Sholeha lama menatap ponselnya sampai layarnya menggelap sangking bingungnya ia. Tak lama layar ponsel kembali menyala, terlihat satu pesan yang langsung terbuka.
Saya Hamdan Sholeh,
Menerima niat baik dan segera melamarmu
Benar saja Sholeha jelas tak perlu menduga-duga lagi. Dari pesan yang kedua kenapa justru hatinya kegirangan tak karuan kalau tau dia tidak ditolak.
Hem hati ya benar-benar terlalu.
Masih dengan kebingungannya dia berusaha membalas pesan itu secepat mungkin.
Boleh saya minta waktu?
Sekarang Leha belum mandi
Nanti ya, ba'da Maghrib saya balas kembali
Tulisnya se-adanya, tanpa menunggu balasannya Sholeha benar-benar melangkah menuju kamar mandi, sedikit terlihat berlari. Sepertinya pikiran Sholeha mulai tawuran dan hatinya mulai berdisco ria. Atau jangan-jangan, masih terpuruk belum kelar dari patah hatinya.
Lima belas menit, tak lebih sedikit pun benar-benar lima belas menit dia menyelesaikan mandinya. Bersamaan dengan adzan berkumandang, setelah merapihkan pakaian dan sebagainya Sholeha bersiap menunaikan kewajiban sholatnya.
Sepertinya dia akan berdoa cukup lama nanti, mengingat harus segera memutuskan jawaban apa yang harus dia berikan. Jika ia berkenan, bahkan ia tidak terlalu perduli dengan hasilnya. Dengan setenang mungkin dia mulai mengetikan sesuatu di ruang chat pribadinya.
Mas saya ingin berbicara
Apa bisa kita bertemu langsung?
Jelas saja itu bukan jawaban, melainkan penundaan waktu, seolah berlagak sekali gadis ini. Memangnya apa yang akan dia katakan setelah bertemu.
Boleh, apa perlu saya datang
Ke rumah mu langsung?
Eh malah tersenyum pada ponselnya
" Loh malah gini toh jadinya." dia sedang bergumam sendiri tanpa membalas pesan.
Tidak perlu, kita bertemu di rumah Mas Rizal saja
Setelah menentukan waktu dan tempatnya mereka mengakhiri pesan singkat itu.
***
Sebelum nomor baru mengubungi Sholeha sore itu.
Sementara di rumah Ayu dan suaminya alias kakaknya Sholeha, kedua suami istri itu sedang duduk santai di ruang tamu, bersama kedua putranya yang sedang bermain.
"Mah, Bapak telfon katanya Mas diminta bertemu Sholeh," ucapnya disela-sela tawa kedua putranya.
" Coba aja dulu Mas, siapa tau diterima kan !" dukung Ayu kepada sang suami.
Tanpa bertanya Ayu pun sudah tau maksud suaminya, sebab dia juga yang merekomendasikan Sholeh kepada mertuanya untuk jadi mantu. Karena mereka bertetangga Ayu paham betul kalau Sholeh adalah pria baik yang cocok untuk adik iparnya.
" Haduh kok malah Mas yang gugup gini ya mah, kalau ditolak gimana ya ?"
"Kan usaha dulu Mas, tak lihat Sholeha juga manut aja sama Bapak Ibu, ya meskipun katanya sedang patah hati."
" Lagian Leha ini kok malah pacarannya aja lama, ujung ujungnya ndak jadi nikah. " omel Rizal pada adiknya.
" Wong wes kadung loh Mas, namanya juga ndak jodoh" timpal Ayu yang sedikit tersenyum mendukung adik iparnya.
Rizal bersikap seperti itu karena dia sudah menasehati adiknya itu kapan hari. Dengan alasan " Mas mu aja ndak pacaran kok Ha, kamu malah banyak tingkah gitu" dia mengatakan berkali-kali pada adiknya sejak dulu.
Setelah mendapat dukungan dari sang istri, Rizal memutuskan menemui Sholeh di rumahnya.
Rizal belum sampai ke rumah Sholeh, pria itu terlihat baru kembali dari berpergian. Ragu Rizal hendak bertamu, ada maksud mengurungkan niat, tapi Sholeh malah menyapa dirinya terlebih dahulu.
" Mas Rizal, mau kemana kok ndak mampir?" kata Sholeh.
"Oh ini, memang hendak ke sini", Rizal menepikan motornya ke depan teras rumah tetangganya itu.
"Oh iya, silahkan masuk Mas, tak tinggal mandi sebentar ya ndak enak ini." sembari menciumi ketiaknya seolah memang bau sungguhan.
Meski sudah biasa datang kesini, tetapi kali ini terasa sangat berbeda.
" Oh iya Leh, saya ndak lagi terburu-buru kok, santai aja mandinya!"
Tidak lama Rizal menunggu, akhirnya Sholeh muncul dengan membawa dua cangkir kopi hitam, ia tau jika Rizal bertamu maka pembicaraannya akan berlangsung lama.
" Kok repot-repot Leh, saya cuma sebentar" ucap Rizal menyambut tuan rumah itu.
" Wong katanya ndak lagi terburu-buru, berarti ya mau lama Mas, saya sedang luang kok " jawabnya.
Satu hal yang membuat Ayu sangat mendukung perjodohan ini adalah Sholeh itu teman sedari kecilnya. Kata nya cuman aku ki ndak cinta sama dia, itu yang di sampai kan pada Rizal saat dia menyebut kan berbagai kelebihan Sholeh.
" Kamu baru nyampe rumah pasti capek lah Leh, saya sebentar saja" jawab Rizal tak ingin merepotkan.
" Ndak kok, tadi hanya antar barang sedikit ke seberang tempat pak lurah, "
Tak bisa menunda lagi maksud dan tujuannya, Rizal segera mengutarakan kepentingannya kepada Sholeh. Namun baru saja Rizal membuka mulut, hendak bicara datanglah Bu Nur dari dalam membawa satu piring makanan yang belum ia ketahui isinya.
" Silahkan di cicip Le, Ibuk baru buat onde-onde, sambil diteruskan ngobrolnya."
Buk Nur hendak pergi, namun dicegah oleh Rizal. Menurutnya sekalian saja agar keluarganya juga tau.
"Buk, duduk disini saja, Rizal juga ada penting sama Ibu, "
Setelah sempat terdiam ibu Nur mengangguk dan duduk di sebelah Sholeh.
Demi adikku ini, ku taruhkan harga diriku, ucap Rizal dalam hati.
Mengingat status adiknya adalah pihak wanita, yang sangat jarang melamar laki-laki seperti ini, yah meskipun belum pas kalau disebut melamar, hanya mencoba memulai ta'aruf terlebih dahulu.
"Begini Buk, Leh, saya diminta Bapak saya untuk menyampaikan atau lebih pasnya, saya meminta agar Sholeh mau menikahi adik saya Sholeha. Tapi jika Ibuk dan Sholeh berkenan, saya tidak memaksa." menunggu jawaban dari kedua nya Rizal belum berani berkata lebih panjang lagi.
" Sholeha, kamu taukan Le, masak ndak tau?" terlihat sang ibu menyenggol tangan Sholeh yang masih terdiam, dan terlihat bingung.
" Oh sekali kayaknya saya tau Bu, " Sholeh tersenyum ringan pada ibunya.
Setelah beberapa saat mereka terdiam, Bu Nur kembali bersuara.
" Ibu suka kok Nak, sama Sholeha" ucapan Bu Fatma membuat Rizal percaya diri walau sedikit, namun terlihat keraguan dimata Sholeh, atau ah entahlah. Rizal banyak berpikir melihat wajah pemuda itu, mungkinkah dia akan menolak atau langsung setuju saja, sungguh membuat Rizal penasaran.
" Saya mau ngobrol langsung dengan Sholeha Mas, mungkin lewat telpon" jawabnya.
Sedikit lesu Rizal mendengarnya, karena belum mendapat jawaban yang pasti dari Sholeh.
" Oh iya saya akan kirim nomernya ke kamu segera, maaf ya kalau keluarga kami terkesan aneh begini." Rizal sangat sungkan.
Rizal pun segera mengirimkan nomor Sholeha padanya.
Karena telah menyampaikan niatnya, Rizal pamit dan meninggal kan pelataran rumah Sholeh. Sampailah ia di rumahnya dan segera menyandarkan punggung pada sofa ruang tamu.
" Gimana Mas, Sholeh ndak nolak kan?" istrinya datang sembari membawa segelas air putih.
" Mudah-mudahan ndak ya mah, kayaknya Sholeh mau ngobrol dulu sama Sholeha" menerima gelas dari sang istri.
Terlihat wajah Ayu juga cemas, kepikiran sang adik ipar yang akan malu jika di tolak.
Ayu juga sangat berharap jika adik iparnya bisa menikah dengan Sholeh, teman sekaligus tetangga baiknya selama ini. Namun dia tidak bisa memaksa keduanya, hanya bisa berdoa semoga mereka berjodoh, jika usahanya tidak berhasil tidaklah mengapa yang terpenting sudah mencoba.
Lalu bagaimana dengan kang mas Sholeh yang masih tidak menyangka akan dilamar wanita diusianya yang mendekati 30 tahun itu. Meskipun pernah dekat, tapi itu dulu waktu keduanya masih kecil, pastilah butuh waktu untuk saling mengenal.
****
Sholeh merasa sedikit seneng meski sempat kebingungan. Setelah Rizal pulang tadi, ia masih terdiam ditempat ia duduknya. Bu Nur paham akan perasaan putranya, disentuh pundak putra tunggalnya itu dengan sayang.
" Jangan terburu-buru memutuskannya nak, coba dikenal dulu Sholehanya. Kalau ndak cocok juga ndak papa katakan saja pada Ibu, biar Ibu yang mengatakan pada keluarganya, Ibu juga masih sabar menunggu mantu Ibu datang. Yang penting anak Ibu bahagia kedepannya." jelasnya mencurahkan dukungan dan restunya.
" Tak coba mengenal dulu ya Bu, kalau jodoh ya pasti jadi " Sholeh menatap wajah anggun sang ibu.
Orang tua satu-satunya yang masih bersamanya, setelah sang ayah meninggal tiga tahun lalu.
Kemudian Ibu Nur kembali kedalam, memberi ruang untuk Sholeh berpikir.
Setelah meyakinkan diri, Sholeh beranjak memeriksa ponselnya, apa ada pesan dari Rizal seperti apa yang mereka bicarakan tadi.
Teryata benar sudah masuk beberapa menit yang lalu, tanpa berpikir lebih lama lagi diketiknya sebuah pesan dinomor yang baru ia dapat.
" Bismillah..... tak coba saja dulu." ucapnya meyakinkan hatinya untuk semakin berserah agar tidak terlalu pusing.
Tidak disangka balasannya malah membuat dia tersenyum geli, apa katanya saya belum mandi, jujur sekali dia.
Ya sudah lah, ternyata dia juga butuh waktu untuk menjawab. Sholeh membiarkannya, dia memahami apa yang sedang di alami Sholeha.
***
Sesuai pesan yang baru saja dikirim, Sholeha bersiap untuk pergi ke rumah Rizal, dia yang meminta pada Sholeh untuk menemuinya di rumah Rizal.
Terlihat Bu Fatma yang sedang membuntuti putrinya kedepan rumah,
" Ndak minta jemput Mas mu aja Nduk, malem-malem gini, ini si Bapak kok ya ndak di rumah toh." bu Fatma tampak cemas.
" Ibuk, deket juga loh. Nanti Leha nginap di sana aja ya Buk, mau main juga sama ponak an ku" jelasnya sambil mencium tangan ibunya
" Ya sudah hati-hati loh Nduk "
Sepanjang jalan yang tidak begitu panjang itu, terasa begitu singkat tanpa di sadari Sholeha sudah melipir ke garasi rumah Mas-nya.
" Mah Bibi mah, Bibi datang nih" teriak kedua keponakannya membuka pintu.
" Uh keponakan Bibi yang ganteng-ganteng, sedang apa kalian?"
Setelah menerobos masuk kedalam digandeng si Al, anak kedua Rizal. Muncul Ayu dan Rizal bersamaan dari arah dapur, mereka sedikit terkejut tapi tak berlangsung lama" Kangen sama Al dan Fatih" ucapnya Sholeha.
Kemudian mereka mengobrol ringan di ruang tengah sesekali Sholeha melirik jam dan ponselnya. Tak berselang lama terdengarlah salam dari pintu depan, yang membuat Sholeha semakin gelisah dan gugup.
"Sebentar ! " kata Ayu menghampiri daun pintu.
" Kamu ada janji Ha, sama Sholeh?" setelah Ayu kembali dari depan. Pertanyaan istrinya membuat Rizal menoleh pada sang adik.
" Hem iya Mbak, ndak papa ya pinjam rumahnya buat ngobrol" Sholeha nyengir kuda, merayu Mbak iparnya.
" Ya sudah temui gih, pinter juga adik mu ni Mas" seloroh Ayu yang sedikit tertawa.
Sedangkan Sholeha yang berusaha memberanikan diri menemui Sholeh malah gugup ndak jelas hendak mengatakan apa. Sudah terlanjur bertemu, dia coba menyapa dengan sedikit senyuman agar terkesan ramah.
Dari hasil penglihatan Sholeha, ah iya benar sekali pria ini yang disebut ibu orang baik dan terlihat sederhana. Bahkan dari senyum yang diberikan kepada dirinya bisa terlihat begitu manis oleh Sholeha.
Astagfirullah...
Dasar mata emang suka ndak bisa bohong. Duduklah ia dihadapan si tamu, di tundukanlah pandangannya. Kemudian Sholeha sengaja menarik nafas sebelum mengucapkan sesuatu.
"Maaf ya Mas, kalau menggangu."
"Tidak masalah, saya sedang santai " jawab Sholeh cepat.
Mereka sempat saling pandang, kemudian kompak menunduk wajah keduanya, ketika Ayu datang mengantarkan secangkir teh hangat.
"Saya tinggal ya Leh, jangan lupa diminum tehnya!" pesan Ayu hanya mendapat anggukan dari Sholeh.
"Jadi bagai mana, ?" itu saja yang dia ucapkan.
Sholeh terlihat meneliti wajah Sholeha, mungkin dia berusaha mengingat pernah bertemu di mana sebelumnya, dari wajahnya Sholeh tak begitu menanti jawaban Sholeha, seolah ia telah mengetahui apa yang akan ia dengar dari gadis itu.
Apa mungkin Sholeh juga tau jika dirinya sedang bingung dan tak bisa berpikir dengan baik?
" Saya baru saja putus cinta Mas, otomatis saya sedang patah hati," hanya itu saja yang dia katakan.
Sholeha masih bingung mau ngomong apa. Biarlah jika dikata sinting sekalipun, dia sudah tidak punya bahasa lagi untuk mengatakan ketidak siapanya menerima orang baru.
Dalam hatinya ditolak malu sedikit toh dia belum cinta. Setidaknya dia memiliki kesempatan untuk memilih yang lain atau mungkin kembali pada yang dulu alias mantan. Meskipun Sholeha mengakui pria dihadapannya sekarang ini terlihat sedikit tampan dengan kumis tipisnya, tapi Sholeha belum bisa menerka apa yang ada dalam hatinya.
Sedikit komentar kesan pertamanya ketika bertemu dengan sosok yang akan dijodohkan dengannya. Sholeha melihat dirinya, ada rasa tidak pantas untuk pria yang terlihat dewasa dan mapan sedangkan ia masih tidak karuan hidup dan masa depannya.
"Semoga saja dia menolak" Sholeha berdoa dalam hati, tak perduli lagi pada rasa malu jika benar-benar di tolak.
Dia tak perduli. Semoga saja dia melihat kekacauwan dirinya hari ini, dan berpikir dia masih anak-anak yang labil dan sebagainya.
Sholeha tidak bisa menerima semua ini dengan mudah. Terserah jika semua orang akan memarahinya dia tidak perduli.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Nikfyni
malu-malu gitu ya
2023-10-17
0
auliasiamatir
ya ammpiuuunn gregetan aku,ingat masa abg 🤣🤣🤣
2023-10-17
1
Wawan
Hadiiir ... Semangat ✍️
2023-08-19
1