“Miko!!!” pekik sebuah suara seorang perempuan paruh baya yang mengenakan hijab lebar. Perempuan itu datang tergopoh-gopoh menghampiri Jatmiko dan Zodi yang sedang berdiri di depan rumahnya.
“Mia. Apa kabar?” Jatmiko dan perempuan itu bersalaman.
“Alhamdulillah, baik. Ya ampun. Udah lama gak ketemu. Ini?” tanya Mia seraya melihat kepada Zodi.
“Oh, ini anakku. Namanya Zodi. Zodi, kenalin, ini temen kuliah Papa dulu. Namanya Tante Mia.”
“Zodi, Tante.” Ujar Zodi menyalami dan mencium sopan punggung tangan Mia.
“Wahhh. Cantiknya. Ayo-ayo, kita masuk. Ngobrol di dalam aja.”
Jatmiko dan Zodi mengikuti Mia masuk ke dalam rumahnya.
“Silahkan duduk.” Mia mempersilahkan tamunya itu untuk duduk.
Zodi duduk di sebelah Jatmiko.
“Ranu mana?” Jatmiko menanyakan keberadaan suami Mia.
“Lagi mandi. Soalnya abis pulang dari kantor. Tunggu sebentar, ya.”
Mia kemudian berjalan ke dapur dan meminta asisten rumah tangganya untuk membuatkan minuman untuk tamunya. Sementara ia sendri menuju ke kamar untuk memanggil suaminya.
“Mas, udah selesai mandinya? Itu Miko udah datang.” Mia memberitahu Ranu saat suaminya itu sedang mengganti pakaian.
“Oh. Iya.”
Tak berapa lama kemudian, Mia dan Ranu sudah muncul kembali ke ruang tamu. Duduk bersama dengan Jatmiko dan Zodi.
Rasa zanggung luar biasa sedang dirasakan oleh Zodi. Apalagi saat para orangtua itu sibuk bercerita tentang masa lalu yang sama sekali tidak melibatkannya.
“Anak-anak kalian mana?” tanya Jatmiko kemudian.
“Yang cewek tinggal sama suaminya di Magelang. Kalau yang cowok, gak tau deh kok jam segini belum pulang,” jawab Mia.
“Jadi kalian udah mantu? Kenapa gak kasih kabar?”
“Lupa, Miko. Maaf. Hehehehehe.” Ranu menimpali.
“Zodi udah kuliah? Apa masih sekolah?” tanya Mia.
Zodi bernafas lega. Akhirnya, ia diajak bicara juga.
“Udah tamat sekolah, Tante. Tapi gak kuliah.”
“Ooh....” ada gurat rasa tak enak hati dari raut wajah Mia. Ia merasa sudah menyinggung gadis itu.
“Ngomong-ngomong masalah kuliah, besok rencananya aku mau daftarin Zodi kuliah di UGM.”
“Oh, iya. Bagus itu.” Mia antusias.
“Dan selama kuliah, boleh aku menitipkan Zodi sama kalian?” tanya Jatmiko hati-hati.
“Ya boleh dong, Miko. Aku malah seneng ada temennya. Gak apa-apa kan Zodi tinggal disini sama kami. Daripada ngekos sendiri. bahaya buat anak cewek. Lagian anak cewek Tante udah ikut suaminya. Jadi Tante gak ada temen lagi di rumah yang bisa di ajak cerita-cerita. Mau ya, Zodi?” Mia menatap Zodi dengan intens. Ia sungguh berharap gadis itu mau tinggal di rumahnya.
Itu semua di lakukan Mia untuk membalas budinya kepada Jatmiko. Dulu, temannya itu sudah banyak sekali membantunya. Lagipula, ia menyukai Zodi sejak pertama bertemu tadi.
Zodi diam saja. Ia masih mempertimbangkan tawaran dari Mia itu. Setelah ia memutuskan, ia menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Itu juga setelah Jatmiko menatapnya dengan tajam.
“Malam ini kamu nginap dimana, Ko?” tanya Ranu.
“Malam ini nginap di rumah Pakdenya Zodi aja. Sekalian pamit,” jelas Jatmiko lagi.
“Kenapa gak nginap di sini aja?” rayu Ranu kemudian.
“Cutiku cuma 3 hari. Jadi aku gak punya banyak waktu. Besok kami kemari lagi setelah mengambil barang-barang Zodi.”
“Ya udah kalau gitu.”
“Kami pamit dulu, Mia, Ranu. Makasih ya udah mau bantu aku nerima Zodi tinggal di sini.”
“Sama-sama.”
Mia dan Ranu mengantarkan Jatmiko dan Zodi sampai di luar rumah mereka. Setelah itu, ayah dan anak itu melesat menggunakan taksi menuju ke rumah Pakde Ito untuk pamit.
Semalam suntuk Zodi tak dapat tidur. Tadi ia di tanya oleh ayahnya ingin mengambil jurusan apa, dan Zodi belum terfikir ingin mengambil jurusan apa.
Dulu, pernah terbersit dalam benaknya ia ingin menjadi seorang dokter. Tapi karna merasa rendah diri, ia tak berani mengatakannya kepada Jatmiko.
Teringat obrolannya tadi bersama dengan sang ayah.
“Ambil guru saja.” Tawar Jatmiko tadi.
“Tapi Zodi gak percaya diri mengajar, Pa.”
“Jadi, kamu mau ambil apa kalau gitu? Jangan lama-lama mikirnya, Papa gak punya banyak waktu disini. Fikirkan baik-baik malam ini. Besok kita daftar dan kamu udah harus menentukan mau ambil jurusan apa.” Tegas Jatmiko.
Saat dalam ketegasan begitu, membuat Zodi jadi meringsut takut. Ia memang belum mengenal sifat Jatmiko. Jadi, wajar jika ia kaget dengan ketegasan ayahnya itu. Zodi hanya perlu memahami secara perlahan saja.
Bahkan sampai pagi, ketika mereka berdua berangkat ke kampus UGM untuk mendaftar, Zodi masih bingung mau mengambil jurusan apa. Ia menimbang banyak kemungkinan seperti peluang yang akan ia dapatkan ketika lulus nanti. Walaupun ia sudah berselancar di internet mencari informasi, namun ia tetap masih bingung juga.
“Apa Papa punya saran lain?” tanya Zodi pada akhirnya ketika mereka masih berada di dalam taksi.
“Kalau Papa maunya kamu ambil jurusan Matematika atau Biologi, atau sejenisnya. Biar kamu bisa ngajar kayak Papa.”
Zodi terdiam. Tapi ia benar-benar tak berminat untuk menjadi guru.
“Zodi pengen masuk kesehatan, Pa.” Akirnya Zodi berkata walaupun dengan suara lirih.
“Apa? Dokter? Perawat? Atau apa? kalau dokter papa gak sanggup biayain kamu.” Belum juga menjawab, Miko sudah bicara seperti itu.
“Kalau Kesehatan Masyarakat, gimana menurut Papa?” Zodi memilih itu karna semalam ia juga sudah mencari informasinya dan ia cukup yakin untuk mengambil jurusan itu sekarang. Sepertinya ayahnya tak keberatan jika ia megambil jurusan di kesehatan.
“Kamu udah yakin sama jurusan itu?”
“Insha Allah, Pa.”
“Ya udah, kita daftar Kesehatan Masyarakat.”
Ada secuil senyuman yang muncul di kedua sudut bibir Zodi. Ia senang bukan main. Keinginannya yang ia anggap sebagai angan-angan, kini bisa ia rasakan berkat sang Ayah.
Pukul dua siang, Jatmiko dan Zodi telah selesai mendaftar. Ujian berbasis komputer akan di laksanakan satu minggu kemudian.
“Abis ini, kita ke kos kamu ambil barang-barang-barang dan langsung pindah ke rumah Tante Mia.”
“Pa...”
Jatmiko menoleh kepada putrinya itu. Saat itu mereka tengah duduk di pelataran kampus. Di bawah pohon untuk istirahat.
“Kenapa?”
“Kalau boleh, bisa gak Zodi tetep di kos dulu sementara waktu. Lagian kan Zodi masih kerja, Pa. Nanti akhir bulan, setelah selesai ujian masuk, Zodi bisa resign dari toko dan pindah ke rumah Tante Mia. Kalau sekarang langsung pindah, kesannya buru-buru dan Zodi gak enak sama mereka, Pa.”
Jatmiko lupa kalau ia terlalu memaksakan kehendaknya kepada putri yang baru di temuinya kemarin itu. Ia bisa melihat ketakutan dari netra Zodi ketika menatapnya. Ia baru sadar kalau sepertinya Zodi masih kruang nyaman kepadanya. Perlahan, Jatmiko mengelus kepala Zodi dengan lembut.
“Hemh. Maafkan Papa ya. Kayaknya Papa terlalu memaksakan kamu. Kalau begitu mau kamu, gak apa-apa. Papa turutin. Tapi ingat, jangan lupa belajar. Waktumu seminggu buat belajar supaya di terima. Ya?”
Zodi mengangguk dan tersenyum. Rasa canggungnya sedikit demi sedikit mulai terkikis. “iya, Pa. Makasih banyak.”
*
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Else Widiawati
yuk ah semangat belajar zodi, seperti semangatku baca kisahmu..kayaknya ini bakalan jadi jodonya anaknya ranu yah thor?
2023-07-04
0
Else Widiawati
iya memang kalo sekolah keddokteran mahal biayanya
2023-07-04
0
Una_awa
Zodi semangat dong
2023-07-04
0