Stella Vivian melemparkan barang-barang yang baru saja ia beli ke sebuah sofa yang ada di tengah ruangan begitu ia tiba di apartemennya. Ia kemudian menghela napas dengan berat, sembari menjatuhkan tubuhnya di salah satu sofa yang ada di ruangan tersebut.
Vivian memandangi barang-barang yang baru saja ia beli dengan wajah datar tanpa ekspresi, padahal beberapa waktu yang lalu ia sangat senang memilih barang-barang tersebut, tetapi sekarang ia tidak begitu merasa senang.
Anita, sahabat Vivian yang sejak tadi setia membuntuti Vivian pun segera melangkah menuju dapur, mengambil sebotol air dan menyerahkan botol air tersebut ke Vivian.
"Minumlah, dan setelah itu kamu bisa mandi sementara aku menyiapkan makan siang," ujar Anita.
Vivian tersenyum. "Trims, Nit, entah apa jadinya aku tanpa kamu," ujarnya, sambil membuka tutup botol dan meneguk isinya hingga tandas.
"Tidak akan jauh berbeda dengan dirimu yang sekarang. Kamu tetap Vivian yang cantik, manis, imut, dan bahagia, walaupun tanpa diriku." Anita menjawab sembari bangkit berdiri dan melangkah menuju dapur.
Vivian tersenyum miring begitu mendengar perkataan Anita.
Bahagia? Tidak. Anita salah, ia sama sekali tidak bahagia. Ia hanya berusaha agar tidak terlihat sedih. Hanya itu. Tidak lebih.
"Aku tidak sebahagia yang terlihat, Nit," teriak Vivian, agar Anita yang sekarang sudah berada di dapur dapat mendengar suaranya.
Hening! Hanya terdengar suara berisik dari piring, sendok, dan panci yang berasal dari dapur, yang menandakan jika Anita sedang sibuk memasak sekarang.
"Aku sama sekali tidak bahagia! aku hanya berpura-pura bahagia." Vivian kembali berteriak.
"Ya,aku tahu itu. Tidak usah kamu katakan pun aku tahu kalau kamu tidak bahagia. Dan apa kamu tahu, Vi, aku pun hanya berpura-pura saat mengatakan kalau kamu itu bahagia." Anita membalas teriakan Vivian dari dapur.
Jawaban dari Anita membuat Vivian tergelak. Obrolan tentang kebahagiaan yang semu memang sudah menjadi obrolan wajib bagi kedua sahabat itu. Tidak jarang Anita dan Vivian menjadikan pembahasan itu sebagai sebuah lelucon.
Ya, hidup mereka berdua memang tidak pernah kurang, mereka memiliki apa pun yang terbaik yang mereka ingin,mulai dari barang mewah, perhiasan, tempat tinggal hingga kendaraan pribadi. Semuanya adalah yang terbaik, kecuali kehidupan. Mereka yakin, pasti tidak ada orang lain di dunia ini yang ingin hidup seperti mereka; merusak rumah tangga seseorang dan mengeruk harta yang tidak seharusnya mereka miliki. Seperti beberapa waktu lalu, saat Vivian dengan mudahnya mendapatkan kartu kredit dari Subroto, sementara Anita sibuk memotret apa yang Vivian dan Subroto lakukan. Langkah selanjutnya adalah membuat Subroto menjauh dari Vivian, dengan cara mengirim foto-foto perselingkuhan yang Subroto lakukan ke istri Subroto. Dengan cara itu Subroto akan menjauh dari Vivian, dan Vivian akan mencari mangsa baru.
Vivian bangkit berdiri dan melangkah menuju dapur, menghampiri Anita yang sedang sibuk menyiapkan telur dadar dan brokoli mentah.
"Makanan sudah siap," ujar Anita, begitu ia menyadari kehadiran Vivian di dapur.
Vivian mengernyitkan dahi. "Ini yang kamu sebutan makanan?" tanya Vivian, menunjuk piring yang ada di atas meja makan.
Anita mengangguk. "Aku menggorengnya dengan minyak sayur."
Vivian menggeleng. "Aku sama sekali tidak lapar."
"Ck, jangan bohong. Makan sajalah, kamu harus menjaga bentuk tubuhmu, itulah sebabnya aku sangat menjaga pola makanmu, Vi." Anita menyentuh pundak Vivian, memaksa wanita itu untuk duduk di hadapan meja makan, dan kemudian menyantap masakan yang telah ia buat dengan sepenuh hati.
Vivian menuruti perintah Anita. "Rasanya percuma sekali aku menghasilkan banyak uang, jika makanan yang kumakan setiap hari hanya brokoli!" omel Vivian, sambil mengunyah brokolinya dengan kesal.
Anita tertawa. "Jangan berlebihan. Kamu pun sering menyantap steak dan yang lainnya saat sedang kencan, jadi tidak ada salahnya memakan makanan sehat saat sedang di rumah, agar tubuhmu itu tidak melar."
"Terserah apa katamu, Anita," ucap Vivian. Ia lalu melanjutkan, "Oh, ya,ngomong-ngomong apa kamu sudah dapat target selanjutnya?"
Anita mengangguk. Ia terlihat bersemangat. "Tentu, dan dia tampan sekali. Akan aku perlihatkan padamu fotonya setelah kita selesai makan. Aku telah mengawasinya beberapa hari ini, dan aku rasa dia yang paling cocok untuk kita perah selanjutnya."
Vivian tertawa. "Kamu pikir orang itu adalah seekor sapi. Ngomong-ngomong siapa namanya?"
"Namanya Darius. Dia oke sekali. Lihat saja nanti, kamu pasti akan klepek-klepek saat melihatnya."
Vivian tersenyum. "Darius," gumamnya. "Nama yang seksi."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments