" Ibu juga setuju loh Nduk, lagian kamu belum jadi dilamar sama si Arman kan, biar Bapakmu yang bicara sama nak Sholeh" desak bu Fatma.
" Ibu kok gitu sih, malu lah Leha, Leha juga masih muda ini, kan masih ada waktu untuk memilih Bu" jawabnya cepat.
Sulaiman terlihat meneliti perkataan putrinya, ada rasa bersalah jika harus memaksa tetapi dia sungguh ingin menikahkan Sholeha dengan pria yang di pandangnya cakap dalam berinteraksi dan mengatasi tanggung jawabnya.
"Di coba dulu ya Ha, Bapak juga ndak memaksa kok " ucapnya pelan.
"Harus ya Pak, Leha belum kenal sama sekali soalnya" Sholeha beralasan.
"Masa ndak kenal wong Nak Sholeh juga masih tetangga Mas mu, sejak kecil kalian sering bertemu " ibu kembali mengingatkan.
Memang benar pria bernama Sholeh itu tetangga kakaknya, tapi sudah lama mereka belum pernah berbincang secara langsung. Aneh juga kalau dia sampai dekat dengan tetangga kakaknya, yang jarak usia juga lumayan jauh. Hanya sedikit cerita yang dia dengar tentangnya, tak lebih dari pujian sang Mbak ipar menyebutnya sebagai pemuda rajin dan Sholeh.
"Biar Bapak minta Mas mu berbicara terlebih dahulu, soal ini. "
Sholeha kebingungan dengan pertanyaan dan pendapat beruntun dari bapaknya.
"Apa ndak nanti aja Pak, nunggu Leha sembuh dari patah hati," pintanya memelas.
"Kalau nunggu luka kamu kering ya keburu Nak Sholeh pilih orang lain toh Nduk. Lagian Ibu ndak lihat kamu sedih, padahal batal lamaran sama Arman. Kamu ndak terlalu cinta kan sama dia, sudah manut saja Nduk, dicoba dulu pokoknya, nanti jika kamu yang ditolak sama Nak Sholeh baru Ibu izinkan kamu cari sendiri lagi"
Sangat panjang rayuan dan perintah ibu, diucapkan secara tegas dan memaksa. Sholeha tetap belum memberi jawaban.
Setelah obrolan keluarga itu dianggap selesai, Sholeha mengurung diri di kamar. Kembali teringat pada perkataan bapaknya kemarin setelah batal dilamar, dukungan dan kebebasan yang iya dengar terasa tidak berlaku pada malam ini.
" Kayaknya Bapak deh yang suka sama dia" ucapnya pada dirinya sendiri.
Duhai malam yang begitu dingin, kenapa kamu tak kunjung berlalu. Sholeha benar-benar ingin segera pagi, setelah tawaran ibu dan bapaknya yang mengganggu waktu tidurnya.
Seolah do'anya terdengar sang malam, tak terasa pagi pun telah datang, begitu cerah dan hangat sinar matahari menambah semangat Sholeha yang sedikit berkurang.
Terlihat gadis yang masih tak karuan pikirannya itu menuju motor kesayangannya hendak bekerja. Setelah berpamitan dengan bapak yang juga sedang bersiap pergi ke sekolah untuk mengajar, ia menyalami ibunya didepan pintu rumahnya.
"Inget ya Nduk, Ibu ndak menerima penolakan, khusus untuk Nak Sholeh kecuali kamu yang di tolak. "
" Ibuk ndak malu kalau Leha yang ditolak ?" Sedikit terdengar sedih dari mulut mungil Sholeha.
"Ndak, pokoknya harus ikhtiar dulu !"
Tidak disahuti lagi perkataan ibunya, melaju lah motor Sholeha dengan tenang.
Sebisa mungkin ia harus fokus dan jangan sampai ia melamun kalau ingin sampai di tempat kerjanya dengan selamat. Hanya saja hatinya tetap tak bisa berhenti bercengkrama mengatai ibunya yang terlalu suka kepada pria itu.
"Dulu sama si mantan ndak seperti itu" kata si hati yang sedang rancu dengan otaknya.
***
Sembari menumpuk soal dan bahan ajar untuk di bagikan pada anak-anak, Irma datang mengambil tumpukan kertas itu.
" Ha, ntar kita ngobrol ya" pesan Irma.
Sepertinya terlihat jelas oleh sahabatnya, jika dia sedang pusing tujuh keliling, Sholeha hanya mengangguk saja tanpa menjawab Irma. Hem, galaunya ndak karuan ya ternyata. Sepertinya dia juga lupa pada perutnya yang belum terisi.
"Kita sambil makan ya Ir, belum sarapan aku" pintanya dan mengeluarkan kotak bekal dari tas.
"Iya santai aja, aku juga belum makan."
Sebelum menyuapkan makanannya Irma malah sudah tidak sabar menanyai Sholeha yang terlihat galau tak berujung itu, seakan gemas sendiri kalau belum diceritakan. Sungguh sangat perhatian kan sobat yang satu ini, tetapi kadang-kadang sedikit kepo juga.
" Jadi kenapa lagi?"
"Ibu sama Bapak jodoh-in aku dengan Kang Mas Sholeh" jawabnya singkat.
" Sholeh siapa, aku kenal ndak. Kok terkesan buru-buru gitu prosesnya?"
Padahal dia yang jelas terburu-buru bertanya pada Sholeha.
"Singkatnya, Bapak sama Ibuk yang suka sama dia. Aku juga kesel sama mereka ndak ngerti anak gadisnya ini lagi patah hati sepatah patahnya, " jawabnya dongkol. Hampir saja dia tersedak kering tempe yang sedang di kunyahnya.
"Ha ha ha, gerak cepat amat paklek man."
Tawa Irma berhasil membuat Sholeha semakin jengkel. Di hentaknya sendok dan terus memukul bahu sahabatnya itu.
" Kamu ndak sedih lihat aku. Aku lagi kesel ini" omelnya.
Meskipun tidak ada solusi setelah bercerita dengan Irma, setidaknya bebannya sedikit berkurang.
***
Seperti kedua orang tuanya, Irma juga menyarankan untuk mencoba mengenal dulu, lagian tidak ada salahnya ikhtiar lebih keras katanya tadi, Tentu saja tambah kesal Sholeha menanggapi saran Irma belum lagi di tambah ledekannya yang membuatnya tersadar kalau perjodohan adalah hal yang sangat kuno di zaman sekarang.
" Leha mah jahat bener, si mantan udah di tinggal aja "
Tentu saja dia sedikit berpikir, namun apalah dayanya kalau sudah ibuk yang bertindak, toh selama ini Arman juga tidak ada niat berjuang untuk menikahinya, Itu yang terpikirkan olehnya sendiri selama ini.
Sudah dari asar tadi Sholeha sibuk di dapur memasak apa adanya, yang penting makan malam ada lauknya. Kegiatan sederhana yang menjadikan Sholeha sedikit terlihat bahagia tanda ada perbaikan dari moodnya.
Tentu saja ada sebabnya, diam-diam dia telah menyerap berbagai penjelasan bagus tentang Kang Mas Sholeh yang katanya memang sangat baik. Sepertinya ada satu titik terang untuk keputusannya kedepan.
"Alhamdulillah, selesai juga." sebutnya lirih sambil mencoel sedikit hasil masakannya. Sepertinya pas di takaran dan seleranya gadis itu.
Biasanya jika setelah ia merampungkan urusan dapur Sholeha bergegas mandi. Kali ini Sholeha memilih duduk sebentar di bersama bapaknya di ruang tengah.
"Ibu kemana Pak ?"
"Barusan keluar, ndak tau kemana" kata bapak tak sedikit pun mencari sang istri.
Keringatnya sudah mengering, tapi malas geraknya masih menempel. Membuat Sholeha sedikit bermalas-malasan. Karena tidak bisa di tutupi, jika sebenarnya Sholeha sedikit pemalas.
"Oh iya Nduk, soal kemarin Bapak sudah obrolin dengan Mas mu, nanti tunggu kabar darinya ya."
Tidak bohong, jika sekarang Sholeha sedikit penasaran dengan sosok Sholeh. Ia tak perduli dengan hatinya yang patah hati, toh dia hanya perlu menahan malu.
"Mas mau ngapain kira-kira ya Pak, kok Leha jadi kepikiran gini?" kata Sholeha berbasa-basi.
"Ya ngomong toh sama Nak Sholeh, kalau Bapak punya niatan meminang dia untuk kamu, biar jelas tujuannya, orang Mas mu ya setuju-setuju wae."
Sholeha hanya diam dan menunduk, duh malu sekali dirinya...
Apa tanggapan pria itu padanya? sekarang urusan menolak atau menerima bukan urusannya sekarang, dia hanya bisa berharap bisa menahan malu saja nantinya.
"Bapak,,, Leha malu loh kalau begini, apa ndak bisa diurungkan saja niatnya? tawarnya sekali lagi mencoba.
" Malu sedikit ya ndak apa-apa, Nak Sholeh dan keluarga pasti memaklumi. Biar Bapak ikhtiar dan mencoba terlebih dulu ya Nduk. Sukur-sukur dia mau menerima kamu ."
Tuh kan malah dia yang disuruh diam dan tak berpendapat. Sholeha hanya tak tega jika harus berselisih paham dengan ayahnya itu, setidaknya dia tau jika kedua orang tuanya tidak akan berbuat buruk pada masa depan anaknya. Begitu lah kiranya ia memahami keputusan bapak kali ini.
Tidak lama dari itu, Sholeha masuk ke kamarnya, lagi-lagi hanya ingin berdiam diri saja. Berkurang sedikit niat awalnya yang akan segera mandi, mungkin menunggu hatinya tenang dulu.
Tiba-tiba saja, terdengar notifikasi pesan dari ponselnya. Diraihnya benda itu yang berdiam di atas nakas. Terlihat nomor baru mengirim sebuah pesan.
Jika saya yang suka kamu
Apa kamu jawab iya
Bergetarlah hatinya, sampai tergagap di tempatnya berdiri.
"Loh, siapa ini?" ucapnya se-tenang mungkin.
Sholeha merajut bibirnya tersenyum, cara bicaranya di pesan itu sangat lempeng dan terkesan kuno. Dia menebak apa dia setua itu hingga tak bisa menuliskan pesan yang sedikit romantis dengan benar. Sholeha tertawa melihat ponselnya,
" Gayanya keras banget kalau ngomong kaya batu, hahaha "
Sholeha memiliki sifat jelek khusus pria baru itu, dia hobi menertawakan Sholeh dibelakang, sangat buruk tetapi ia menyukainya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments