Adzan subuh yang berkumandang membuat Zodi membuka mata. Dengan segera ia bangun dan langsung mengambil wudhu kemudian melaksanakan shalat. Setelah itu, ia kembali mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa ke kampus. Setelah itu, ia keluar dari kamar dan membantu pekerjaan Mbak Yani di dapur.
Belum ada yang bangun. Termasuk Mia dan Ranu. Mungkin mereka masih ada di kamarnya dan sedang beribadah.
“Apa ada yang bisa saya bantu, Mbak?” tanya Zodi.
“Gak usah, Mbak. biar saya aja.”
“Tapi saya gak biasa nganggur, Mbak. Saya pengen bantu-bantu,” rayu Zodi lagi.
Mana mungkin ia berdiam diri saja sementara ia tinggal dan makan gratis di rumah itu. Setidaknya ia harus tahu diri dengan membantu sedikit pekerjaan rumah.
“Ya udah kalau gitu, tolong sapu halaman belakang ya. Sapunya itu ada di dekat pintu.” Tunjuk Mbak Yani ke arah benda yang di maksud.
“Oke. Makasih, Mbak.”
“Sampahnya arahkan ke lubang pembakaran aja. biar bisa di bakar kalau udah terkumpul.” Jelas Mbak Yani lagi.
“Siap, Mbak.”
Zodi segera pergi ke belakang. Mengambil sapu dan pengki dari dekat pintu dapur.
Hari masih lumayan gelap. Tapi sudah terang sedikit. Jadi Zodi tak kesulitan untuk membersihkan halaman belakang. Ia serius menyapu daun mangga, daun rambutan, dan daun sirsak yang berjatuhan. Mengarahkan sampah tersebut ke lubang dekat tembok.
Selesai mengumpulkan sampah, Zodi berniat untuk membakar sampah itu. Ia ingin masuk dan meminta korek api kepada Mbak Yani. Sampai langkahnya terhenti saat melihat sesosok pria yang sedang memakai sepatu. Pria itu duduk di kursi di dekat pintu samping.
Wajahnya tampan. Rambutnya di sisir ke depan hingga menutupi sebagian keningnya. Itukah anaknya tante Mia? Batin Zodi memperhatikan.
Lamunan Zodi segera terhenti dan ia segera berjalan melewati pria itu untuk pergi ke dapur. Namun, entah kenapa, tubuh Zodi menjadi tak seimbang saat sapu yang ia pegang terjatuh ke bawah. Gagang sapu lidi itu menghalangi langkah Zodi dan membuat Zodi tersandung.
Zodi sudah memejamkan matanya erat-erat. Dalam perkiraannya, wajahnya pasti akan sempurna mencium lantai keramik di depannya.
Namun yang terjadi tidak lah demikian. Zodi tak merasakan sakit di wajahnya. Ia justru merasakan tubuhnya melayang dan sesuatu menahannya di bagian perut.
“Betah banget nyampir gitu?” suara bariton itu mengambalikan kesadaran Zodi seketika.
Posisi Zodi berada di lengan pria itu. Ia membungkuk dan lengan pria itu berada di daerah perutnya. Menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.
“Oh, m-maaf,” ucap Zodi terpatah. Ia menarik diri dan berdiri kembali. Sumpah, ia malu setengah mati. Ia terkesan seperti sedang mencari perhatian kepada pria itu.
“Kamu gak apa-apa?” tanya pria itu kembali.
“Gak apa-apa. Makasih, Kak.” Zodi menganggukkan kepalanya.
Pria itu hanya mengangguk kemudian pergi begitu saja meninggalkan Zodi yang masih berwajah semerah tomat masak. Jantungnya berdegup tak terkendali. Bukan apa. Ia malu. Baru bertemu dengan anak Mia dan ia sudah membuat masalah. Dan sepertinya, pria itu tidak menyukainya.
Zodi masuk ke dapur dengan perasaan yang was-was. Ia tidak jadi meminjam korek karna Mia sudah ada di sana.
“Lho, kamu dari mana, Zo?” tanya Mia.
“Em, dari belakang, Tan.”
“Kok belum siap-siap. Udah setengah tujuh tuh nanti terlambat ke kampus.” Mia mengingatkan.
“Oh, iya. Zodi ke atas dulu kalau gitu, Tan. Mau siap-siap.” Pamit Zodi.
“Iya, abis itu turun kita sarapan bareng.”
“Iya, Tan.”
Zodi bergegas naik ke kamarnya. Ia berlari kecil menaiki anak tangga. Sampai di ujung tangga, ia menabrak sesuatu. Tubuhnya huyung dan hampir saja menggelinding ke bawah. Kalau saja sesuatu itu tak lekas menarik tangannya dan menyelamatkannya.
“Hati-hati kalau jalan. Untung aja gak jatuh.” Suara pria itu mengejutkan Zodi.
“Oh, makasih, Kak.” Zodi menarik tangannya yang di pegang oleh pria itu. Zodi mengernyit. Bukankah pria itu tadi sudah bersepatu dan pergi berolah raga? Kenapa sekarang sudah ada di sini? Kenapa sekarang sudah ada disini?
Zodi asyik dengan pertanyaan yang menumpuk di benaknya. Sampai tidak sadar kalau pria yang telah menolongnya sudah pergi meninggalkannya sendiri.
“Oh. Ya ampun.” Zodi memekik kepada dirinya sendiri. ia segera berlari kembali masuk ke dalam kamarnya.
Setelah mandi, Zodi berganti pakaian. Tidak lupa ia membawa semua peralatan yang di minta untuk di bawa ke kampus. Memasukkannya ke dalam tas dan bergegas turun untuk begabung dengan keluarga Mia untuk sarapan bersama.
Saat menuruni tangga, rambut yang di kuncir satu di belakang kepalanya nampak bergoyang-goyang ke kiri dan kekanan. Tidak sadar jika ada sepasang mata yang memperhatikannya dari meja ruang makan.
“Udah siap, Zo?” tanya Mia.
“Udah, Tan.”
“Sini, duduk. Kita sarapan dulu.”
Zodi duduk di sebelah Mia dan meletakkan perlengkapannya di kursi kosong di sebelahnya. Sekilas, ia melihat kepada pria yang duduk di sebelahnya. Pria itu nampak sedang asyik menyantap sarapannya tanpa mempedulikan keberadaan Zodi. Membuat Zodi semakin merasa minder saja.
“Oh iya. Tante lupa mau ngenalin. Ini anak Tante. Namanya Libra. Biasa di panggil Ibra.” Mia memperkenalkan mereka.
Zodi dan Ibra saling tatap dan sama-sama menganggukkan kepala.
“Salam kenal, Kak.. saya Zodi.”
Ibra hanya mengangguk sekilas saja menanggapi Zodi.
“Nak, kamu ke kampus kan hari ini? Ajak Zodi sekalian ya. Kasihan kalau dia harus naik ojek ke kampusnya. Ini kan hari pertamanya. Boleh?” pinta Mia dengan lembut.
“Boleh, Ma.” Jawab Ibra.
Zekali lagi Zodi melihat kepada Ibra. Pria itu masih nampak mengacuhkannya walaupun menerima permintaan ibunya.
Zodi memilih tak ambil pusing. Ia mulai menyendok nasi dan lauk dan mulai menikmati sarapannya. Sampai kegiatannya itu terhenti tatkala ia melihat seorang pria dengan wajah yang sama seperti Ibra mengambil duduk di sebelah Ibra.
Terkejut dan heran. Itulah kesan pertama Zodi melihat kembaran itu. Wajah mereka, sangat mirip dan tak ada yang bisa di jadikan pembeda. Pantas saja, tadi ia merasa aneh saat tiba-tiba pria yang ia fikir Ibra masih ada di atas sementara ia sudah pergi berolah raga. Ternyata anak Mia dan Ranu kembar.
“Cepet banget olahraganya, Nak?” Tanya Mia.
“Iya, Ma. Gerah.”
“Kamu belum kenalan kan sama Zodi? Zodi, ini akan tante juga. Namanya Virgo. Panggil aja dia Igo.”
“Hai!” sapa Igo ramah sambil melebarkan senyuman. “Sorry tadi pagi gak sempet kenalan ya kita. Salam kenal, Zodi.” Ramah Igo.
“Salam kenal juga, kak Igo.” Zodi menganggukkan kepala dan membalas keramahan Igo.
Kesan pertama Zodi kepada dua pemuda itu sangat berbeda. Ia lebih nyaman dan merasa di sambut dengan baik oleh Igo ketimbang Ibra. Sikap Igo lebih ramah dari pada Ibra.
Zodi senang. Setidaknya, fikiran buruknya tidak terjadi. Mereka semua menerima kedatangannya dengan tangan terbuka. Kecuali Ibra, mungkin.
*
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Ana
ibra diam-diam menghanyutkan zo 😁😁😁
2023-07-16
0
Else Widiawati
akupun lupa kalo mia punya anak kembar
2023-07-04
1
Aziza
Wah jangan sampe ada cinta segitiga ini thor....😆😆😆😆
2023-07-04
1