Satu jam kemudian di PT Emrach Company (PT EC)
“Tuan, saya sudah mendapatkan data-data siapa saja yang sudah menghianati anda.” Anton menyerahkan sebuah flashdiks kepada ayah Bagas dan segera setelahnya ayah Bagas menerimanya ia langsung menyambungkan flaashdiks tersebut ke laptop miliknya.
“Apa data ini bisa aku percaya?” Tanya ayah Bagas.
“Tentu saja Tuan.” Jawab Anton mantap.
Butuh beberapa saat menunggu untuk membuka file itu. Dan saat sudah terbuka sepenuhnya, ayah Bagas mulai menscoll nama-nama yang tertera pada file yang diberikan oleh asisten pribadinya. Rahang ayah Bagas menegang, wajahnya memerah dan giginya saling bergemelatuk menahan amarah yang sudah di ubun-ubun saat melihat jika dalang dari semua masalah ini adalah seseorang yang sangat ia kenal dan percayai.
“Sh*t.” Pekik ayah Bagas.
“Beraninya dia melakukan ini padaku padahal selama ini aku sudah sangat mempercayainya.” Ujar ayah Bagas.
“Anton segera kumpulkan semua orang-orang yang sudah terlibat dan bawa mereka semua ke tempat biasa.”
“Baik tuan.”
***
“Rick, gue sudah tahu identitas Rain yang sebenarnya.” Ricko yang siang itu sedang menikmati sebatang rokok pun langsung mematikan puntung rokoknya ke dalam asbak. Saat ini Ricko bersama adit sedang nongkrong di sebuah basecamp milik mereka yang letaknya tak jauh dari arena sirkuit balap kemarin.
“Loe serius?”
“He’em.” Ucap Adit dengan penuh keyakinan.
“Jadi siapa dia sebenarnya?” Tanya Ricko dengan tidak sabaran.
“Sabar dulu bro. Loe harus janji dulu sama gue kalau loe bakalan ngabulin apapun permintaan gue karena udah berhasil dapetin info ini.”
“Ribet banget sih loe. Ya udah iya cepetan kasih tahu gue siapa dia sebenarnya!” Adit tersenyum penuh kemenangan saat mendengar perkataan Ricko barusaja.
“Loe pasti nggak bakalan nyangka siapa Rain sebenarnya. Lihat ini!” Ucap Adit dengan menyerahkan ponsel miliknya kepada Ricko, di dalam ponsel itu terdapat video Embun yang sedang membuka helm fullface miliknya dari arah belakang.
Kedua mata Ricko tampak membola saat melihat video dimana seseorang berambut panjang yang barusaja membuka helm. Dan benar dugaannya jika Rain adalah seorang perempuan. Semalam saat ia melakukan balapan, Ricko merasa jika postur tubuh dan gaya menyetir Rain tidaklah seperti laki-laki namun Ricko menepis dugaan itu dengan positif thinking. Mungkin saja Rain memang memiliki postur tubuh yang kecil, pikirnya. Namun saat Adit berkata jika mungkin saja Rain adalah seorang cewek rasa curiga Ricko kembali hadir.
Ricko menyeringai, sebuah senyuman yang sarat akan maksud. “Good, lalu siapa cewek ini dan dimana dia sekarang?” Tanya Ricko.
“Mana gue tahu. Loe sudah lihat sendiri, di video itu muka Rain nggak kelihatan.” Ucap Adit acuh.
Plak
Sontak Adit mendapatkan pukulan keras di bagian kepalanya dari Ricko. “Dasar bodoh. Kenapa nggak cari tahu sekalian?”
“Lha semalem kan loe cuma nyuruh gue buat cari tahu Rain itu cewek atau cowok kan?” Ucap Adit.
Ricko hanya bisa menepuk keningnya, merasa heran dengan dirinya sendiri bagaimana bisa ia memiliki seorang sahabat yang otaknya super duper lemot seperti Adit. Dengan langkah panjang, Ricko memilih pergi dari sana daripada harus kehilangan kesabarannya saat bersama Adit.
“Loe mau kemana Rick?”
“Mau ke kampus pacar gue.” Ucap Ricko.
“Halah pacar apaan, pacar yang nggak loe anggep. Dasar playboy gila.” Ricko memilih mengabaikan ucapan Adit dan berlalu begitu saja sambil melambaikan tangan tanpa melihat arah belakang.
