetok-ngetok pintu kamar mandiku.
“Aku duluan ya Dra, Nine.” Wiliam memberitahu kami.
“Ya.” Jawabku.
Aku segera menyelesaikan kegiatanku. Lalu mencuci muka dan menggosok gigi. Aku segera keluar dari kamar mandi, dengan mengikat handuk di pinggangku.
“Vandraaaa, tunggu.” Nine memperingati ku untuk menunggunya
Aku mendengar Nine menggosok giginya, serta mendengarnya mencuci muka. Ia seperti mempercepat langkahnya, lumayan lucu bagiku. Aku bosan menunggunya, iseng-iseng memperhatikan lorong yang tadi kami lewati. DUK, jantung ku berdetak dengan kencang. Aku melihat sosok itu di dalam mimpiku, matanya berwarna biru, tengah memperhatikanku. Aku mematung, mulai mengeluarkan keringat dingin. Samar-samar aku mendengar ada suara yang terdengar. Seperti geraman? Bukan, seperti suara kuku yang dihentakkan ke lantai berkali-kali. Aku merinding, ada sesuatu yang menepuk bahuku pelan.
Aku dengan refleks mengeluarkan telekinesisku ke arahnya, dan memalingkan wajahku untuk melihatnya. Aku terkejut bukan main,
“Nine?” Tanyaku
“Duhhh.” Nine mengaduh kesakitan
Nine terpelanting ke arah belakang, tersungkur di lantai. Sejenak aku melihat ke arah sosok bermata biru itu, lenyap. Dia pergi entah kemana. Aku segera membantu Nine berdiri.
“Itu apa?” Tanya Nine, ketika kami di kamar.
Aku mengunci pintu, takut makhluk itu akan masuk. Kami masih mengenakan handuk di pinggang, saling memandang. Baru aku menjawab pertanyaannya.
“Telekinesis.” Jawabku singkat.
Nine seperti tercengang,”Seperti Eleven?” tanyanya.
Aku mengangguk, sedikit menceritakan tentang ini. Dan menyuruhnya untuk tidak bercerita ke siapa-siapa, tanpa terkecuali.
“Ahhh.” Aku berseru kecewa, aku lupa membawa celana santai. Semuanya celana Jeans, aku menepuk jidatku pelan.
Nine segera menyadarinya saat aku mengeluarkan isi tasku, dan memandangi jeansku,”Pakai saja, aku membawa 2.” Nine melemparkan celana basketnya ke kepalaku.
Aku tersenyum” Makasih” Nine menganguk.
Sudah pukul 8 malam, kami memutuskan untuk tidur. Setelah lelah melakukan tanya dan jawab, tentang telekinesisku. Nine masih penasaran, dengan mengajukan beberapa pertanyaan konyol, seperti…
‘Apa kau bisa mencabut sehelai rambutku?’ Tanya Nine
Aku langsung menggeleng dan mempraktekkannya.
‘Aduh!’ Nine mengaduh pelan, rambutnya terasa dijambak oleh tangan yang tak kasat mata.
‘Terlalu spesifik, aku belum bisa. Mungkin butuh latihan yang panjang untuk menaikkan tingkat telekinesisku.’ Aku memberikan penjelasan.
Hingga Nine merasa lelah dan puas akan pertanyaanya dan jawaban yang ia dapat. Ia memutuskan untuk tidur, begitu juga denganku.
Aku tidak tahu, itu sosok apa yang berwarna biru. Hingga keesokan harinya, aku tahu bahwa mimpiku bukan sekedar mimpi. Itu hanya, aku menemukannya di hutan, sama persis. Aku menemukannya di saat uji nyali, namun makhluk itu ada di sana dan….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments