BAB 3. Memaksakan Kehendak.

“Miko!!!” pekik sebuah suara seorang perempuan paruh baya yang mengenakan hijab lebar. Perempuan itu datang tergopoh-gopoh menghampiri Jatmiko dan Zodi yang sedang berdiri di depan rumahnya.

“Mia. Apa kabar?” Jatmiko dan perempuan itu bersalaman.

“Alhamdulillah, baik. Ya ampun. Udah lama gak ketemu. Ini?” tanya Mia seraya melihat kepada Zodi.

“Oh, ini anakku. Namanya Zodi. Zodi, kenalin, ini temen kuliah Papa dulu. Namanya Tante Mia.”

“Zodi, Tante.” Ujar Zodi menyalami dan mencium sopan punggung tangan Mia.

“Wahhh. Cantiknya. Ayo-ayo, kita masuk. Ngobrol di dalam aja.”

Jatmiko dan Zodi mengikuti Mia masuk ke dalam rumahnya.

“Silahkan duduk.” Mia mempersilahkan tamunya itu untuk duduk.

Zodi duduk di sebelah Jatmiko.

“Ranu mana?” Jatmiko menanyakan keberadaan suami Mia.

“Lagi mandi. Soalnya abis pulang dari kantor. Tunggu sebentar, ya.”

Mia kemudian berjalan ke dapur dan meminta asisten rumah tangganya untuk membuatkan minuman untuk tamunya. Sementara ia sendri menuju ke kamar untuk memanggil suaminya.

“Mas, udah selesai mandinya? Itu Miko udah datang.” Mia memberitahu Ranu saat suaminya itu sedang mengganti pakaian.

“Oh. Iya.”

Tak berapa lama kemudian, Mia dan Ranu sudah muncul kembali ke ruang tamu. Duduk bersama dengan Jatmiko dan Zodi.

Rasa zanggung luar biasa sedang dirasakan oleh Zodi. Apalagi saat para orangtua itu sibuk bercerita tentang  masa lalu yang sama sekali tidak melibatkannya.

“Anak-anak kalian mana?” tanya Jatmiko kemudian.

“Yang cewek tinggal sama suaminya di Magelang. Kalau yang cowok, gak tau deh kok jam segini belum pulang,” jawab Mia.

“Jadi kalian udah mantu? Kenapa gak kasih kabar?”

“Lupa, Miko. Maaf. Hehehehehe.” Ranu menimpali.

“Zodi udah kuliah? Apa masih sekolah?” tanya Mia.

Zodi bernafas lega. Akhirnya, ia diajak bicara juga.

“Udah tamat sekolah, Tante. Tapi gak kuliah.”

“Ooh....” ada gurat rasa tak enak hati dari raut wajah Mia. Ia merasa sudah menyinggung gadis itu.

“Ngomong-ngomong masalah kuliah, besok rencananya aku mau daftarin Zodi kuliah di UGM.”

“Oh, iya. Bagus itu.” Mia antusias.

“Dan selama kuliah, boleh aku menitipkan Zodi sama kalian?” tanya Jatmiko hati-hati.

“Ya boleh dong, Miko. Aku malah seneng ada temennya. Gak apa-apa kan Zodi tinggal disini sama kami. Daripada ngekos sendiri. bahaya buat anak cewek. Lagian anak cewek Tante udah ikut suaminya. Jadi Tante gak ada temen lagi di rumah yang bisa di ajak cerita-cerita. Mau ya, Zodi?” Mia menatap Zodi dengan intens. Ia sungguh berharap gadis itu mau tinggal di rumahnya.

Itu semua di lakukan Mia untuk membalas budinya kepada Jatmiko. Dulu, temannya itu sudah banyak sekali membantunya. Lagipula, ia menyukai Zodi sejak pertama bertemu tadi.

Zodi diam saja. Ia masih mempertimbangkan tawaran dari Mia itu. Setelah ia memutuskan, ia menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Itu juga setelah Jatmiko menatapnya dengan tajam.

“Malam ini kamu nginap dimana, Ko?” tanya Ranu.

“Malam ini nginap di rumah Pakdenya Zodi aja. Sekalian pamit,” jelas Jatmiko lagi.

“Kenapa gak nginap di sini aja?” rayu Ranu kemudian.

“Cutiku cuma 3 hari. Jadi aku gak punya banyak waktu. Besok kami kemari lagi setelah mengambil barang-barang Zodi.”

“Ya udah kalau gitu.”

“Kami pamit dulu, Mia, Ranu. Makasih ya udah mau bantu aku nerima Zodi tinggal di sini.”

“Sama-sama.”

Mia dan Ranu mengantarkan Jatmiko dan Zodi sampai di luar rumah mereka. Setelah itu, ayah dan anak itu melesat menggunakan taksi menuju ke rumah Pakde Ito untuk  pamit.

Semalam suntuk Zodi tak dapat tidur. Tadi ia di tanya oleh ayahnya ingin mengambil jurusan apa, dan Zodi belum terfikir ingin mengambil jurusan apa.

Dulu, pernah terbersit dalam benaknya ia ingin menjadi seorang dokter. Tapi karna merasa rendah diri, ia tak berani mengatakannya kepada Jatmiko.

Teringat obrolannya tadi bersama dengan sang ayah.

“Ambil guru saja.” Tawar Jatmiko tadi.

“Tapi Zodi gak percaya diri mengajar, Pa.”

“Jadi, kamu mau ambil apa kalau gitu? Jangan lama-lama mikirnya, Papa gak punya banyak waktu disini. Fikirkan baik-baik malam ini. Besok kita daftar dan kamu udah harus menentukan mau ambil jurusan apa.” Tegas Jatmiko.

Saat dalam ketegasan begitu, membuat Zodi jadi meringsut takut. Ia memang belum mengenal sifat Jatmiko. Jadi, wajar jika ia kaget dengan ketegasan ayahnya  itu. Zodi hanya perlu memahami secara perlahan saja.

Bahkan sampai pagi, ketika mereka berdua berangkat ke kampus UGM untuk mendaftar, Zodi masih bingung mau mengambil jurusan apa. Ia menimbang banyak kemungkinan seperti peluang yang akan ia dapatkan ketika lulus nanti. Walaupun ia sudah berselancar di internet mencari informasi, namun ia tetap masih bingung juga.

“Apa Papa punya saran lain?” tanya Zodi pada akhirnya ketika mereka masih berada di dalam taksi.

“Kalau Papa maunya kamu ambil jurusan Matematika atau Biologi, atau sejenisnya. Biar kamu bisa ngajar kayak Papa.”

Zodi terdiam. Tapi ia benar-benar tak berminat untuk menjadi guru.

“Zodi pengen masuk kesehatan, Pa.” Akirnya Zodi berkata walaupun dengan suara lirih.

“Apa? Dokter? Perawat? Atau apa? kalau dokter papa gak sanggup biayain kamu.” Belum juga menjawab, Miko sudah bicara seperti itu.

“Kalau Kesehatan Masyarakat, gimana menurut Papa?” Zodi memilih itu karna semalam ia juga sudah mencari informasinya dan ia cukup yakin untuk mengambil jurusan itu sekarang. Sepertinya ayahnya tak keberatan jika ia megambil jurusan di kesehatan.

“Kamu udah yakin sama jurusan itu?”

“Insha Allah, Pa.”

“Ya udah, kita daftar Kesehatan Masyarakat.”

Ada secuil senyuman yang muncul di kedua sudut bibir Zodi. Ia senang bukan main. Keinginannya yang ia anggap sebagai angan-angan, kini bisa ia rasakan berkat sang Ayah.

Pukul dua siang, Jatmiko dan Zodi telah selesai mendaftar. Ujian berbasis komputer akan di laksanakan satu minggu kemudian.

“Abis ini, kita ke kos kamu ambil barang-barang-barang dan langsung pindah ke rumah Tante Mia.”

“Pa...”

Jatmiko menoleh kepada putrinya itu. Saat itu mereka tengah duduk di pelataran kampus. Di bawah pohon untuk istirahat.

“Kenapa?”

“Kalau boleh, bisa gak Zodi tetep di kos dulu sementara waktu. Lagian kan Zodi  masih kerja, Pa. Nanti akhir bulan, setelah selesai ujian masuk, Zodi bisa resign dari toko dan pindah ke rumah Tante Mia. Kalau sekarang langsung pindah, kesannya buru-buru dan Zodi gak enak sama mereka, Pa.”

Jatmiko lupa kalau ia terlalu memaksakan kehendaknya kepada putri yang baru di temuinya kemarin itu. Ia bisa melihat ketakutan dari netra Zodi ketika menatapnya. Ia baru sadar kalau sepertinya Zodi masih kruang nyaman kepadanya. Perlahan, Jatmiko mengelus kepala Zodi dengan lembut.

“Hemh. Maafkan Papa ya. Kayaknya Papa terlalu memaksakan kamu. Kalau begitu mau kamu, gak apa-apa. Papa turutin. Tapi ingat, jangan lupa belajar. Waktumu seminggu buat belajar supaya di terima. Ya?”

Zodi mengangguk dan tersenyum. Rasa canggungnya sedikit demi sedikit mulai terkikis. “iya, Pa. Makasih banyak.”

 

*

TBC...

Terpopuler

Comments

Else Widiawati

Else Widiawati

yuk ah semangat belajar zodi, seperti semangatku baca kisahmu..kayaknya ini bakalan jadi jodonya anaknya ranu yah thor?

2023-07-04

0

Else Widiawati

Else Widiawati

iya memang kalo sekolah keddokteran mahal biayanya

2023-07-04

0

Una_awa

Una_awa

Zodi semangat dong

2023-07-04

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1. Tidak Menanam, Tapi Memanen.
2 BAB 2. Kepergian Dan Kedatangan.
3 BAB 3. Memaksakan Kehendak.
4 BAB 4. Gagal Bertemu.
5 BAB 5. Tidak Ada Pembeda.
6 BAB 6. Wajah Sama, Sifat Berbeda.
7 BAB 7. Kenangan Yang Tidak Ada Dalam Kisah.
8 BAB 8. Menjaga Batasan, Sekedar Tahu Diri.
9 BAB 9. Tidak Berani Menolak.
10 BAB 10. Caranya Berterimakasih.
11 BAB 11. Kesan Pertama, Cantik.
12 BAB 12. Selalu Saja Kebetulan.
13 BAB 13. Sepercik Api.
14 BAB 14. Terus Menyangkal.
15 BAB 15. Untuk Pembeda.
16 BAB 16. Berdebar Untuk Dua Hal Yang Berbeda.
17 BAB 17. Ras Terkuat Di Bumi.
18 BAB 18. Keinginan Ibu Negara.
19 BAB 19. Datang Sesuka Hati, Pergi Di Paksa Setengah Mati.
20 BAB 20. Keromantisan Yang Membuat Iri.
21 BAB 21. Desiran Itu Semakin Nyata Saja.
22 BAB 22. Tersiksa Dengan Perasaan Sendiri.
23 BAB 23. Suka Dan Sakit, Diam-Diam.
24 BAB 24. Tidak Ada Getaran.
25 BAB 25.
26 BAB 26. Rasa Lega Dan Rasa Gila.
27 BAB 27. Dia Bisa Apa?
28 BAB 28. Antara Dua Wisuda.
29 BAB 29. Bukan Tidak Mendengar.
30 BAB 30. Menahan Sakit Sendirian.
31 BAB 31. Sebelum Rasa Tidak Nyaman Itu Semakin Besar.
32 BAB 32. Rencana Tinggal Rencana.
33 BAB 33. Bersenang-Senang.
34 BAB 34. Tidak Ingin Melukai Siapapun.
35 BAB 35. Semua Itu Karna Malu.
36 BAB 36. Bersiap Untuk Pergi.
37 BAB 37. Sudah Begitu. Mau Bagaimana Lagi.
38 BAB 38. Lama Tidak Bertemu.
39 BAB 39. Harus Disembunyikan.
40 BAB 40. Sakit, Sudah Biasa. Tapi Tetap Tidak Bisa DI Tahan.
41 BAB 41. Titik Terlemah.
42 BAB 42. Bertaruh Pada Waktu.
43 BAB 43. Lepaskan Yang Membuatmu Sakit.
44 BAB 44. Tidak Bisa Fokus.
45 BAB 45. Memangnya Dia Siapa?
46 BAB 46. Tidak Bisa Di Nasehati.
47 BAB 47. Berubah Asing.
48 BAB 48. Mengikhlaskan Perasaan.
49 BAB 49. Sulitnya Mengendalikan Perasaan Cinta.
50 BAB 50. Kenapa Dia begitu?
51 BAB 51. Hanya Khawatir.
52 BAB 52. Mencelos Sakit.
53 BAB 53. Tidak Boleh Iri.
54 BAB 54. Bukan Mimpi.
55 BAB 55. Prasangka Sendiri.
56 BAB 56. Ada Sebuah Trauma.
57 BAB 57. Saling Terpaut.
58 BAB 58. Sentuhan Kepemilikan.
59 BAB 59. Dilamar Lagi.
60 BAB 60. Sibuk Dengan Prasangka Sendiri.
61 BAB 61. Cemburu
62 BAB 62. Tuduhan.
63 BAB 63. Untung Tidak Jadi Salah Faham.
Episodes

Updated 63 Episodes

1
BAB 1. Tidak Menanam, Tapi Memanen.
2
BAB 2. Kepergian Dan Kedatangan.
3
BAB 3. Memaksakan Kehendak.
4
BAB 4. Gagal Bertemu.
5
BAB 5. Tidak Ada Pembeda.
6
BAB 6. Wajah Sama, Sifat Berbeda.
7
BAB 7. Kenangan Yang Tidak Ada Dalam Kisah.
8
BAB 8. Menjaga Batasan, Sekedar Tahu Diri.
9
BAB 9. Tidak Berani Menolak.
10
BAB 10. Caranya Berterimakasih.
11
BAB 11. Kesan Pertama, Cantik.
12
BAB 12. Selalu Saja Kebetulan.
13
BAB 13. Sepercik Api.
14
BAB 14. Terus Menyangkal.
15
BAB 15. Untuk Pembeda.
16
BAB 16. Berdebar Untuk Dua Hal Yang Berbeda.
17
BAB 17. Ras Terkuat Di Bumi.
18
BAB 18. Keinginan Ibu Negara.
19
BAB 19. Datang Sesuka Hati, Pergi Di Paksa Setengah Mati.
20
BAB 20. Keromantisan Yang Membuat Iri.
21
BAB 21. Desiran Itu Semakin Nyata Saja.
22
BAB 22. Tersiksa Dengan Perasaan Sendiri.
23
BAB 23. Suka Dan Sakit, Diam-Diam.
24
BAB 24. Tidak Ada Getaran.
25
BAB 25.
26
BAB 26. Rasa Lega Dan Rasa Gila.
27
BAB 27. Dia Bisa Apa?
28
BAB 28. Antara Dua Wisuda.
29
BAB 29. Bukan Tidak Mendengar.
30
BAB 30. Menahan Sakit Sendirian.
31
BAB 31. Sebelum Rasa Tidak Nyaman Itu Semakin Besar.
32
BAB 32. Rencana Tinggal Rencana.
33
BAB 33. Bersenang-Senang.
34
BAB 34. Tidak Ingin Melukai Siapapun.
35
BAB 35. Semua Itu Karna Malu.
36
BAB 36. Bersiap Untuk Pergi.
37
BAB 37. Sudah Begitu. Mau Bagaimana Lagi.
38
BAB 38. Lama Tidak Bertemu.
39
BAB 39. Harus Disembunyikan.
40
BAB 40. Sakit, Sudah Biasa. Tapi Tetap Tidak Bisa DI Tahan.
41
BAB 41. Titik Terlemah.
42
BAB 42. Bertaruh Pada Waktu.
43
BAB 43. Lepaskan Yang Membuatmu Sakit.
44
BAB 44. Tidak Bisa Fokus.
45
BAB 45. Memangnya Dia Siapa?
46
BAB 46. Tidak Bisa Di Nasehati.
47
BAB 47. Berubah Asing.
48
BAB 48. Mengikhlaskan Perasaan.
49
BAB 49. Sulitnya Mengendalikan Perasaan Cinta.
50
BAB 50. Kenapa Dia begitu?
51
BAB 51. Hanya Khawatir.
52
BAB 52. Mencelos Sakit.
53
BAB 53. Tidak Boleh Iri.
54
BAB 54. Bukan Mimpi.
55
BAB 55. Prasangka Sendiri.
56
BAB 56. Ada Sebuah Trauma.
57
BAB 57. Saling Terpaut.
58
BAB 58. Sentuhan Kepemilikan.
59
BAB 59. Dilamar Lagi.
60
BAB 60. Sibuk Dengan Prasangka Sendiri.
61
BAB 61. Cemburu
62
BAB 62. Tuduhan.
63
BAB 63. Untung Tidak Jadi Salah Faham.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!