“Gue jadi penasaran siapa cewek yang akan menaklukan si Ricko nanti, karena sampai sekarang gue lihat dia nggak pernah bener-bener jatuh cinta.” Gumam Adit sambil melihat Ricko yang mulai menghilang dari balik pintu.
***
Jam istirahat tiba. Embun diikuti tiga serangkai pergi ke kantin untuk makan siang bersama. Mereka memesan menu sederhana yang disediakan oleh pihak kampus dan duduk melingkar di area dekat taman.
Embun tampak tidak fokus kala itu karena ada beberapa hal yang ia pikirkan terkait sang ayah. Tak biasanya ayah Bagas belum membalas pesan yang sedari pagi iya kirimkan. Embun teringat kejadian semalam saat melihat ada guratan lelah yang sangat kentara di wajah sang ayah hingga terlihat pucat.
“Guys gue merasa, sepertinya kita nggak akan bisa kumpul-kumpul seperti biasanya lagi dech.” Ucap Jessy.
“Yah, kok gitu Jey?” Tanya Nina.
“Loe gimana sih Nin, sekarang ini kita sedang nulis tugas akhir dan loe tahu kan maksudnya apa, nggak perlu dong kita jabarin satu per satu.” Ucap Juna.
“Oh iya, gue lupa.” Nina hanya bisa nyengir kuda merutuki kebodohannya.
“Iya, gimana kalau kita adain acara kumpul-kumpul hari ini biar nanti nggak terlalu kangen saat kita harus LDR?” Tanya Jessy.
“Ide bagus tu. Gue sih setuju.” Jawab Nina.
“Gue juga.” Tambah Juna. Ketiga serangkai itu menoleh ke arah Embun yang sedari tadi hanya diam saja. Nina menyikut lengan Juna, agar dia mau bertanya pada Embun yang tengah asyik dengan lamunannya.
“Mbun Loe kenapa? Muka loe kusut banget kayak baju yang sudah seminggu kagak di setrika.” Ujar Juna.
“I’m okey.” Ketiga serangkai hanya mengangguk-anggukan kepala seolah apa yang di katakan Embun adalah kebenaran padahal hati mereka tidak seperti itu.
“Mbun, jangan bilang semalem loe jadi balapan terus loe kalah, makanya sekarang loe jadi galau kayak gini?” Tanya Jessy.
“Oh iya gue lupa, gimana-gimana loe pasti menang dong?” Sambung Juna.
“He’em.” Jawab Embun singkat tanpa memberikan komentar lebih.
“Terus kenapa kalau menang muka loe kayak orang yang belom mandi gitu?” Tanya Juna.
“Gue emang belom mandi.” Jawab Embun acuh.
“What.” Ucap tiga serangkai bersamaan.
“Ihh loe jorok banget sich Mbun.” Ujar Nina.
“Ya mau gimana lagi gue bangun kesiangan tadi dan nggak sempet mandi.” Ucap Embun enteng seolah itu bukan apa-apa. Dengan santainya ia minum es jeruk seperti tidak terjadi apapun saat itu.
Hening, tidak ada obrolan dari mereka karena masih fokus dengan makanan masing-masing.
“Tu makanan nggak bakalan bikin loe kenyang kalau cuma loe anggurin terus loe aduk-aduk aja, Markonah.” Ujar Juna yang merasa gemas dengan tingkah Embun yang sedari tadi sibuk melamun dan mainin makanan miliknya.
“Gue lagi nggak selera makan.” Jawab Embun.
“Loe baik-baik aja kan, Mbun? Gue lihat tadi di kelas loe juga lebih banyak melamun.” Tanya Nina.
“Gue baik, cuma kepikiran bokap aja.”
“Emang om Bagas kenapa?” Tanya Jessy.
“Iya Mbun om Bagas baik-baik saja kan?” Tanya Juna.
“Entahlah. Loe pada tahu sendiri kalau bokap gue selalu menyembunyikan masalahnya dari gue karena nggak mau gue khawatir. Kayaknya gue mau pulang aja deh, mau langsung ke kantor bokap. Sorry ya gue nggak bisa ikutan kumpul-kumpul bareng kalian hari ini.” Ucap Embun.
“Okey nggak masalah, hati-hati dan jangan lupa kabarin kita-kita jika loe ada masalah.” Ujar Jessy.
Embun mengangguk dan pergi ke perusahaan ayah Bagas saat itu juga. Ia berjalan sedikit terburu-buru dan tanpa sengaja menabrak seseorang, kepala mereka saling terbentur kuat.
“Aww.” Pekik Embun dan orang itu secara bersamaan.
“Loe.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments