WANITA SIMPANAN
"Aku mau yang itu, yang itu, yang itu, dan yang itu ... hem, dan yang itu juga, ya, Beeeeb!"
Suara lembut seorang wanita yang bergelayut manja di lengan seorang pria menggema di ruangan VVIP sebuah butik ternama di kota Jakarta.
Butik terkemuka yang sering dikunjungi oleh kalangan selebriti itu menjual berbagai barang mewah yang hanya ada satu di setiap jenisnya. Baik sepatu, tas, baju, hingga aksesoris. Tidak heran jika harganya pun selangit, mengingat barang yang tersedia adalah barang limited edition.
Si pria yang terlihat sedang bucin berat pada si wanita tentu saja mengangguk. Ia mengizinkan wanita yang sedang menempel erat di lengannya bagai salonpas itu membeli semua barang yang wanita itu inginkan, tanpa terkecuali.
Stella Vivian nama wanita cantik itu, langsung bertepuk tangan. Ia terlihat bahagia karena dapat membeli semua barang yang sejak awal me mang sudah menarik perhatiannya.
Sebagai bentuk rasa terima kasihnya pada si pria, Stella Vivian yang biasa disapa Vi, langsung mendorong tubuh kurus si pria ke sofa yang ada di samping mereka, dan dengan sigap Vivian duduk di atas pangkuan si pria kemudian mendaratkan bibirnya di pipi, hidung, dagu, dahi, hingga bibir pria tua tersebut.
Para pegawai butik yang melihat apa yang sedang Vivian lakukan segera berpaling, memunggungi pelanggan VVIP mereka yang terlalu bergairah.
"Bagaimana bisa mereka berciuman di tempat umum seperti ini. Apa mereka pikir sedang ada si luar negeri sekarang," keluh salah seorang pegawai pada rekan kerjanya.
Subroto, pria yang sekarang sedang berada dalam kuasa Vivian tentu saja tidak membuang kesempatan. Pria mana yang akan menolak jika diperlakukan romantis oleh seorang wanita cantik? Tentu saja Subroto menjadi bergairah, bukannya menolak, pria itu malah menyentuh pinggang Vivian dan mulai meraba tubuh wanita cantik itu. Namun, gerakan tangannya yang sudah sangat berpengalaman harus terhenti karena dering ponselnya yang amat mengganggu.
"Tunggu, Sayang, tunggu. Aku angkat telepon dulu," ujar Subroto, sembari menjauhkan Vivian dari hadapannya.
Vivian cemberut, ia turun dengan enggan dari pangkuan Subroto dan membiarkan Subroto menyingkir untuk menerima panggilan telepon.
Setelah beberapa saat menunggu, Subroto pun kembali menghampiri Vivian dan berkata, "Maafkan aku, Sayangku. Aku harus pergi sekarang. Ada urusan kantor yang harus aku selesaikan."
Vivian Mendelik. "Urusan kantor, atau urusan dengan istrimu?" tanya Vivian, sambil menghentakkan kedua kakinya di lantai.
Wajah cemberut Vivian membuat Subroto menjadi gemas, karena jika sedang marah seperti sekarang ini kedua pipi Vivian langsung berubah warna menjadi merah muda hingga membuat Vivian terlihat semakin cantik.
"Sungguh, kali ini memang urusan kantor, aku tidak bohong, Sayangku," ujar Subroto lagi, yang masih berusaha meyakinkan Vivian kalau kepergiannya bukan karena inginnya, tetapi memang karena adanya urusan mendesak yang tidak bisa ia tinggalkan.
"Tapi, aku masih ingin jalan-jalan denganmu, Beb," lirih Vivian, yang terlihat hendak menangis sekarang.
Subroto merasa bersalah, pria yang berusia awal 50-an itu kemudian mengeluarkan kartu berwarna hitam pekat dari dalam dompetnya, dan menyerahkan kartu ajaib tersebut ke Vivian. "Ini, gunakan sesukamu. Beli apaaa saja yang kamu inginkan, Sayangku, dan jangan lupa, belilah baju dinas yang seksi, aku ingin kita menghabiskan malam yang penuh gairah nanti malam," ujar Subroto, sembari mengedipkan sebelah matanya dengan genit ke Vivian.
Vivian mendekat ke Subroto, lalu memeluk pinggang pria itu. "Aku tidak ingin kartu itu, aku ingin kamu. Apa gunanya kartu tanpa dirimu. Ayolah, tunda saja urusan kantor itu, ya," ujar Vivian dengan manja, membuat Subroto yakin sekali jika Vivian memang hanya menginginkan dirinya, bukan kartu kredit.
Subroto tersenyum. "Aku tidak bisa, sungguh, Sayang," ujar Subroto lagi.
Vivian menghela napas, lalu melepaskan pelukannya di pinggang Subroto. "Kalau memang tidak bisa, mau bagaimana lagi," gerutu Vivian, sembari menerima kartu kredit pemberian Subroto.
Subroto mengecup singkat bibir Vivian sebelum berlalu dari hadapan wanita cantik itu. Vivian menatap kepergian Subroto dengan tatapan sedih, tetapi beberapa saat kemudian ekspresi sedih di wajah cantik itu menghilang dengan cepat, dan digantikan dengan senyum licik khas Vivian.
"Dasar laki-laki sampah," gumam Vivian, lalu berbalik menghadapi beberapa pegawai butik yang sejak tadi melayaninya. "Bungkus semua barang yang aku tunjuk tadi."
Semua pegawai butik mengangguk, tetapi salah seorang pegawai menghampiri Vivian dan bertanya. "Anda tidak ingin mencobanya dulu, Nona, saya rasa sepatu yang ini akan kekecilan untuk Anda."
Vivian menatap sepatu yang sekarang sedang dipegang oleh pegawai butik di hadapannya, kemudian ia berkata, "Tidak apa-apa, bungkus saja. Oh, ya, ini kartunya, tolong cepat, ya, aku sangat buru-buru. " Ia kemudian menyerahkan kartu kredit milik Subroto ke pegawai butik untuk melakukan pembayaran.
Setelah semua barang terbungkus di dalam sebuah paper bag dan pembayaran telah selesai, Vivian langsung melangkah menuju pintu keluar dengan kedua tangan yang penuh oleh paper bag berisi barang-barang mewah.
Ia menghirup udara di sekitarnya dalam-dalam, kemudian mengembuskannya perlahan, seolah sedang melepas rasa sesak yang sejak tadi ia tahan. .
Beberapa saat kemudian seorang wanita berkacamata bergabung dengan Vivian, dan ikut berjalan di samping Vivian dengan santainya.
"Mission complete," ujar wanita yang baru saja bergabung dengan Vivian.
Vivian tersenyum. "Kamu dapat fotonya?" tanya Vivian.
Si wanita berkacamata mengangguk. "Tentu."
Vivian tersenyum puas mendengar jawaban wanita itu. "Bagus. Kirim langsung ke istrinya. Aku sudah bosan dengannya, dan sudah saatnya kita mencari mangsa baru."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Uthie
keep dl
2023-11-13
2