Vivian keluar dari dalam mobilnya begitu ia telah tiba di gym. Tanpa pikir panjang, wanita itu langsung mengekor langkah Darius yang telah lebih dulu masuk ke dalam bangun bertingkat yang ada di depannya.
Anita yang melihat tingkah Vivian hanya bisa menggelengkan kepala, karena tidak biasanya Vivian terlihat begitu bersemangat dan menjadi tidak sabaran.
"Bersemangat sekali dia. Apakah si Darius ini pelabuhan terakhirnya?" gumam Anita sambil terkikik geli.
Vivian terus membuntuti langkah Darius. Ia terlihat begitu fokus, sampai-sampai ia tidak memedulikan sekitarnya, termasuk jalan yang ia lewati. Beberapa kali Vivian hampir terjatuh karena tersandung paving yang terpasang tidak rata. Namun, dengan cepat Vivian dapat menyeimbangkan tubuhnya hingga ia tidak harus terjatuh dan mempermalukan dirinya sendiri di depan umum.
Setelah beberapa saat, Darius akhirnya tiba di depan ruang ganti khusus pria, dan dalam sekejap pria itu menghilang dari pandangan Vivian.
"Ah, sial, mana bisa aku masuk ke dalam sana," keluh Vivian, yang sekarang tengah bersandar pada sebuah rak penyimpanan yang ada di dekat ruang ganti khusus pria. Ia memang tidak bisa masuk ke dalam ruang ganti, jika ia memaksa untuk masuk pasti akan terjadi keributan nanti. mana ada wanita yang masuk ke dalam ruang ganti pria.
Detik demi detik berlalu dalam keheningan. Vivian masih menunggu dengan sabar sambil bergumam--menghitung satu sampai seratus--tetapi Darius tetap tidak muncul.
"Apa yang dia lakukan di dalam sana. Lama sekali." Vivian kembali menggerutu.
Kehadiran Vivian mengudang perhatian banyak pria yang ada di tempat gym tersebut. Wajar saja, toh ada pepatah yang mengatakan, di mana ada gula, di situ ada semut, dan Vivian adalah wanita yang manisnya bahkan mengalihkan gula paling manis di dunia sekali pun. Setiap pasang mata yang melewati Vivian tidak akan membuang kesempatan untuk menatap Vivian, bahkan ada yang terang-terangan mengedipkan sebelah mata dengan genit ke Vivian.
Vivian yang sudah terbiasa mendapatkan tatapan seperti itu tentu saja tidak merasa terganggu, apalagi menggoda seorang pria adalah pekerjaan Vivian, sehingga saat dirinya yang balik digoda pun ia tidak merasa keberatan sama sekali, justru ia akan menyambut godaan-godaan yang datang untuk kemudian berkenalan dan selanjutnya tugas Anitalah yang menyelediki pria-pria itu, apakah pria yang menggodanya pantas untuk dijadikan kekasih sementara atau tidak.
Akan tetapi, kali ini berbeda. Vivian sedang tidak ingin berkenalan dengan siapa pun, fokusnya hanyalah Darius, titik! Ya, Darius memang seperti magnet yang menarik Vivian dengan begitu kuatnya, hingga untuk sesaat tidak ada yang lebih menarik bagi Vivian selain Darius.
Drrtt ....
Vivian tersentak saat ia merasakan getaran pada saku cardigan yang ia kenakan.
"Siapa, sih," gumamnya, sambil mengeluarkan ponsel yang ada di dalam saku cardigannya tersebut, dan seketika wajahnya yang sejak tadi memang sudah cemberut, semakin cemberut saat ia melihat nomor telepon rumah yang terpampang di layar ponselnya.
HOME SWEET HOME
"Aah, apalagi sekarang?!" Vivian masih menggerutu sebelum ia menerima panggilan masuk tersebut. Wajar saja jika ia bersikap demikian, karena setiap nomor telepon tersebut masuk terpampang di layar ponselnya, itu berarti akan terjadi perdebatan yang sangat panjang, membosankan, dan tanpa akhir.
"Ya, halo," ujar Vivian dengan malas, setelah ia menggeser tombol hijau yang ada di layar ponselnya.
"Vi, kamu di mana? Datanglah sekarang. Ini darurat, tolonglah."
Suara dari seberang panggilan sudah sangat akrab di telinga Vivian, ia bersyukur karena suara lembut itulah yang ternyata meneleponnya, bukannya seorang pria tua yang cerewet, yang hanya bisa menceramahinya sambil membentaknya tentang banyak hal.
Akan tetapi, rasa syukurnya hanya bertahan sekejap, kekhawatiran tiba-tiba saja menyelubungi pikiran Vivian, karena suara lembut yang begitu akrab di telinganya itu jarang sekali terdengar panik.
"Kak Virgin, apa yang terjadi? Katakan padaku,Kak?" tanya Vivian.
"Jangan banyak tanya, Vi. Datang saja ke sini, Aku tunggu di rumah, ya. Hati-hati di jalan."
Tut!
Panggilan terputus.
Vivian menghela napas dengan berat, lalu kembali memasukan ponselnya ke dalam saku cardigan, dan tanpa menunggu lebih lama lagi Vivian segera beranjak dari tempatnya berdiri. Namun, karena terlalu panik bukannya melangkah menuju pintu keluar, Vivian malah masuk ke dalam ruang ganti khusus pria.
"Hai, apa yang kamu lakukan di sini?! Di sini ruang ganti khusus pria! Tidak seharusnya kamu di sini."
Vivian menghentikan langkah, tiba-tiba saja tubuhnya diam bagai patung saat suara seorang pria memberinya peringatan. Apalagi di hadapannya sekarang tengah berdiri sedikitnya enam orang pria dalam kondisi bertelanjang dada.
"Mampus, kenapa aku bisa sampai di dalam sini, sih ... aduuh, kenapa aku jadi apes begini," gumam Vivian, sambil berusaha menutup wajahnya dengan telapak tangan. Ia merasa malu sekali sekarang.
Akan tetapi, usaha Vivian untuk menutupi wajahnya percuma saja, wajahnya sudah terlanjur terlihat oleh semua pria yang ada di sana, dan yang lebih parah lagi salah satu dari pria-pria itu mengenalnya.
"Kamu ... kamu pacarnya Kak Steve, kan?" teriak salah seorang pria bertubuh kecil tetapi berotot yang ada di sana. Pria itu kemudian mendekat ke Vivian, dan memperhatikan Vivian dengan seksama. "Ah, benar. Kamu memang wanita itu. Wanita yang merebut suami Kakakku! Kamu si pelakor!"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments