Bab 2

"Bundaaa—

Suara rengekan itu memecah fokus Salma yang tengah menerima telepon. Dia menoleh ke arah tangga, tampak Aundy berdiri di sana seraya menunjuk bukunya.

"Iya, Sayang?" balas Salma, dengan kerutan tipis di dahinya.

"Bantuin ngerjain PR," pinta Aundy.

Salma menyerahkan telepon di tangannya pada Aruni. "Tolong lanjutkan, Run. Mungkin dia hendak memesan kopi!" pesan Salma. Sembari melangkah, Salma berusaha mengontrol debaran jantungnya yang tiba-tiba saja tak mampu dikendalikan dengan baik, kaki dan tangannya masih bergetar dia cukup terkejut mendengar suara Sabda menyapa pendengarannya.

"A—apa, Sayang? Mana yang tidak bisa?" tanya Salma, saat mereka berdua tiba di lantai atas.

"Ody, benci matematika, Bunda!" keluh Aundy.

Salma memejamkan mata rapat, sama halnya dengan dirinya yang sangat membenci matematika. Daya ingatnya dulu sedikit lemah untuk menghafal rumus matematika. Jadi, dia lebih sering meminta bantuan kepada Sabda ketimbang mengerjakan sendiri.

Tapi, dia tidak ingin membuat Aundy sama seperti dirinya. Bagaimanapun dia harus bertanggungjawab menuntun Aundy supaya kelak nasib Aundy jauh lebih baik dari dirinya.

Salma menarik buku itu dari hadapan Aundy, berusaha mempelajari materinya terlebih dahulu. Tapi sayang, suara itu mengecoh pikirannya, seakan mengikutinya dan menghapus semua konsentrasi yang dimiliki Salma.

Ingin sekali rasanya memanggil Aruni meminta wanita itu untuk membimbing Aundy. Tapi setelah dipikir ulang, dia tidak ingin diteror lagi oleh panggilan itu.

"Bentar ya, Sayang—bunda cari rumusnya dulu!" Salma berniat bertanya pada Mbah Gugel, pasti ada jawaban rumus yang valid mengenai soal latihan di buku itu.

Di kala jemari Salma tengah sibuk mencari materi yang sama. Sebuah pesan masuk singkat masuk ke nomornya. Salma tak sengaja membuka pesan itu, dan ternyata informasi dari bank komersil, menerangkan jika baru saja ada uang masuk ke tabungannya sebesar 8 juta rupiah.

Salma bingung saat mendapatkan uang nyasar ke nomor rekeningnya. "Apa ini dari Mas Farhan?" gumam Salam. "Tapi—bukankah dia sudah memberikan uang nya kemarin." Ya, Farhan memang memberinya uang untuk perbaikan WC dan penambahan mushola kecil untuk mereka yang ingin menjalankan ibadah.

Di saat Salma sedang memikirkan asal muasal uang itu, sebuah pesan WA kembali masuk ke nomornya.

0857555xxxx : Apa kabar, Salma?

Salma mengerutkan kening. Dari gaya pesan yang baru saja sampai ke nomornya, mustahil jika itu nomor mas Farhan. Berarti itu adalah nomor Sabda. Pria yang tadi menelepon ke kedai.

0857555xxxx : Salma, ini aku Sabda Baghaskara. Tidakkah kamu mengizinkan aku bertemu Ody.

"Kan, beneran dia?" kata Salma pelan. Dia berpikir, dari mana Sabda tahu nomor ponselnya? tidak mungkin keluarganya membocorkan keberadaanya saat ini. Kecuali kalau memang bapak sudah memberinya restu. Mungkin bisa, ibu dan Panji memberitahu nomornya pada Sabda.

"Bunda! Gimana?" tanya Aundy, lagi-lagi menyadarkan Salma yang sedang asyik memikirkan pesan singkatnya. "Ih bunda enggak fokus ngajarin Ody ya?!" protes Aundy.

"Heh, i—iya. Sabar Sayang. Bunda lagi balas pesan."

0857555xxxx: Sebenarnya salah aku apa sih, Sal! Kenapa kamu jauhin aku dari Ody. Kasih aku alasan yang pas supaya aku bisa jalanin hidup ini tanpa kalian.

Kali ini Salma memantapkan hati untuk membalas pesan Sabda, mungkin supaya pria itu tidak lagi mengejarnya lagi.

Salma : Aku nggak mau jadi orang ketiga di antara kalian.

0857555xxxx memanggil ....

Panggilan masuk dari Sabda sengaja diabaikan oleh Salma. Dia mematikan ponselnya, setelah nada dering itu berakhir. Supaya Sabda tak lagi bisa menganggu ketenangannya. Salma melanjutkan membantu Aundy mengerjakan PR.

"Bunda, apa aku boleh melihat televisi setelah ini?"

"Boleh, tapi jangan lebih dari satu jam. Karena besok Ody harus sekolah."

"Iya."

Aundy terlihat begitu semangat mengerjakan PR nya. Hingga usai adzan isya' dia baru kembali menutup bukunya. Salma yang melihat Aundy sibuk menonton televisi memutuskan untuk kembali ke kedai, membantu Aruni yang sibuk melayani penikmat kopi di kedai tersebut.

"Arun, tadi—siapa? Yang pesan orangnya menginap di mana?" Salma berbisik di samping telinga wanita itu.

"Apa, belagu banget tu cowok. Orang dia nya duduk di atas, Mbak Ma."

Mata Salma membelalak, apa aku tidak salah mendengarnya. batin Salma.

"Dia datang sama teman-temannya mbak. Orang rombongan kok tadi."

"Kamu serius, Run?"

"Yah."

Salma memejamkan mata, dia baru menyadari jika ternyata sedekat ini dekat dengan Sabda. Sejak kapan pria itu tahu keberadaanya? "Mereka sudah pergi, kan?"

Aruni mengangguk. "Sekitar lima belas menit yang lalu," imbuhnya menjelaskan.

Jantung Salma kembali berdegup cepat saat menyadari sorot lampu mobil menyorot ke arah kedai. Dia tidak ingin Sabda menemuinya sekarang, dia belum menyiapkan jawaban tepat untuk menolak pertemuannya dengan Sabda.

"Pak Farhan!" Pekik Aruni, saat menyadari yang datang adalah sosok majikannya. Pria itu keluar dari mobil dengan langkah tertatih-tatih, Salma yang melihat itu lekas mendekati, memapah tubuh Farhan memasuki rumah.

"Papah!" Pekik Aundy, entah sejak kapan gadis itu tiba -tiba muncul di sekitar kedai.

"Ody! Ody, jangan dulu Sayang! Papa Farhan sedang capek!" Salma memperingati Aundy, yang bersikap manja terhadap Farhan.

"Udah nggak papa!" Farhan mengambil duduk di kursi bagian luar. Lebih dulu menyapa Aundy, memberikan pelukan hangat pada anak angkatnya.

"Apa besok papa datang ke makam mama?"

"Ehm ... Gimana ya?" Farhan melirik ke arah Salma, seakan meminta pendapat.

"Iya, dong! Apalagi kalau bukan untuk melihat mama Astrid." Salma mengulas senyuman.

Tak lama kemudian, pandangan mereka bertiga beralih pada mobil yang baru saja meninggalkan kedai. Tampak begitu laju, seakan tidak peduli jika debu bisa menyebar ke meja yang mereka tempati.

"Kedai masih ramai, Sal?" tanya Farhan.

"Alhamdulillah, Mas." Salma menjawab singkat.

"Salma buatin minuman hangat dulu, ya! Supaya kondisi mas Farhan bisa lebih baik."

Pria itu menganggukan kepala. Lalu bermain berdua bersama dengan Aundy. Sedangkan Salma lekas memasuki kedai.

Tak jauh beda dari Aundy, meski sudah ada sopir yang menemaninya. Tragedi besar itu membuat Farhan tak tahan duduk lama-lama di dalam mobil. Dia selalu mabuk berat, jika bepergian jauh.

Setelah menyajikan secangkir minuman hangat untuk Farhan, Salma memutuskan kembali masuk ke kamarnya. Dia penasaran dengan pesan yang hendak di sampaikan Sabda saat melihatnya malam ini. Salma mendadak yakin, kalau mobil yang tadi melaju meninggalkan kedai adalah Sabda.

0857555xxxx : Heran, sama kamu! Sama sekali nggak mikirin perasaanku. Kamu biarin ody ku dekat dengan pria lain. Sedangkan dengan ayah kandungnya sendiri kau mati-matian menjauhkan. Ibu macam apa kamu, tega misahin anak dan ayah kandungnya. Yang diminta menikahkan Ody kelak bukan pria itu, melainkan AKU!

Salma tidak membalas pesan Sabda. Dia membiarkan apapun yang dikatakan Sabda, karena dia merasa menjadi ibu yang buruk.

0857555xxxx: Dosa besar kamu, Sal! Kamu itu egois mikirin perasaanmu saja tanpa mikir Ody. Kamu bisa saja nyari pengganti yang lebih baik dariku. Tapi tidak untuk Ody.

Terpopuler

Comments

Fa

Fa

belum apa apa udah perang kek gini, gimana mau baikan sih Sab. tahan dulu emosinya

2023-09-23

1

Fa

Fa

nahkan beneran Sabda yg ngubungin Salma

2023-09-23

0

Fa

Fa

Sabda kah yg ngirim uangnya??

2023-09-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!