“What?” Ucap Juna dan Jessy berbarengan dengan suara yang sedikit keras dan hal itu membuat gendang telinga Embun serasa mau pecah, bahkan tak jarang pengunjung cafe yang ada disana juga ikut menoleh memperhatikan empat serangkai itu. Sungguh sialan mereka batin Embun.
“Maksud loe pak Adnan Kusuma, yang ganteng itu?” Ujar Jessy dan langsung diangguki kepala oleh Embun.
“Gila beruntung banget loe Mbun. Dapet DPA ganteng, smart, dan baik kayak pak Adnan.” Ucap Juna.
“Biasa aja kali.”
“Apanya yang biasa aja. Kita juga mau kali dapet DPA macam pak Adnan gitu, iya nggak.” Ucap Jessy. Mereka semua sontak menganggukan kepala membenarkan ucapan Jessy. Dan dilanjutkan untuk sekian kalinya mereka menghela napas panjang bersama.
“Mbun bukannya tadi pagi loe bilang mau cerita sesuatu sama kita?” Tanya Nina.
“Oh iya guys gue lupa belum cerita, tumben loe inget Nin?” Nina mencebikkan bibirnya karena tahu jika saat ini Embun sedaang menyindir dirinya. Sedangkan pelaku hanya bisa nyengir kuda seolah tak merasa bersalah sama sekali.
“Tadi pagi gue dikejar-kejar sama mobil polisi?” Ketiga sahabat Embun terdiam, tak ada respon apapun seperti yang Embun harapkan.
“Kok kalian diem aja sich, komen kek, kasih tanggepan kek, apa kek?”
Tiga serangkai tersebut hanya bisa menghembuskan napas kasar. “Bukannya loe udah sering di kejar-kejar sama polisi?” Ucap Jessy.
“Beda dong Jey, kali ini polisi kejar gue bukan karena balap liar, tapi karena gue tadi lewat jalan tol.”
“Gimana ceritanya?” Tanya Nina.
“Waktu dipersimpangan jalan deket pintu masuk tol X ada mobil yang tidak sengaja mau nyempet motor gue. Bukannya minta maaf secara baik-baik, pemilik mobil itu langsung menyodorkan segepok uang ke gue dan pergi begitu saja. Tentu aja gue nggak terima, dia pikir gue apaan coba? Sontak gue langsung kejar mobil itu sampai masuk jalan tol. Tapi sialnya, saat gue udah berhasil berhentiin tu mobil ada mobil polisi dateng.”
“Gue tebak loe pasti kabur?” Tebak Juna.
“Tentu saja, gue nggak mau cari mati kalau sampai bokap gue tau. Dan untungnya gue inget nomor plat mobil itu.” Ucap Embun dengan menggebu seolah ingin meluapkan amarah yang sudah ia pendam.
“Ternyata loe takut juga sama om Bagas.” Ucap Jessy dengan seringai mengejek diwajahnya.
“Terus duwitnya?” Tanya Nina.
“Kalau duwit aja ceper loe!” Juna menoyor kening Nina pelan.
“Yah kan gue penasaran Jun.” ucap Nina.
“Gue kasih ke pemulung.”
*
“Guys gimana kalau nanti malem kita nobar bola di tempat gue. Kebetulan nyokap dan bokap gue nggak ada di rumah?” Tanya Jessy memecah keheninggan setelah sekian lama mereka saling diam.
“Setuju.” Sorak Nina girang.
“Sorry Jey, gue nggak bisa. Gue ada janji sama temen kelas mau discuss soal tugas akhir.” Ucap Juna.
“Mbun, loe gimana?” Tanya Jessy.
“Sorry gue juga nggak bisa Jey.”
“Emang apa rencana loe malam ini?”
“Gue ada janji bareng bang Alex malem ini.” Ketiga orang yang ada di hadapan Embun tampak tercengang mendengar nama itu.
“Gila loe. Nggak ada kapok-kapoknya jadi orang loe Mbun, bukannya bokap loe udah wanti-wanti kalo dia nglarang loe buat ngejoki balap liar lagi?” Ucap Juna.
“Bener tu Mbun, gue suka ngeri kalo loe udah janjian sama bang Alex.” Ujar Jessy.
“Loe nggak inget apa beberapa bulan lalu loe hampir aja ko*it? Lebih baik loe batalin aja dech Mbun! Ini juga demi kebaikan loe sendiri kan.” Ucap Juna.
“Bener tu Mbun. Meskipun balapan itu menyenangkan sih.” Ucap Nina.
“Tau dari mana loe kalau balapan itu menyenangkan?” tanya Juna.
“Juna kenapa sih loe selalu saja nething sama gue, gini-gini gue juga pernah nonton balapan kali.” Ujar Nina.
“Benarkah?” Nina menjawab dengan anggukan kepala.
“Dimana?” Juna merasa penasaran akan cerita sahabat lemotnya itu.
“Di televisi itu lo Jun, acara MotorGP.” Jawab Nina polos.
“Bukan MotorGP Nina sayang, tapi MotoGP, M-O-T-O-G-P.” Jessy mengeja setiap huruf dengan sedikit menggertakan giginya karena merasa gemas akan tingkah sahabatnya yang super unik binti lemot seantero itu.
“Iya kan sama aja Jey, cuma beda dikit doang.”
“Tetep aja beda dodol.” Ucap mereka serentak dan sukses membuat Nina menutup kedua telinganya akibat pengang.
“Stopp. Kenapa jadi ngomongin MotoGp sih, kita itu lagi bahas Embun bukan yang lain.” Ucap Juna.
“Mbun, kita tetap pengen loe batalin rencana loe ntar malem. Jangan suka cari masalah dech?” Ucap Jessy.
“Ya gimana lagi ada yang nantangin gue, masa gue nggak jabanin. Ini tentang harga diri gue sebagai pembalap, guys”
“Harga diri loe bilang. Parah loe Mbun. Kemarin loe hampir kecelakaan, sekarang loe mau ngulangin lagi kegiatan nggak guna loe itu. Bahkan sekarang loe mengatasnamakan harga diri. Huh… terserahlah gue capek. Tapi inget! Kalau sampe ada apa-apa, gue kagak ikutan.” Ucap Jessy sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
“Ayolah Jess, santai aja. Jangan gitu dong! Ya ya.” Embun menggoyang-doyangkan lengan Jessy seolah merayu.
“Kita semua bilang gini tu karena peduli sama loe Mbun, kita nggak mau loe kenapa-kenapa.” Nina dan Juna mengangguk dan membenarkan apa yang diucapkan oleh Jessy. Sedangkan Embun bukannya mengerti tapi malah mengedip-edipkan kedua bola matanya sambil menyangga kedua tangan di dagu seolah ia ingin merayu sahabatnya agar tidak marah padanya, karena dia tahu jika sahabatnya sudah marah, mereka akan memberitahu ayah Bagas tentang semua rahasianya. Dan yang pasti ayah Bagas akan menghukumnya dengan hukuman yang sangat berat yaitu menyita Jaguar. Sungguh itu hukuman yang paling menyiksa bagi Embun karena harus terpisah dengan kekasih hatinya.
“Au ah gelap.” Acuh Jessy
***
Sementara sore hari di sebuah gedung perusahaan seorang asisten presdir sedang melakukan sidak secara memdadak di berbagai departement. Pria berwajah tegas dan dingin tersebut tampak begitu marah setelah beberapa kali membolak-balik laporan yang ada di meja kerjanya. Ia menemukan beberapa kejanggalan pada laporan yang saat ini sedang ia baca.
“Sial.” Pekik Anton, pak Aldo dan asistennya yang saat sedang berdiri di depannya terkaget hingga menjingkat.
“Laporan macam apa yang kamu berikan kepada saya, hah? Laporan ini…” Anton mengangkat lembaran laporan yang tadi ia baca ke udara. “Tidak sesuai dengan yang kalian laporkan kepada saya selama beberapa bulan terakhir.”
“Kenapa kalian diam. Jawab!” Bentak Anton kepada dua orang tersebut namun yang dibentak justru hanya bisa menundukan kepala ke bawah.
“Oh jadi kali masih tetap akan bungkam?”Anton berdiri dari tempat ia duduk dan berjalan memangkas jarak dengan kedua orang itu. “Baiklah jika itu mau kalian, jangan salahkan saya jika besok pagi tuan Bagas akan menerima laporan ini. Kalian pasti tau apa yang akan terjadi selanjutnya bukan?” Tanya Anton.
Pak Aldo dan asistennya langsung menegakkan wajahnya menghadap Anton, seolah tahu apa yang dimaksud oleh asisten pimpinan perusahaan tempat mereka bekerja.
“Tuan, kami mohon jangan lakukan itu. Percayalah kami sama sekali tidak terlibat dengan kejadian ini.”
“Tidak terlibat kamu bilang? Di perusahaan ini kamu yang bertanggung jawab menjadi manager operasional, harusnya kamu tahu jika ada yang tidak beres pada setiap laporan ini. Dan sekarang kamu bilang jika kamu tidak tahu apapun mengenai hal ini?”
“Saya tidak ingin mendengar ocehan kalian lagi. Sekarang juga cepat keluar dari ruangan saya.
“Tapi tuan-“
“Ke-lu-ar.” Mau tak mau kedua bawahan Anton pergi meninggalkan ruang kerjanya saat itu juga.
Setelah kepergian dua orang bawahannya Anton tampak mengurut pangkat hidungnya yang tiba-tiba terasa pusing.
“Bagaimana aku harus menjelaskan pada tuan Bagas?” ******* napas berat Anton keluarkan mengingat keteledoran yang barusaja ia lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Wawan
Lanjuuut ... ✍️
2023-07-23
0